Starlight

Dawn Solace
Chapter #4

Treat

“YO!”

Bagian tudung payung ditarik menjauh dan bagian ujungnya yang seperti jarum pintal hampir menusuk mata Lev saat pemuda itu membuka pintu. Tidak waspada dengan apa yang menunggunya di luar. Tapi bukannya minta maaf, gadis itu malah memasang cengiran lebar di wajahnya yang berbentuk hati. Poni ratanya sedikit basah karena berlari di bawah matahari sore yang terik. Lev sudah tak terkejut lagi siapa yang bisa melakukan hal itu di depan pintunya, jadi ia bersandar di bingkai pintu dan menatap Star malas.

“Kau datang.”

“Tentu saja aku datang. Semua orang memerhatikanku karena lari-lari bawa payung padahal matahari sepanas ini—kau tak mau mempersilakanku masuk?” katanya tanpa mengambil jeda bernapas.

“Kukira kau hanya mau mengembalikan payung—”

“Kau memang makhluk dingin.”

“—Hei, dengarkan kalau orang bicara.”

Tapi Star sudah menyelinap di bawah lengannya dengan memanfaatkan tubuhnya yang kecil. Gadis itu langsung menyelipkan payung ke kotak tempat Lev kemarin mengambilnya sambil membuka sepatu. Ia lalu naik untuk menyapa haworthia di kursi tinggi sebentar lalu pergi ke ruang duduk dan menghempaskan dirinya di window seat. Seperti tempat itu telah menjadi spot pribadi untuknya.

Di belakangnya, Lev menutup pintu setelah memerhatikan suasana di luar. Ada beberapa anak yang sedang bermain skateboard. Tapi selain itu, hanya ada ujung terowongan penuh mural dan jalur kereta api yang kosong. Lev mengikuti Star ke ruang duduk.

“Kau tak langsung pulang?”

“Wah… Bagaimana kau bisa bicara seperti itu pada tamumu?” balas Star balik bertanya setelah menyambar majalah apa saja yg bisa ia temukan.

Lev menaikkan kedua alisnya melihat gadis itu merebahkan diri dengan kedua kaki naik di bantal dan bergelantungan di depan rak buku. Bagaimana bisa gadis itu bisa sesantai itu padahal ini baru pertemuan mereka yang ketiga dan menurut Lev mereka masih merupakan orang asing. Bukannya teman lama yang baru bertemu kembali setelah bertahun-tahun tanpa kabar ataupun teman sekelas. Gadis itu bahkan tak tahu namanya.

“Yah, aku tak bisa menganggapmu tamu—melihat bagaimana kau bertingkah.”

Star mengedikkan bahu, wajahnya tenggelam di balik majalah yang ia bolak-balik tanpa minat. Lev menunggu, tapi sepertinya gadis itu tak berniat meninggalkan kontainernya. Ia melipat kedua lengan di depan dada. Star melihat sikap Lev ini, tapi bukannya merasa risih ataupun terusir, gadis itu malah ikut melipat tangan di depan dada, tapi ekpresinya seperti sedang berpikir. Matanya melirik pada jam mungil di pergelangan tangan kurusnya. Saat ia kembali pada Lev, Lev tak percaya dengan pertanyaan gadis itu selanjutnya.

“Kau sudah makan siang?”

Mengingat bagaimana gadis itu selalu bersikap seenaknya, Lev tak bisa menyembunyikan rasa curiganya. Tak mau gadis itu datang dengan ide aneh lain atau, lebih buruk, menyuruh dirinya membuatkan makan siang untuk mereka berdua. Jadi Lev memutuskan untuk mengangguk dan menjawab sudah. Walaupun sebenarnya ia belum menyentuh apapun selain bungkusan chips dan air putih sejak pagi. Tapi sepertinya jawaban itu sesuai dengan rencana gadis itu, karena ia kemudian menggeledah tasnya dengan bersemangat dan mengeluarkan selebaran yang terlipat, membuat Lev berpikir kalau ia telah salah mengambil langkah.

“Kalau begitu bagus,” katanya membuka selebaran agar Lev dapat membacanya. “Ayo kita coba tempat ini! Aku dapat ini tadi.”

Gadis itu menunjukkan dua voucher potongan harga untuk pemesanan menu bertanggal hari ini. Lev sudah selesai melihat dan merasa tak tertarik sedikit pun jadi ia menggeleng sambil berlalu ke meja komputer melewati Star. Berencana kembali pada tugas-tugasnya yang terabaikan karena gedoran di pintunya saat Star datang tadi. Tapi Star langsung bangkit dan menggait lengan Lev walau pemuda itu menolak dengan tegas.

“Ayolah, aku yang traktir! Anggap saja sebagai balas budi atas payungmu kemarin,” Star memaksa.

Gadis itu terus menggelayutinya sehingga Lev tak punya pilihan lain padahal ia jelas-jelas bilang sedang tidak ingin makan crepes. Jadi setelah menyambar jaket di gantungan mantel di closet dan merapikan rambutnya, Lev terpaksa mengikuti gadis itu berjalan meninggalkan daerah tempat tinggalnya menuju pinggiran kota yang merupakan daerah pantai. Cuaca cukup panas hari itu dan saat melihat jamnya Lev mendengus karena itu masih pukul tiga, yang berarti hawa panas ini belum akan berakhir, ditambah lagi walaupun Lev bisa berjalan sendiri dengan baik, Star terus saja menarik-narik lengannya seolah Lev akan kabur kalau dilepaskan. Orang-orang di jalan melewati mereka dengan menunjuk-nunjuk dan Lev merasa seperti anak yang ketahuan membolos oleh ibunya.

“Kau tak akan melepaskan ini? Gerah, tahu?”

Lihat selengkapnya