“Jadi semalem ada apa?” tanya Yesa pada Devan.
“Saya gak bisa memastikan Pak, tapi pertengkaran antara Mas Yohan dan Mbak Jasmine makin panas.”
“Kenapa bisa? Mereka berantem lagi?”
Devan mengangguk, “semalem Mas Yesa belain Claire yang di dorong sama Mbak Jasmine.”
“Jasmine, dorong Claire? Kamu yakin?”
Devan hanya terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena dia juga tidak yakin dengan apa yang terjadi dan dia tau bukan haknya untuk bicara.
Devan tahu bahwa, semenjak kepulangan Jasmine ke Indonesia, semua orang terlihat waspada, terlebih lagi Yesa, seakan pulangnya Jasmine ke Indonesia menjadi perhatian semua orang.
Benar kata Jasmine, Devan dulu bukanlah sekretaris Yesa. Devan baru masuk sekitar 4 tahun lalu, karena yang sebelumnya mengundurkan diri untuk fokus mengurus anak dan keluarga.
Jadi Devan tidak tahu apa yang terjadi antara Yohan dan Jasmine atau sedekat apa keluarga Lesmana dan Kalerin.
Semua pertanyaan dia tentang kedekatan keluarga tersebut, terjawab saat makan malam waktu itu, dan kondisinya tidak baik-baik saja.
“Ya Lex,” ucap Yesa di ponselnya, dan itu membuyarkan lamunan Devan, “oke, naik aja langsung ya.”
“Jasmine dateng kesini pak?”
“Ya.”
***
Jasmine berdiri di depan meja Yesa seperti orang yang sedang dihukum oleh guru. Yesa tetap diam sambil menatap Jasmine yang masih berdiri.
“Kak.”
“Udah mau ngomong sekarang? Mau ngaku dosa apa kamu sama kakak?”