Starlight di Bulan April

Iin Ardiyanti
Chapter #2

2. Keputusan

Malam semakin larut. Bulan bersinar dengan penuhnya di angkasa. Bintang-bintang bertaburan bagai permata di tengah kegelapan. Suara-suara binatang malam mulai terdengar. Angin berhembus pelan, menggoyangkan pepohonan, menerbangkan daun-daun kering. Jatuh, berguguran. Dinginnya malam menusuk kulit. Membuat sebagian orang memilih menarik selimut dan mulai tenggelam ke alam mimpi. Menjelajah hal semu yang datang, entah indah atau justru menyeramkan. 

Kejora masih terjaga. Berdiri di depan jendela, menatap pemandangan langit malam. Bulan dan bintang bersinar dengan damai, pemandangan yang mampu menenangkan perasaan gundahnya. Dinginnya udara malam membuatnya betah berlama-lama berdiri di depan jendela. Kejora menghela nafas. Ini malam terakhirnya di Malang. Gadis itu sudah memikirkan rencana besar. Rencana yang akan mengubah seluruh hidupnya. Namun ia masih ragu, ia ragu apakah dirinya mampu menjalaninya nanti. Kejora harus membuat keputusan malam ini, karena besok sudah hari keberangkatannya. 

Sasa mendekat, gadis itu memang menginap malam ini. Ia memeluk Kejora dari samping, menyenderkan kepalanya di pundak Kejora. Hatinya tengah di tutupi awan kelabu. Ia akan kehilangan sahabatnya besok. Keceriaan yang selalu hadir saat bersama Kejora, akan hilang bersama kepergian gadis itu. Ia hanya memiliki Kejora sebagai sahabatnya. 

"Besok kamu akan pergi, aku sedih Jora." lirih gadis itu dengan mata berkaca-kaca. 

Kejora tersenyum. Ia mengusap pelan pundak Sasa untuk menenangkannya. Perasaannya menghangat menyadari kehadirannya masih diinginkan, dan kepergiannya masih menjadi hal terberat untuk diterima. Gadis itu beruntung memiliki Sasa sebagai sahabatnya. Sasa bisa mengerti dirinya. Bersama Sasa, ia tidak pernah merasa dihakimi. Gadis itu selalu memberikan nasihat baik jika ia melakukan kesalahan. Sasa berperan sebagai sahabat sekaligus kakak untuknya.

"Aku akan merindukanmu, Sasa."

"Aku juga." sahut Sasa. Ia mendongak, memperhatikan wajah gusar Kejora. Gadis itu menghela nafas, melepas pelukannya. Jari-jari lentiknya bergerak, menarik dagu Kejora untuk menatapnya. Gadis itu melontarkan sorot meneduhkan, memberikan Kejora kenyamanan untuk bercerita. 

"Apa yang membuatmu gusar?"

Kejora menghela nafas panjang. Membuang muka, kembali menatap hamparan bintang yang berkilauan bak berlian dilangit malam. "Kamu tau? Aku nggak mau balik ke Jakarta, Sasa. Aku nggak mau kuliah disana. Disana ada Mas Raka. Aku nggak bisa masuk kedokteran. Aku pengen disini aja. Kuliah disini. Bayangin tiap hari bakal ketemu Mas Raka aja aku udah muak."

"Jora, seharusnya kamu bersyukur, kamu masih bisa kuliah. Liat aku? Aku harus kerja dulu, baru tahun depan daftar kuliah. Itupun nanti aku harus part time. Kamu harusnya bersyukur orang tuamu masih bisa kuliahin kamu, meskipun nggak sesuai sama jurusan yang kamu mau. Tapi pasti mereka siapin yang terbaik buat kamu. Harusnya kamu baik-baikin mereka. Nggak ada salahnya kok nurut. Kamu tau kenapa mereka selalu bangga-banggain Mas Raka? Karena dia nurut. Berdamai sama masalalu Jora, itu salah satu kunci kebahagiaan."

Lihat selengkapnya