Sean berjalan tergesa-gesa menuruni anak tangga rumahnya. Ia baru ingat jika hari ini, ia memiliki jadwal piket untuk mengawasi anak-anak yang datang terlambat ke sekolah. Dan bodohnya, ia sendiri yang hampir melupakan hal tersebut. Seandainya tadi kedua adik kembarnya itu tidak datang ke kamarnya dan merusuh disana, maka dapat dipastikan Sean akan benar-benar terlambat ke sekolah.
"Bang, ayo sarapan dulu." Mama Sean--Felicia--memanggil anak tertuanya itu untuk ikut bergabung bersama mereka.
Sean melirik sekilas ke arah dapur. Disana, ia melihat mamanya sedang mengoleskan selai ke atas selembar roti yang telah dipanggang sebelumnya. Ia juga dapat melihat papanya yang sedang sibuk membaca koran dengan secangkir kopi panas di tangan kanannya. Lalu disisi lain, ada Jesse and Jessi--adik kembarnya--yang terlihat sedang asik dengan roti dan segelas susu coklat di samping mereka. Tangan kanannya terangkat, memeriksa jam yang ada di sana. Pukul 06.20. Ia masih memiliki waktu sekitar 40 menit sebelum bel masuk benar-benar berbunyi.
Sean melangkah perlahan menuju meja dapur. Ditariknya salah satu kursi yang ada disana, lalu kemudian mendudukinya.
"Morning," sapanya datar. Jefford--papa Sean--melirik sekilas ke arah anak laki-lakinya itu, memastikan bahwa yang duduk di depannya ini bukanlah hantu atau ilusinya semata karena Sean sangat jarang mau diajak sarapan di rumah seperti ini. Biasanya cowok itu akan langsung berangkat ke sekolah tanpa mau menyentuh sarapannya sama sekali. Namun pagi ini entah keajaiban apa, Sean tiba-tiba datang dan bergabung bersama mereka. Hal ini tentu membuat Felicia dan Jefford merasa senang.
"Tumben amat bang, mampir kesini." Sindir Jessi--anak bungsu di keluarga Warren. Dibandingkan kembarannya, Jessi cenderung lebih sering melontarkan kata-kata pedasnya. Berbeda dengan Jesse yang lebih sering diam namun memperhatikan.