Lima dari tujuh bintang,
aku sudah menemukannya.
∞
Untuk ukuran sebuah tempat yang biasa disebut rumah, tempat ini lebih cocok dikatakan sebagai mansion atau mungkin istana. Sebagai salah satu bangunan paling besar di China, tempat ini menjadi idaman untuk semua orang, untuk berkunjung dan bahkan sekedar bermimpi untuk menempatinya.
Namun, berbeda dengan apa yang dikatakan orang-orang di luar sana. Sang putra tunggal justru merasakan hal yang sebaliknya.
Daripada menyebut tempat ini sebagai istana, tempat ini lebih cocok disebut sebagai neraka.
"Ish! Tua bangka sialan. Dia kira gue robot apa, bisa diperlakuin seenak jidat!" Putra tunggal keluarga Zhong─Chenle, mendengus keras-keras seraya melemparkan kembali kertas yang baru saja dia baca.
Chenle berjalan mondar-mandir sambil memijat pelipisnya. Satu jam lagi, dia harus datang ke acara amal yang sudah dia persiapkan sejak satu bulan yang lalu. Tapi entah bagaimana caranya, sepertinya tua bangka itu─ayahnya─mengetahui acara tersebut, sehingga dia membuat kesepakatan yang membuat Chenle pusing seketika.
Chenle tidak diperbolehkan pergi jika keinginan Ayahnya pada kertas itu tidak terpenuhi.
"Ish!" Chenle menjambak rambutnya keras-keras dengan kaki yang menghentak-hentak ke lantai. "PELAYAN!" Panggilnya berteriak.
Salah satu wanita memasuki kamar Chenle dengan tergopoh-gopoh, wajahnya tak pernah luput dari raut ketakutan, tidak hanya dirinya, tapi semua pelayan di tempat ini segan terhadap Chenle.
"A─ada apa, tuan?"
Chenle mengangkat salah satu tangannya─mengarahkannya pada kertas yang berada di atas meja. Tanpa perlu beranjak, kertas itu sudah lebih dulu melayang dan berakhir pada genggaman Chenle.
Chenle celingak-celinguk, mencari benda yang sedang dibutuhkannya sekarang. "Duh, pena gue mana sih?!"
"Sa ... saya tidak tahu─"
"Gue nggak ngomong sama lo!"
"Lo nggak perlu sekasar itu sama pelayan, Chenle." Seorang laki-laki memasuki kamar Chenle tiba-tiba, menggunakan gerakan tangannya dia menyuruh para pelayan untuk keluar dari kamar ini. Meninggalkan dirinya dan Chenle berdua di sini.
Chenle melirik sekilas padanya, lalu kembali fokus pada kertas di tangan kanannya. Dalam sekejap, sebelah tangan Chenle yang lain baru saja memunculkan sebuah pena yang entah datang dari mana. "Apa gue harus kasar juga sama lo?" Chenle bertanya sarkas pada laki-laki itu. "Karena secara nggak langsung, lo juga pelayan ... Winwin."
Laki-laki bernama Winwin itu terkekeh samar, "Gue salah satu orang penting di sini─kalo lo lupa."
"Orang penting?" Chenle menoleh lagi padanya, "Lo lebih cocok disebut babysitter gue daripada orang penting."
"Udah menjadi tugas gue buat mengurus dan menjaga lo, Chenle."
"Terserah." Chenle mulai memberikan tanda centang pada kertas itu, lalu setelah selesai diberikannya kertas itu kepada Winwin. "Bilang sama tua bang─ah, maksudnya, ayah gue atau yang biasa lo sebut sebagai boss itu. Setelah selesai acara amal, gue bakal kabulin semua permintaannya."
Sebelum Chenle beranjak, dia kembali menoleh pada Winwin. "Bilang sama dia─dia nggak perlu memperingatkan apapun ke gue, karena gue bisa jaga diri."
Setelah mengatakan itu, Chenle keluar dari kamarnya dengan menenteng sebuah Jas yang entah datang dari mana. Chenle harus pergi ke acara amal hari ini juga, karena anak-anak yang datang pada acara amal tersebut adalah rumahnya.
Karena mendengar kalimat Chenle tadi, Winwin akhirnya membaca kalimat terakhir pada kertas di genggamannya. Sebuah senyum tipis terukir di sana, "Apa semuanya sudah di mulai, Lucas?" Gumamnya pelan.
*
"Le! Astaga, akhirnya lo datang juga!" Ten bernapas lega begitu menemukan siluet Chenle di ambang pintu, pianis kesayangannya itu benar-benar datang hari ini.
"Chenle, ingkar janji? Apa kata dunia!" Jawab Chenle asal, dia segera melangkah masuk ke ruang tunggu yang berada di belakang aula. Ten adalah guru musik yang selama ini melatihnya bermain piano, juga mengurus semua acara yang ingin Chenle lakukan. Ten seperti seseorang di balik layar yang memiliki peran penting bagi Chenle.
"Gue belum pesen makan buat mereka, soalnya lo bilang nggak perlu. Tapi lo aja dateng telat, ini gimana coba?"
"Total anak yatimnya berapa?" Tanya Chenle.