Takdir memang tidak pernah bisa di tebak,
kadang dia bisa datang dengan sebuah kejutan yang menyenangkan.
Tapi, kadang tanpa terduga
dia bisa saja datang dengan sebuah kejutan yang menyakitkan.
∞
Vancouver, Canada.
Bulan Mei tahun ini, Canada dilanda oleh musim Semi─khususnya perkotaan Vancouver. Musim Semi yang membuat daun-daun maple tampak berwarna hijau cerah, menunggu gugur untuk kemudian menguning lalu berganti peran dengan daun yang baru.
Menjalani kehidupan selama tiga tahun di kota ini, tentu membuat Mark menjadi paham tentang segalanya. Sifat orang-orang di sini, cita rasa makanan, bahkan tempat-tempat indah yang kebetulan salah satunya sedang dia kunjungi sekarang. Bersama dengan gadis kecil yang sering dia sebut dengan nama Raiz─atau yang memiliki nama asli sebagai Xiora, Mark menggandengnya, menuju salah satu danau yang mengarah langsung pada perkotaan Vancouver.
Danau ini menjadi salah satu tempat favorite yang sering Mark kunjungi, karena di sini adalah tempat terakhir dia bertemu dengan gadis itu─gadis dari masa lalunya, si pemilik nama Raiz yang asli.
"Kak Mark, libur bekerja hari ini?" Raiz lebih dulu mendudukkan dirinya pada salah satu batu di pinggir danau, lalu menoleh pada Mark untuk menunggu jawaban.
Setelah Mark selesai memposisikan dirinya untuk duduk pada batu di sebelah gadis kecil itu, Mark menjawab seraya terkekeh samar. "Mataku terlalu lelah untuk menerawang."
"Bagaimana rasanya?─maksudku, apa yang terjadi ketika Kakak menggenggam tangan seseorang yang ingin diterawang masa depannya? Apa kejadian itu langsung muncul begitu saja seperti putaran film dalam bioskop?" Raiz bertanya lagi. Jangan heran, dia memang tipe gadis manis yang suka sekali bertanya.
Mark sudah pernah bilang kan, dia nyaman berada di dekat gadis kecil ini, karena sifatnya yang mirip seperti gadis dari masa lalunya.
"Enggak, bukan seperti itu ... aku bisa menerawang jika aku ingin─begini, ketika aku menggenggam tangan seseorang, bukan berarti masa depan mereka akan langsung terlihat oleh mataku, semua tergantung ... keinginanku." Mark memalingkan wajahnya pada danau sebentar, sebelum kembali menatap Raiz yang berada di samping kanannya. "Ketika aku menggenggam tangan mereka, aku harus menggumamkan sebuah kalimat di dalam hatiku, baru semua kilasan tentang masa depan mereka akan terlihat di mataku─dan kamu benar, kilasan itu terlihat seperti putaran film dalam bioskop." Mark tertawa kecil ketika selesai mengatakan kalimat terakhirnya.
"Apa kilasan masa depan mereka bisa di atur?"
Mark mengangguk, "Sebelum mulai menerawang, aku selalu bertanya ... tentang apa hal yang ingin mereka terawang di masa depan. Sama seperti kamu yang selalu ingin diterawang tentang kelanjutan hubunganmu dengan Aidera."
Raiz terbahak, "Jangan bahas itu, aku malu." Ucapnya sambil tertunduk. Namun, tiba-tiba Raiz menengadah lagi, menatap Mark dengan binar matanya yang terlihat penuh harap. "Kak Mark, apa aku boleh tau apa kalimat yang selalu kamu ucapkan ketika ingin menerawang masa depan seseorang?"
Sebuah senyum tipis tercetak di bibir Mark, senyum yang terlihat sama dengan danau di depan mereka, menenangkan. "Boleh, tapi ada satu syarat."
Kedua mata Raiz semakin berbinar, "Apa?!"
"Kamu harus mendengarkan dongeng yang akan aku ceritakan." Kalau hanya ini syaratnya, Raiz pasti akan menyanggupinya. Karena jujur saja, walaupun pemikirannya bisa terbilang dewasa, Raiz tetaplah seorang gadis kecil yang sangat suka bila diceritakan sebuah dongeng. Maka, tanpa pikir panjang dia langsung mengangguk cepat seraya berseru dengan sangat antusias.
"Tentu!"