SMA
"Berenang itu, susah ya?"
Keluh Wisnu seperti putus asa, beberapa kali Shelly mengajari cara-cara agar bisa mengambang di air tetap saja, cowok itu merasa terlalu bebal untuk paham dan bisa seperti yang sudah diajarkan oleh gadis itu.
Gadis itu menatap iba, "biasa aja." Dia menguap selebar yang mulutnya bisa. Angin yang bertiup seperti berkonspirasi dengan air yang mengguyur tubuhnya tadi ketika bilas sehabis berlatih di kolam. Alhasil lelah menumpuk menjadi kantuk yang tidak bisa disangkal. Ingin cepat sampai di rumah sore ini, istirahat.
"Lo udah biasa, gue baru belajar susah. Boro-boro berenang kayak penyu, yang ada kayak batu, tenggelem di air."
"Penyu?"
"Emang lo enggak tahu, penyu itu bisa berenang cepat?"
"Ya Tuhan, Wisnu! Allah itu kasih kebisaan ke masing-masing orang beda! Lo pinter main basket, jadi MVP, jadi kapten. Gue pinter berenang,. Bisa ajarin lo dan cari duit. Hahaha!"
"Tapi kan—"
“Udah. Gue mau pulang. Bokap udah datang, tuh." Potong Shelly cepat.
"Tega banget lo, kan gue nanti enggak dapet nilai!" Cowok tinggi bercelana pendek itu berusaha menyusul, "ck, jalannya cepet bener si!"
Shelly berbalik dari jalannya yang tergesa. "Lo enggak perlu khawatir soal nilai. Pasti guru olahraga punya kebijakan sendiri."
"Bener?"
"Bener, Cowok Penyu! Hahaha! Gue pulang ya!" Gadis itu menaiki vespa yang dikendarai oleh seorang pria, lalu melambai penuh dengan senyum. Wisnu pun melambai menunggu hingga kendaraan roda dua itu menghilang dari pandangan.
***
"Mba, camilan dan minumnnya bawa ke kamar aja!" pinta Bintang, ke pengurus rumah tangga yang tergopoh membawa beberapa camilan. Shelly mendongak melihat cowok itu datang dari arah ruang meja makan. "Yuk!"
Bintang menggiring gadis itu ke ruangan yang cukup besar lima kali lima meter kira-kira, ada perangkat musik dengan dinding lebih tebal, seperti di lapisi kasur di semua sisinya yang ada empat. Gadis bercelana jeans itu berhenti di ambang pintu. Ragu memasuki ruangan itu.
Cowok bule itu mempersilakan, namun suara bass-nya tidak mampu memecah rasa terperangahnya. Ditarik pelan tangan gadis berkaos biru tua itu, "ayooo, I'm not gonna raped you here!"
"Senyum langsung menghiasi wajah berseri Shelly."
Wow, drum set?
"Yup. Kayak mini studioku. Ayah enggak kasih izin aku minta kamar lain. Jadi, aku di di kasih kamar paling besar. Jadi begini deh."
"Wow. Alat-alat ini?"
Bintang duduk di bawah, disusul Shelly disebelahnya. Menyalakan alat-alat itu. Ada turntable, syntheiser sebagian aku beli sendiri. Hobi. Selain untuk menunjang mix music buat performa di klub sebagai DJ. Tangan itu tidak berhenti, meng-klik aneka tombol. Dengerin, ini sebagian karyaku. Mengambil headset lalu memasangkan di kepala Shelly.
"Keren, Bi." Kepala gadis itu mengikuti irama hentakan musik yang terdengar. Ini headsetnya juga keren!
Bintang tersenyum member tanda agar melepas alat yang melingkari kepala. Suara Shelly seperti berteriak. Memang alat pelantang jemala itu meredam suara dari luar. Shelly melepas headsetyang tadi di pakaikan Bintang dikepalanya, menyantol di leher.
"Musik itu bikin tenang. Walau berdentum-dentum memekak, kadang aku tenggelam hingga terasa seperti hanya ada aku sendiri ditempat sunyi." Bintang tersenyum, Shelly terpaku menganga. Bagaimana mungkin musik yang membahana itu bisa membuat kita berada dalam titikkesunyian.
"Wow! Ok, should i call you, geek? Or Weirdo?"
"Weirdo, i think." Jawab cowok itu dengan senyum
"Kamu kenapa murah senyum?”
"Umm, Karena senyum itu ibadah." Matanya tidak bergerak dari layar laptop.
"Gombal!"
Sekarang berpindah manatap gadismanis itu. "Kok gombal? Bener kan, senyum itu ibadah.”
"Ya, bener. Cumaaa. Enggak harus tersenyum terus juga kan?"
“Masa? Aku pikir enggak. Mungkin kamu terus teringat senyum aku terus, jadi bilangnya aku senyum terus. Atau mungkin."
"Apa?"
"Kamu cemburu? sambar Bintang dengan cepat."
"Tuh kan, senyum lagi!"
"Ya udah, aku cemberut sekarang. Biar enggak ada yang naksir lagi, buat kamu aja. Jadi kamu enggak cemburu."
"Ih ...."
Gantian, Shelly sekarang yang tertawa lepas, melihat Bintang menarik wajahnya. Memajukan bibir tipisnya. Lalu menggelembungkan pipi sambil menekan tombol pad hingga menjadi irama musikyang siap dia konversi ke komputer jinjingnya.
"Kamu enggak ke rumah sakit, Bi?"
"Hari ini enggak, kemarin aku udah sif dua belas jam. Gantian ke klub X. Mau ikut?"
"Boleh ajak Lidia? Eh, tapi nyokapnya di rumah."
"Ajak aja mamanya sekalian, kelakar Bintang."