Tahun 2012, saat dunia masih terasa sederhana dan belum terjangkit hiruk-pikuk teknologi secanggih sekarang, Jay seorang pemuda yang berjiwa bebas, saat itu masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Ia bukanlah seorang pelajar yang terlalu menonjol dalam akademik, tetapi memiliki satu hal yang tak bisa dipungkiri—semangatnya untuk berpetualang. Dalam setiap kesempatan, Jay selalu menemukan cara untuk melarikan diri dari rutinitas sehari-hari, dari sekolah yang kadang terasa membosankan, hingga dari pekerjaan rumah yang menumpuk. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan perjalanan-perjalanan spontan, bersama teman-temannya yang memiliki semangat yang sama. Mereka tak peduli dengan apa yang mereka miliki. Yang terpenting bagi mereka adalah kebersamaan dan tekad untuk menjelajahi dunia—walaupun terkadang hanya dengan modal nekat.
Bagi Jay, rumahnya sudah menjadi semacam "basecamp" bagi siapa saja yang memiliki semangat yang sama. Banyak teman lama, maupun teman baru, datang dan pergi. Rumah Jay bukan hanya tempat berteduh, tetapi tempat untuk merencanakan perjalanan-perjalanan liar, berbincang tentang musik, kehidupan, dan segala hal yang memberi mereka kebebasan. Meskipun mereka tak selalu memiliki uang, mereka selalu bisa menemukan cara untuk bersenang-senang. Seperti yang sering diucapkan oleh mereka dalam tongkrongan: "Kami selalu bisa berlibur, walau hanya dengan cara meng-gembel."
Pagi itu, Jay memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Ia sudah merencanakan sebuah perjalanan yang telah lama ia impikan: pergi ke Bandung. Kota yang terkenal dengan kesejukannya, kulinernya, dan tentu saja, tempat berkumpulnya para seniman. Jay sudah tidak sabar. Ia ingin menonton konser band metal lokal yang sangat ia sukai, yang kebetulan digelar di Bandung. Esok pagi, band tersebut akan tampil, dan Jay tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Tentu saja, ini bukan hanya sekadar liburan biasa bagi Jay. Ada sesuatu yang lebih mendalam di balik perjalanan ini—sebuah panggilan jiwa yang selalu mengarahkannya untuk mengikuti musik, kebebasan bersama teman-temannya.
Hanya dengan uang 15 ribu rupiah di saku celananya, Jay tak merasa ragu sedikit pun. Uang itu mungkin tidak cukup untuk membeli tiket masuk konser, apalagi untuk makan dan perjalanan mereka yang jauh. Namun, Jay yakin bahwa dengan tekad dan semangat juang yang kuat, semuanya akan berjalan lancar. Teman terbaiknya, Rohman, sudah pasti akan ikut serta. Mereka berdua memiliki kesamaan frekuensi: bebas, berani, dan penuh semangat.
Jay segera mengenakan sepatunya yang sudah mulai rusak, serta kaos hitam bergambar band metal favoritnya, yang menjadi identitas dirinya. Di sampingnya, Rohman mengenakan kaos bergambar Slank, band legendaris yang juga menjadi bagian dari jiwa bebas mereka. Rohman membawa bendera kecil Slank yang selalu ia bawa ke mana pun pergi, sebagai simbol dari rasa hormat terhadap band itu.
Mereka berdua sudah siap untuk berangkat. Meskipun mereka tahu perjalanan itu bisa jadi penuh tantangan, tekad mereka tidak pernah goyah. Setelah hampir satu jam menunggu di jalanan, mereka akhirnya berhasil mendapatkan tumpangan. Sebuah mobil truk yang melaju menuju Bandung dengan sopir yang baik hati. Dengan wajah gembira, mereka melompat ke atas truk, dan perjalanan pun dimulai.