StarLight

Vidharalia
Chapter #1

StarLight 01 - Bersama

StarLight 01 – Bersama 

Semua tentang kita akan terukir indah...

Selamanya akan menjadi Sahabat...

Mungkin nanti jika kita berada ditaman langit...

Mengukir khayalan tingkat tinggi dibalik awan...

Dan semoga, mimpi kita menjadi hal yang sempurna...

Seperti bintang disurga...

Yang ditatap oleh ribuan makhluk dengan hati yang terus bertanya...

Bagaimana caranya supaya menjadi mereka?

Mereka yang selalu bersama dalam tawa walau masalah terus melanda...

- Thunder CS -

STARLIGHT

    Cewek itu memicingkan mata saat berjalan di koridor. Beberapa pasang mata menatapnya, entah dengan maksud dan tujuan apa. Dia tidak perduli, masih melanjutkan langkahannya menuju ruangan dimana ia akan melaksanakan Ujian Kenaikan Kelas.

Cewek itu merunduk, menatap tangannya yang penuh dengan bermacam-macam jenis buku, walau hanya tiga mata pelajaran saja. Lalu menghela nafas, bisakah ujian diundur saja? Dia sungguh malas untuk belajar, walau jatuhnya tetap saja dia yang akan mendapat peringkat terbaik di kelas. Orang-orang hanya tidak tahu, dibalik sosok Viana yang terkenal pintar itu, sebenarnya ia adalah perempuan pemalas.

Siapa yang tidak mengenal Viana Agatha? Sosok yang merupakan salah satu anggota Thunder CS. Yaitu sebuah geng terkenal di SMA Nusa Bakti yang diisi dengan cewek-cewek famous seperti Viana.

Berwajah datar selalu membuat Viana dipandang sebagai cewek yang angkuh dan juga judes. Murid kebanggaan banyak guru karena prestasinya yang selalu saja dapat meraih kejuaraan dalam olimpiade dan lain sebagainya. Pintar dalam adu otak dan juga adu bicara. Jika sang lawan masih tidak menyerah untuk berdebat dengan Viana, Siap-siap saja dia yang akan dibuat mati kutu. Skakmatt! Apalagi mengingat Viana selalu menjadi pemenang pertama dalam hal menolak cowok. Pengagum Viana sudah tidak dapat dihitung dengan jari. Dan tentu saja dengan santainya Viana menolak mereka dengan sadis. Ucapannya yang baru satu kata saja sudah mampu membuat para kaum adam menelan mentah-mentah harapannya untuk memiliki kekasih Seperti Viana.

Viana mulai melangkah, manik matanya bertabrakan dengan netra Zeya. Zeya mengernyit heran. "Sendiri?" Tanya Zeya. Dia tersenyum kikuk, mungkin karena keadaan masih terbilang canggung.

Viana mengangguk singkat. 

Oh, ia sudah tahu alasan mengapa dirinya menjadi pusat perhatian tadi. Karena ia jalan sendiri, biasanya kan bersama tiga teman kampret-nya yang lain.

"Tumben?"

"Udah pada sampai di ruang dua belas." Jawab Viana singkat, cewek itu sangat ingin mengakhiri obrolan Zeya yang hanya sekedar basa-basi, sudah tahu Viana suka yang To The Point, malah diajak begituan. 

Zeya mengangguk sebagai jawaban. Dia sangat mengetahui jika Viana masih menaruh kecewa terhadapnya, terdengar dari nada suaranya yang datar dan raut wajah yang terkesan dingin. Berbeda dengan dulu saat mereka masih sering bersama, Viana sangat suka tertawa. Walau Mata tajamnya terkesan sinis, jika ia sudah tersenyum, maka para kaum adam akan dibuat mabuk. Munafik jika mereka bilang Viana ialah sosok gadis yang biasa saja.

Viana yang tidak ingin berlama-lama berduaan dengan Zeya pun melanjutkan tujuan awalnya. Begitu pun dengan Zeya, yang sudah tau apa yang diinginkan oleh Viana. Viana berjalan menaiki anak tangga, sedangkan Zeya sebaliknya. Cewek itu tersenyum kecut saat sudah membelakangi Zeya, mantan sahabatnya.

Ia mendorong pintu kelas, lalu melangkah masuk. Viana mendaratkan bokongnya dikursi belakang. Risiko absen nama dengan huruf awalan V. Walau dibelakang Viana masih terdapat satu kursi kosong lagi.

Seseorang berbalik badan kearah nya, diikuti kedua orang lainnya.

"Muka nya kusut banget, gak dibawa ke laundry apa?" Celetuk Rachel bergurau.

"Garing," jawab Viana.

"Kriuk kress." 

"Kobe."

Dengan kompak, Shanon dan Fifi menyambung kalimat layaknya iklan yang terkenal di televisi. Viana hanya menggeleng heran, teman-teman nya ini sungguh korban iklan sekali.

"Udah belajar?"

Viana mengangguk sambil bergumam kecil. 

"Kenapa gue ngerasa kita bakalan menjauh ya?" Entah angin apa dan darimana, Viana menanyakan hal yang menurut teman-temannya adalah pertanyaan unfaedah.

Rachel tertawa kecil, "Pikiran macam apa itu, Vi? Lagian buat apa kita menjauh?"

"Kita kan selalu bareng," Fifi menampar angin, "Jangan mikir yang enggak-enggak. Entar kejadian beneran loh!"

"Eh amit-amit!" Shanon menoyor kepala Fifi, "Lu kalo nge-bacot, yang bagusan dikit kenapa!"

"Kan Viana duluan tadi,"

"Ya gak usah ditambahin, dodol."

"Kan cuma ngasih tau,"

"Tapi gak gitu juga."

"Sst!" Viana menyenggol-nyenggol lengan Shanon. Sayangnya, Shanon tidak mengindahkan teguran Viana.

Sudah makanan sehari-hari bagi Viana dan Rachel, menyaksikan kedua temannya bertengkar. Anehnya, walau tidak pernah akur, mereka tetap bersama. 

Selalu seperti itu!

"Woi." Rachel berusaha melerai.

"Diem lo!"

"Lo yang diem!"

"Lo duluan yang bacot."

"Kalo tau gue bacot, diemin aja. Jadi ribut gini kan kalo lo berkomentar!" Fifi mendelik tak suka.

Shanon tertawa hambar, "Woi! Ngaca, apa dirumah lo gak ada kaca? Sini, gue beliin.”

“Eh udah kenapa.” Lerai Viana.

Keadaan sudah semakin runyam, pertengkaran mereka sudah mulai sedikit bising didalam ruangan.

"HEI TOLONG YA, ITU IBU-IBU YANG NGUMPUL DIBELAKANG DIAM! DAN PINDAH KE TEMPATNYA MASING-MASING. ULANGAN AKAN SEGERA DIMULAI!!"

Seketika hening.

Bahkan, yang sedang menulis contekan saja terdiam, efek kaget. Suara tegas khas milik Bu Tuti memenuhi setiap sudut ruangan. Aliya, yang notabene duduk tepat dihadapan Bu Tuti saja sampai menutup telinga nya erat-erat. Bahkan, ditempat duduk Zenara yang paling belakang masih terdengar keras.

Lihat selengkapnya