Di luar semua rasa benci yang mereka simpan,
mereka tetap tidak bisa menghindari fakta lama yang mengatakan,
bahwa dulu mereka pernah bahagia bersama sebagai teman.
∞
"Jadi, apa kalian sudah membuat keputusan?"
Stara memperhatikan lima laki-laki dihadapannya secara bergantian, selama beberapa menit hanya terjadi hening, sampai akhirnya Chenle menguap dengan begitu lebarnya seraya berkata. "Hoam ... apa tuan rumah di sini punya makanan? Setelah denger dongeng panjang lebar, gue jadi laper."
Dia baru saja menguap, tapi justru mengatakan ... lapar?
Sebisa mungkin, Stara menahan dirinya agar tidak berteriak ketika melihat Chenle beranjak dari kasur, lalu keluar dari kamar ini tanpa mengatakan apapun. Disusul Jisung yang tiba-tiba menghilang entah kemana, Haechan baru saja ingin membuka mulutnya sebelum teriakan Chenle kembali terdengar.
"INI RUMAH APA KANDANG KAMBING SIH?! KENAPA ISI KULKASNYA SAYUR SEMUA?!"
Walaupun urat malu Haechan bisa dibilang sudah putus, tapi tolong ingat bahwa laki-laki itu sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Maka dengan langkah lebar serta wajah murka dia menghampiri Chenle di luar sana, Jaemin mengekor di belakangnya karena takut akan ada pertumpahan darah malam ini.
Stara langsung menghela napas berat, kepalanya tertunduk dalam. Dia memang merasa kesal karena ditinggalkan, tapi mungkin mereka butuh waktu untuk semuanya, Stara paham kalau semuanya tidak mungkin berjalan semudah yang dia inginkan.
"Stara?"
Oh, Stara lupa kalau Renjun masih ada di kamar ini.
Laki-laki itu menyentuh pundaknya hingga membuat Stara spontan mendongak, Renjun mengulas senyum tipis namun sorot matanya terlihat sendu. "Maaf," ucapnya lebih terdengar seperti bisikan. "Gue harus pulang ke hotel sekarang."
Stara tercekat, namun berusaha menghilangkan semua firasat buruk yang tiba-tiba memenuhi kepalanya. "Tapi kamu bakal kesini lagi kan?" Tanyanya cepat, berharap Renjun akan menjawab iya.
"Besok gue harus pulang ke Jilin."
Stara semakin tercekat, "Ma─maksud kamu?"
"Maaf." Renjun tertunduk, lebih memilih untuk menatap lantai daripada bertemu tatap dengan Stara.
"Jun." Stara buru-buru menarik ujung kaus Renjun sebelum laki-laki itu beranjak pergi, "Kenapa? ... a─aku kira kamu bakal bersedia bantu aku, tapi kenapa kamu pilih buat pergi?"
Renjun menengadahkan wajahnya, menatap Stara yang juga sedang menatapnya. "Lo nggak bisa menempatkan gue dan Chenle dalam satu tugas yang sama─dia benci sama gue, Stara, lo nggak ngerti. Jadi, daripada kehilangan Chenle lebih baik lo kehilangan gue kan?"
"Renjun!" Stara menyela cepat, "Ini bukan soal siapa yang bakal aku pilih, karena kenyataannya kamu sama Chenle sama-sama penting! Bahkan buat Bintang Pendamping lainnya, kalian semua penting buat aku. Jadi, berhenti buat─"
BRAK! BRAK BRAK!
"TUAN MUDA! KAMI TAU ANDA DISINI!"
Stara langsung bergegas keluar begitu mendengar gebrakan pintu serta teriakan keras dari seseorang yang tidak dia kenali. Di luar, Haechan sudah menatap horor ke arah pintu, Jaemin baru saja keluar dari kamar mandi dengan tatapan bertanya, sedangkan Chenle sedang berjalan dengan santainya menuju pintu hingga membuat Stara refleks berteriak.
"Chenle! Kamu mau apa?!"
BRAK! BRAK!
Chenle menoleh sebentar sebelum membuka pintu, "Gue udah di jemput."
Pintu terkuak lebar, beberapa pria berbadan besar dan berpakaian hitam sudah berdiri di depan pintu rumah Haechan. Suasana yang tadi sempat mencekam tiba-tiba berubah karena tawa keras milik Haechan terdengar menggema. Sebenarnya bukan hanya Haechan, tapi Jaemin juga sudah berusaha menahan tawa di belakangnya.