Tapi ternyata Star datang hari itu.
Lev mendengar pintunya diketuk ketika langit tak lagi kuat menanggung beban uap air. Sepanjang hari itu sangat panas dan udara gerah membuat Lev tak bersemangat. Selain karena tak ada Star yang bisa ia temui. Gerimis baru saja turun di luar kontainernya ketika ia beranjak membuka pintu. Menemukan Star di sana dengan pot bunga di satu tangan. Sebelah tangannya yang bebas mengusir jejak hujan di poni ratanya. Sementara bibirnya menarik senyum dari telinga satu ke telinga yang lain. Memamerkan gigi kelinci yang besar.
“Kau bilang tak akan datang hari ini,” kata Lev sambil menyingkir untuk memberi jalan lewat. Lev memerhatikan awan gelap menggantung dari arah Star datang. “Kau kehujanan?”
“Sedikit,” jawab Star sambil menyapu tetes air di gaun terusan putihnya. Lev jadi memerhatikan itu dan takjub sendiri.
Gadis itu mengenakan gaun putih berbahan sifon dengan kerut-kerut yang sangat pas di badan, menggantung rapi di atas lutut. Korsase dari bunga-bunga kecil melilit di pergelangan tangannya yang tadi Lev kira adalah pita dari tanaman yang dibawanya. Di rambutnya yang dikepang kecil-kecil sebagian, ada rangkaian akar pohon dan bunga yang dijalin menyerupai mahkota. Dengan warna yang sangat cocok dengan rambut ombre gadis itu. Dengan semua tampilan itu, sisa-sisa rinai hujan yang memercik dari rambutnya membuat Star terlihat seperti peri hutan. Begitu magis dengan latar belakang hujan dan helaian tinggi tumbuhan typha di sekitar lingkungan Lev. Seolah lampu sorot hanya jatuh padanya di tengah sore hari yang gelap. Lev benar-benar akan memuji Star kalau saja ia tak melihat sepatu ankle boot coklat berbulu pendek yang dikenakannya. Lev mendengus tertawa karena Star tak pernah gagal membuatnya terheran-heran. Kakinya yang kurus kini seperti kaki rusa.
“Jadi kau bisa pakai rok juga?” celetuk Lev sambil menutup pintu di belakang mereka begitu gadis itu masuk.
Star meninju perut pemuda itu. Ia hampir saja dengan sengaja naik dengan sepatunya untuk membuat Lev marah tapi mencoba menahan diri kalau tak mau disuruh membersihkannya nanti. Tawa pemuda itu masih menggantung di udara ketika Star meletakkan tanaman berdaun merahnya di meja depan window seat. Bersama dengan tas kulit kecil bergantungan rumbai yang telah menggantikan tas kainnya yang biasa.
Gaun terusan putih. Tas tangan kulit. Mahkota akar bunga. Korsase pernikahan. Keberadaan gadis itu jadi sangat mencolok di kontainer Lev. Ia sudah sangat terbiasa dengan penampilan ceroboh gadis itu dan sangat yakin dengan selera berpakaiannya sehingga ia tak pernah membayangkan akan melihat Star dalam balutan gaun feminim. Hari ini, Lev telah menyaksikan sosok Star yang berbeda dari biasanya.
Dan Lev harus jujur bahwa gadis itu terlihat sedikit menawan dengan itu.
Lev pergi ke dapur untuk mengambilkan gadis itu sebotol air dan memulai basa-basi. “Pestanya lancar? Kalian tak kehujanan?”
“Oke. Pesta kebun di rumah kaca.”
“Kedengarannya menyenangkan. Kau tak dapat buket bunganya? Ah—aku tahu, kau kan sibuk mengumpulkan bonus, bukannya berdiri di deretan para tamu.”
Tak menyangka akan mendapat undangan perang begitu ia datang, Star langsung kembali ke diri aslinya. Ia berdecak sambil meniup poni ratanya yang sedikit basah. Tak bisa bilang apa-apa karena itu benar. Ia terlalu sibuk membantu bosnya menyiapkan segala hal sampai tak tertarik berdesak-desakan mengantri di belakang pengantin wanita yang melempar buket.
“Memangnya kenapa, aku juga bukannya mau cepat-cepat menikah.” Star mencibir, lalu mengambil botol yang diberikan Lev. Ia menandaskan isinya sekaligus dalam sekali minum.
Tak peduli dengan jawaban Star, Lev beralih pada hal lain yang sedaritadi dibawa-bawa gadis itu. Masih dengan potnya dan sedikit basah oleh hujan. “Lalu untuk apa kau bawa-bawa itu?”
Star langsung ceria lagi.
“Bosku bilang aku bisa mengambil tanaman yang kusuka karena kami sudah selesai menggunakannya, dan aku langsung ingat kau.”
“Dan?”
Star menyunggingkan senyum polos. “Um, oleh-oleh?”
Lev mengangkat sebelah alisnya. “Dari semua tanaman berbunga yang digunakan di pesta kebun, kau membawakanku—Poinsettia?”
Star tak melihat ada yang salah dengan itu karena, dilihat dari sekeliling kontainer Lev hanya diisi dengan tumbuhan berdaun hijau, tak ada bunga, bahkan tanaman berwarna lain. Jadi Star berasumsi mungkin ia hanya suka yang minim perawatan. Star menyuarakan pikirannya dan bilang Lev membutuhkannya untuk lebih ceria tanpa ingin membebaninya dalam merawat. Lev terlalu muram dan sangat membosankan jadi poinsettia itu akan membantu menyemangatinya.
Lev hanya bisa menghela napas mendengarnya. Entah gadis itu telah memandangnya sebelah mata atau ia telah membuat citra dirinya seperti itu di mata gadis itu. Tapi begitulah mereka yang biasanya. Lev merasa mereka sudah seperti dua sahabat lama yang saling mengenal belasan tahun. Anehnya, kata-kata Star tidak terdengar menyinggung seperti jika dikatakan oleh orang asing. Seketika ia menarik kembali khayalannya tentang peri hutan dan Star yang terlihat lumayan cantik hari ini. Itu mungkin karena efek hujan di luar dan mendung ini membuat pikirannya sedikit berkabut. Ia memutuskan untuk menerima saja oleh-oleh Star untuk saat ini karena malas memperpanjang masalah.