Semester demi semester dilalui tanpa terasa berat, satu tahun berada di kota Yogya. Seperti yang sudah dikatakan ibu, Shelly tidak bisa bolak-balik Jakarta—Yogyakarta karena kondisi keuangan keluarga yang pas-pasan. Bagi gadis cerdas itu, tidak masalah. Kiriman uang untuk bayar uang kuliah dan biaya kos pun sudah cukup untuk nya tidak ingin membebani orang tua dengan serangkaian pengeluaran yang lain. Kiriman bulanan pun di rasa cukup. Untuk menambahnya, Shelly mendapatkan pekerjaan part—timer di kedai kopi tidak jauh dari kampusnya.
Kota Yogya termasuk ramah untuk Shelly. Banyak perantau, mahasiswa selain dari kota Jakarta. Kenal dengan beberapa orang teman membuat dunia gadis tinggi itu berbeda. Cukup menggembirakan, lingkungan, tempat kos yang asri. Juga penduduk lokal yang ramah.
Hubungan dengan Wisnu masih berlanjut, mengatasnamakan ‘pertemanan’, cowok jahil itu berjanji akan menelepon dan berikirim pesan singkat. Juga mencoba mendaftar di universitas yang sama. Bagi Shelly tidak masalah.
Hari demi hari pun dijalani oleh gadis itu dengan tekun. Sesekali mampir ke warung penyedia jaringan daring untuk membuka surel atau sekadar mencari bahan untuk tugas kampusnya. Jarinya dengan teliti mengambil atau mencatat hal yang penting untuk tugasnya. Membuka kotak masuk, beberapa kiriman dari Wisnu pun segera dia baca.
Pengirim : wisnu.wardana@yahoo.com
Penerima: shelly_04@yahoo.com
Dear Shelly,
Gimana di Yogya ? Lo sehat kan?
Ngga kelaparan di sana?
Gue gagal ujian masuk UGM. Damn!
Ternyata bener, itu rumit dan bikin ribet. Shit!
Setengah hati, perasaan gadis itu membaca kiriman kabar dari sahabat—cowoknya yang berbeda kota itu. Jarinya tetap menari di atas kibor komputer membalas salah satu. Entah rasa apa, dia pikir, berkirim kabar lewat pesan singkat sudah cukup berkomunikasi. Namun buat cowok itu, membanjiri kotak masuk surelnya. Konyol! Gerutunya sendiri.
Sementara, di Jakarta. Kegiatan pagi cowok itu tiada berbeda. Dia menjalani hari seperti biasa, bangun pagi dan pergi ke tempat kuliah di kawasan Tangerang dengan motor kebanggannya. Cita-citanya menyusul Shelly, pupus sudah. Berpikir bagaimana carannya, agar bisa dekat kembali dengan Shelly, akhirnya memutuskan untuk cepat lulus. Bagaimana pun caranya.
"Untung nggak telat lo." Sakti datang tiba-tiba, duduk di hadapan Wisnu yang sedang berada di kantin saat itu.
"Nggak. Ngebut," sahut Wisnu sambil melahap sarapan yang telah dipesannya.
"Terus, kita jadi nih jalan-jalan ke Jawa kayak yang kemarin lo usulin?"
Wisnu mengedikkan bahunya, "Orangnya aja belum jawab."
Sakti tertawa, "Lo sehari sms 20 kali, telepon berulang, masa nggak dijawab? Lagian, pacar apa emak, tuh?" ledek Sakti.
Wisnu terdiam. Dia menatap makanannya dengan malas.
"Ck! Lagian kenapa sih dia pake pergi segala?" Wisnu menggerutu sendiri dipandangi Sakti yang tertawa melihat sahabatnya itu.
“Makanya, bilang aja, lo itu kangen sama rambut kudanya yang suka lo tarik atau lo taro in rumput kering. Lo kangen sama omelan dia ketika lo jahil. Lo, ketagihan dengar dia tertawa, cara dia marah, dan cara dia baca buku yang lo bilang kayak bengong, tapi alisnya berkerut. Iya, kan?”
“Ah! Sakti rese.” Sungut Wisnu. bergegas meninggalkan sahabatnya itu sendiri di kantin.
Sambil melihat sahabatnya itu berlalu, Sakti mengkerutkan alisnya, memandang heran, “lagian ka nada Danisa, dodol juga, tu anak.” Gumamnya sendiri.
Pengirim : shelly_04@yahoo.com
Penerima : wisnu.wardana@yahoo.com
Gue baik-baik di sini.
Nggak perlu khawatir.
Gue butuh kerja sampingan buat biaya tambahan.
Pulsa gue jebol gegara lo kirim sms sampai 20 kali sehari.
Telepon 3 kali sehari kayak minum obat.
Bisa berhenti?
Ini udah tengah semester.
Gue pasti pulang ke Jakarta nanti.
Sekarang gagal, besok pasti bisa!