Langkah gontai menuju cahaya yang terlihat langsung oleh pandangannya membuatnya sangat penasaran untuk menarik potongan ingatan itu. Langkah selanjutnya ia putuskan untuk mencari tahu lebih jelas apa yang mengantarkannya ke bangunan hancur lebur ini dengan judul Bank Central Indonesia. Puing berserakan satu sisi ke sisi lain dengan jabaran yang tak bisa dipungkiri bahwa ini berasal dari sebuah ledakan. Hipotesis itu jua diperkuat dengan adanya bekas hitam tergores di tegel marmer mahal yang sudah tak karuan lagi bentuknya. Desain awal pastinya tak seperti itu. Apalagi untuk ukuran bank besar.
Apa benar ia mencoba menguras habis uang-uang yang ada di sana?
Lalu, siapa Azrael?
Benarkah ingatan sementara nya sudah terkonversi menjadi ingatan yang nihil?
Bukannya jalan lurus saja, ia mencari sudut-sudut gedung yang sudah ambruk beberapa kali itu. Terlintas dinding kaca besar yang memantulkan pandangan raga seseorang tegak dihadapan benda itu. Ah, betapa hancurnya manusia hina itu pikirnya. Muka sudah morat-marit dilanda banjir darah, tangan kiri patah dengan telapak menghadap sebaliknya, kaki kiri pun ikut-ikutan tak berguna dalam keadaan genting seperti ini. Untung otak didalam tempurung kepala masih bisa digunakan dan belum dipanggil, sudah ada saja peringatan memori yang terputar secara refleks waktu melihat raga yang kaku bentuknya. Setengah hangus raga itu dibuat ledakan yang diperkirakan cukup besar intensitasnya.
Apa ini Azrael?
Kepala pusing pun kembali menerpa tanda memori baru mulai sedikit demi sedikit terpecahkan.