Star Therapy

Azizul Qodri
Chapter #3

Cahaya Rembulan dan Kamuflasenya

Sejurus kilas balik yang tadi terputar secara refleks, membuat ujung ubun-ubun ke ujung lain belakang cerebral cortex-nya Jordy serasa terangkat dan sulit untuk kembali seperti semula. Dijitak olehnya sekali-sekali hingga mendeskripsikan sebagian kecil tampak muka Azrael yang malang akibat terpanggang. Pemandangan tak lazim memang yang sedang dihadapi Jordy mengingat ia tak pernah meregangkan nyawa seorang pun meski sudah malang melintang di dunia perampokan. Dan saat ini tubuh hangus hitam legam yang sungguh sangat tak bisa ia percaya dihadapannya melayangkan kesadaran Jordy dan memutus pandangan berupa puing-puing menjadi kehampaan hati.

Ia ambruk.

Hanya puing-puing itu yang bercerita, berderit satu sama lain kemudian disambut gema teriakan ratusan manusia di sekitar. Tak ketinggalan lengkingan sirine dari segala penjuru, kecuali dari titik butanya. Makin dekat, jeritan sirine itu nampak cekikikan menghapus pekik demi pekik si jago merah yang makin tak sabar untuk menghabisi puing gedung yang tersisa.

Jordy si jago rampok yang mulai terpojok melemparkan senyum kekalahan yang selama ini merindukannya. Dewi Fortuna berterus-terang pada jimat keberuntungan nya yang tak sadar selalu dibawanya bahkan sampai toilet sekalipun dan undur diri dari kesesatan pemuda yang tak kurang dari dua puluh enam tahun itu. Jago rampok itu kalah dengan si jago merah yang mengamuk melumpuhkan kesadaran sang penyintas ledakan dahsyat dengan kemampuan membuat lubang besar di lantai satu dan dua bagian depan Bank Central Indonesia. Kondisi psikis yang mengkhianati kesadarannya juga turut andil dalam membuat pingsan si perampok ulung itu.

Boleh jadi ini adalah kabar paling menggembirakan polisi yang pontang-panting menyusuri jejak duet Jordy-Azrael dalam menggemparkan tiap negara bekas rampasannya. Tak ada yang salah dari kejadian ini. Yang salah hanyalah jalan pilihan Jordy saat ini dengan beralaskan alibi bahwa merampok merupakan bagian dari keseimbangan hidup bersosial. Dan kabar buruknya adalah dengan tumpasnya eksistensi Jordy-Azrael, tak ada lagi kebahagiaan orang kecil yang terpinggirkan oleh keadaan.

Kenapa bisa begitu?

Objektif utama keduanya yakni mengambil harta yang ditumpuk kalangan marjinal dengan semena-mena mengeruk begitu banyak aliran harta dari berbagai cabang. Hasil pemikiran sempit dari Jordy itulah yang dipatenkan juga dipraktikkan olehnya sendiri bersama rekan terbaiknya dengan hasil titel mendiang menempel didepan namanya.

Puing berserakan disekitarnya kali ini cekikikan dan bergeser tak karuan rupanya. Akibat dari gerakan secara agresif dari seseorang yang coba menggerayangi tempat ini. Walau tak sadar, namun Jordy masih tetap ada saraf peraba yang masih belum dinonaktifkan otak untuk ikut kolaps. 

“Semua beres!”

“Sisi kanan?!”

“Target dikonfirmasi, Pak! Dia cuma pingsan!”

Samar-samar tapi nampak lantang makna dari dialog antara sosok itu dengan nun jauh disana. Puing yang cekikikan tadi nampak dekat ditelinganya dan berubah menjadi tawa canda bersahutan dengan kenyataan bahwa ia perlahan akan memasuki babak pembalasan atas semua kegiatan rampok merampok yang sudah membesarkan namanya itu. Sekeping demi sekeping ingatannya mulai menancap di pandangannya yang kelabu dan serasa tak diisi nyawa didalamnya. Dan sekilas, satu lagi teriakan lawas yang muncul secara tersirat di kepingan itu mendengungkan:

Lihat selengkapnya