LEV tak punya pilihan selain membawa Star. Gadis itu basah untuk apa yang ia pikir menyelamatkan Lev dan terluka. Ditambah lagi, mereka berdua penuh bubuk warna-warni dan bau amis. Mereka sama-sama dalam keadaan tidak bisa memberikan sesuatu untuk saling membantu. Mereka dua badut yang berjalan di tengah hari. Tontonan yang sangat menyakitkan mata tapi cukup untuk menarik perhatian semua orang. Jadi Lev tak pilihan selain membawanya serta ke tempat terdekat yang bisa menyelamatkan mereka dari rasa malu. Rumahnya. Toh, Lev tadinya memang berniat akan pulang. Mungkin karena ia tadi akan mangkir ke tempat Star, jadi ia dikutuk untuk mendapat musibah seperti ini. Lev mendengus, geli sendiri teringat kesalahpahaman yang menyeret Star.
Seperti yang dikatakan Nick tadi, rumah Lev tidak jauh dari kampus. Mungkin karena itu mereka berpikir bermain kotor tidak akan masalah. Lev menarik tangan Star ketika mereka sampai. Star memang berhenti dengan wajah kaget saat melihat rumahnya, tapi ia menggenggam tangan Star lebih untuk menyakinkan dirinya sendiri. Sebagian dirinya merasa ragu dan membuat alasan untuk berbalik pergi, tapi ia harus tetap masuk agar mereka bisa menanggalkan kekacauan di tubuh mereka.
Lev memencet tombol di pintu. Memasukkan nomor kode dan pintu membuka. Ia bersyukur rumahnya sepi. Lev masuk begitu saja dengan Star yang masih bingung ia dibawa kemana. Lalu seseorang mendekati mereka di dalam rumah. Berpakaian sedikit mewah untuk ukuran di dalam rumah. Gaun terusan yang menjuntai hingga lutut dengan pundak terbuka, syal bulu-bulu panjang yang menutupi leher dan bagian dadanya, sabuk besar dari berlian, lengkap dengan riasan dan beberapa perhiasan di kanan-kiri tangannya. Wanita itu kira-kira berada di usia akhir empat puluhannya. Ia menggamit lengan seorang pria yang lebih tua darinya di sampingnya. Sepertinya akan pergi.
“Lev! Kau pulang,” serunya, tak menyangka akan melihat Lev di rumah itu. Tangannya langsung menyentuh wajah Lev yang berantakan oleh bubuk warna. “Apa yang terjadi padamu, kau baik-baik saja?”
Pria tua itu juga melihat Lev dengan ekspresi khawatir, tapi tak berkata apa-apa. Lev menepis tangan ibunya, lalu menarik Star lagi. “Abaikan saja. Ayo.”
Wanita itu tersentak, jelas kaget dengan perlakuan pemuda itu. Tapi masih mau membalas sapaan Star saat gadis itu dengan kikuk membungkuk dan mengikuti Lev berlalu. Mereka masuk ke sebuah kamar setelah melewati banyak lorong dan naik tangga. Lalu Lev menutup pintu di belakang mereka. Mungkin jika Lev tak menutupnya dan Star ingin kabur, Star tetap tak bisa keluar karena lorong-lorong tadi membuatnya pusing. Star ingat kalau dirinya basah jadi ia menahan diri untuk duduk di tempat tidur.
“Jadi dimana kita ini?”
Lev menggaruk rambutnya, bubuk-bubuk tadi membuat kepalanya gatal.
“Rumahku,” sahut Lev datar. Sama sekali tidak antusias dengan kepulangannya.
Lev mencoba mengatakannya setakacuh mungkin, tapi Star bisa menangkap bibirnya bergetar. Pemuda itu berjalan ke lorong lain dalam ruangan yang merupakan ruang pakaian, ada pintu lain di ujungnya yang ditebak Star adalah kamar mandi. Lev membuka lemari di setiap sisi tanpa berharap. Ia sudah tahu bahwa semuanya pasti kosong, tapi ia melakukannya hanya untuk memastikan. Lalu membuka pintu di ujung lorong.
“Kau duluan. Aku akan mencarikan baju yang bisa kau pakai.”
Star memandang berkeliling dan mengangguk kecil. Ia lalu masuk ke tempat Lev maksud tanpa melepaskan tasnya. Star melewati lemari besar dan deretan rak yang menutupi kedua dinding. Dari baunya, Star bisa menebak bahwa itu closet Lev yang tak pernah digunakan. Star membenarkan posisi pintu salah satu lemari yang tadi belum ditutup Lev. Melihat bagaimana semua rak itu kosong, mungkin pemuda itu telah memutuskan untuk tidak kembali lagi. Star jadi merasa tak enak karena membuat pemuda itu ta punya pilihan, jadi ia melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lev menunggu sebentar, kalau-kalau gadis itu keluar lagi dan membutuhkan sesuatu. Tapi sepertinya tidak. Jadi Lev keluar kamar, memberi gadis itu waktu privasinya.
Pemuda itu masuk ke kamar di depannya. Ia langsung membuka lemari dan mengambil pakaian yang kira-kira muat dengan tubuhnya. Di kamar mandi, Lev melepaskan jaket dan kausnya. Dengan cepat ia membersihkan diri dan mengeramasi rambutnya. Lev mengenakan baju Kevin yang ternyata lebih besar dari yang dikiranya. Bocah itu pasti sudah tumbuh lebih pesat dari yang ia duga. Lev menyambar handuk dan keluar kamar sambil mengeringkan rambutnya. Ia menuruni tangga dan berbelok ke kamar utama.
Ibunya berada di ruang tengah, sepertinya memutuskan untuk tak jadi pergi karena Lev pulang. Tanpa menyapa Lev langsung masuk ke kamar dan membuka lemari ibunya. Ia memilih-milih baju paling normal dan paling kasual dari lemari agar Star tak terlihat terlalu tua saat memakainya. Akhirnya ia menemukan baju terusan yang terlihat sederhana. Baju itu punya kesan pantai dengan kelopak-kelopak bunga yang mengingatkan Lev dengan liburan. Lev mengambilnya lalu kembali kemarnya sendiri setelah menyambar kotak P3K di dapur.
Star baru selesai mandi, dan mencari baju yang dijanjikan Lev tapi tak ada, jadi ia keluar hanya dengan memakai handuk, lalu seseorang membuka pintunya. Star tak sempat sembunyi, tapi untung itu hanya Lev. Yang langsung mematung melihat Star. Rambutnya masih dibungkus dalam handuk dan tubuhnya—Lev langsung berbalik. Tapi saat itu juga pintu terbuka lagi. Lev menarik Star ke dinding agar Kevin tak melihatnya. Wajah mereka kini terlalu dekat dan ia bisa merasakan hembusan napas gadis itu di dadanya. Itu momen yang sangat ganjil dan tak nyaman, jadi keduanya tak tahu harus berbuat apa. Star berpura-pura melihat ke arah lain, tapi Lev hanya teralihkan oleh wangi sampo di ubun-ubun Star. Ia berharap Kevin cepat keluar dari kamarnya.
Tapi ternyata Kevin tak berhenti sampai di pintu, ia masuk dan duduk di tempat tidur sambil bersilang kaki. Ia melepaskan ransel di samping tangannya di tempat tidur.
Lev kembali mendorong Star ke closet dan memberikan pakaian untuk dikenakan. Lalu dengan tergagap ia kembali lagi untuk meladeni adik yang tiga tahun lebih muda darinya itu. Ia meletakkan kotak P3K di meja terdekat. “Kau sudah pulang?”
Kevin tak menyahuti basa-basi remeh itu.“Tumben kau pulang. Ibu bilang kau bawa teman.”
Kevin mengenal Nick, Ed dan Dafan, tapi ibunya bilang ‘teman’. Itu berarti Lev belum pernah membawa orang itu ke rumah sebelumnya. Tapi sepertinya Lev tak ingin berbicara tentang itu. Jadi ia membuka basa-basi lain. Ia mengibaskan rambut depannya yang sedikit panjang dan memicing pada baju Lev, menyadari kakaknya itu sempat memasuki kamarnya. “Kau akan tinggal malam ini? Kulihat kau mengganti bajumu.”
“Maaf, tadi aku masuk kamarmu karna trio sialan itu mengerjaiku. Lemariku kosong,” Lev menunjuk ke closet dan melihat ujung hidung Star. Teryata gadis itu masih di sana. Jadi segera menambahkan, “aku akan segera pergi.”
Lev melihat Kevin sepertinya kecewa dengan perkataannya. Lev telah lama tak menghubunginya padahal dulu mereka sangat dekat. Dan Lev bilang ia datang karena Nick mengerjainya? Kevin jadi urung membahas tentang kelulusannya.
“Beruntung sekali. Pacarnya datang lagi hari ini, mereka tadinya pasti mau makan keluar tapi lihat, karena kau datang mereka menyuruh Bibi menyiapkan makan malam.”