Stasiun Baru

Topan We
Chapter #13

Semalam Setelah Peresmian

Malam turun perlahan di kampung itu, Jay, membawa udara lembap yang bercampur bau tanah dan asap dapur. Lampu-lampu rumah menyala satu per satu, sebagian temaram, sebagian terang, tapi hampir semuanya akrab bagi Jay. Di kampung ini, jarak rumah hanya beberapa langkah kaki. Orang-orang tahu siapa bertengkar dengan siapa, siapa sedang jatuh cinta, dan siapa sedang menyimpan rahasia.

Rumah Jay menjadi satu-satunya tempat yang tak pernah benar-benar sepi saat malam. Teras kecilnya adalah ruang pengakuan, ruang tawa, ruang sumpah serapah, dan ruang pelarian. Anak-anak tongkrongan, yang tak lain adalah tetangga-tetangganya sendiri, menjadikan rumah itu seperti basecamp. Tak ada aturan. Tak ada jam pulang. Selama kopi masih ada dan gitar masih bisa dipetik, malam selalu punya alasan untuk terus berlanjut.

Deri duduk bersila dengan gitar akustik di pangkuannya. Jari-jarinya memetik senar dengan pelan, mengalun lagu Terlalu Manis yang sudah terlalu sering mereka nyanyikan sampai hafal di luar kepala.

"Dimalam yang dingin dan gelap sepi...," suaranya parau, tapi jujur.

Dani duduk di sampingnya, ikut bersenandung, sementara Fahmi memukul-mukul galon kosong sebagai pengganti cajon. Musik mereka sederhana, tapi penuh rasa. Lagu-lagu balada lama, Slank, Iwan Fals, Franky Sahilatua, menjadi doa dan luapan emosi yang mereka nyanyikan tanpa sadar.

Jay duduk sedikit menjauh, bersandar di tembok, ponsel jadulnya tergeletak di samping. Tapi malam ini, perhatiannya bukan pada gitar atau lagu. Ia memegang ponsel lain, HP pinjaman dari kakaknya dengan layar sedikit lebih cerah, tempat Facebook-nya terbuka.

Nama itu kembali muncul di layar.

Hana.

Inbox mereka berjalan pelan tapi pasti.

Hana : "Kamu lagi ngapain?"

Jay : "Biasa. Nongkrong sama anak-anak di rumah."

Hana : "Rame dong?"

Jay : "Enggak. Malah adem. Sampe saya bisa mikirin kamu saking ademnya."

Hana : "Mulai...."

Jay tersenyum sendiri. Senyum yang tidak ia sadari muncul berkali-kali malam itu. Dadanya terasa ringan. Kasmaran, kata orang. Jay tidak pernah menyangka dirinya bisa tenggelam sejauh ini hanya oleh kata-kata sederhana di layar.

Teman-temannya belum tahu. Jay belum pernah menyebut nama Hana. Bukan karena ia ingin menyembunyikan, tapi karena ia merasa belum waktunya. Ia ingin menikmati perasaan ini sebentar saja, tanpa komentar, tanpa ejekan, tanpa gangguan.

"Huhhh," sahut Dani sambil tetap mengikuti petikan gitar dari Deri. "Fokus hp terus nih? Biasanya paling berisik."

Jay mengangkat wajahnya, tersenyum tipis. "Lagi mikir."

Lihat selengkapnya