Bella turun dari mobil dengan perasaan was-was. Setelah membaca pesan yang dikirimkan Sean tadi, gadis itu menjadi tidak tenang sendiri. Pasalnya, pacarnya itu tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman kepada murid-murid yang datang terlambat ke sekolah. Dan sepertinya hari ini, Bella akan membuktikan sendiri kebenaran dari rumor tersebut.
Bella baru saja akan mendekati gerbang ketika melihat Sean datang dengan beberapa teman osisnya, membawa sebuah buku tulis dan pulpen di tangan masing-masing. Tanpa perlu bertanya lagi, Bella tahu buku dan pulpen itu akan digunakan untuk apa. Tentu saja untuk mencatat nama anak-anak yang datang terlambat di hari itu!
Sekarang, Bella harus memutuskan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya. Menyerahkan diri begitu saja dan membiarkan namanya dicatat lalu setelah itu menerima hukuman dengan berlapang dada, atau mencari jalan lain untuk kabur dengan konsekuensi dirinya bisa saja tertangkap.
Sebagai cewek yang menyukai hal-hal ekstrim, Bella tentunya memilih opsi kedua. Ia lebih baik ditangkap karena mencoba melarikan diri daripada harus pasrah menerima nasib. Setidaknya pilihan kedua memberinya keuntungan hingga 50%. 50% lolos dan 50%nya lagi tertangkap. Kalaupun pada akhirnya ia harus tertangkap juga, maka gadis itu hanya berharap bahwa bukan Sean yang akan menangkapnya. Ia akan merasa sangat malu jika hal itu sampai terjadi.
Bermodalkan tekad dan keberanian yang kuat, Bella mulai memanjat tembok yang tidak terlalu tinggi itu. Ia bersyukur karena sampai detik ini, belum ada satupun anggota osis yang berhasil menemukan tempat itu karena tempat tersebut hampir seluruhnya diselimuti oleh semak-semak belukar. Siapapun akan merasa risih jika datang kesana. Tetapi sekali lagi, Bella tidak mempermasalahkan hal itu. Selagi ia bisa keluar-masuk area sekolah dengan bebas, kenapa tidak?
Setelah merasa cukup aman, Bella mulai mengambil ancang-ancang untuk turun. Dalam sekali lompatan, gadis itu telah berhasil mendarat dengan sempurna di atas tanah dan tanpa lecet sedikitpun. Ransel hitamnya yang sudah lebih dulu terjun bebas itu segera diambilnya. Dalam hati, ia bersyukur karena tidak ada seorang pun yang melihat aksi nekatnya itu. Namun pada kenyataannya, Sean sudah berdiri di sana sejak pertama kali gadis itu memulai aksinya. Yang berarti Sean sudah melihat semuanya.
Bella terkejut ketika mendapati Sean yang sedang bersandar di tembok dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada sedang menatap tajam ke arahnya.
"Se... sejak kapan lo disitu?" Tanyanya gugup. Bagaimana jika Sean sudah melihat semuanya?
"Sejak awal lo mutusin buat manjat tembok," Jawab Sean santai.
Mendengar itu, Bella rasanya ingin pingsan saja sekarang. Sepertinya dewi fortuna sedang tidak berada dipihaknya. Dibanding Sean, Bella akan lebih memilih ditangkap oleh anggota osis lainnya. Setidaknya ia tidak perlu menanggung malu dihadapan pacarnya sendiri.
"Kenapa?" Sean membuka suara setelah terdiam cukup lama. Cowok bertubuh jangkung itu berjalan mendekati Bella yang sudah terlihat gugup sejak tadi.
"Kenapa apanya?"
Terdengar helaan napas kasar dari Sean. Berbicara dengan Bella dibutuhkan kesabaran extra. "Kenapa telat? Gue kan udah kasih tahu lo kalo hari ini gue piket,"
Bella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung harus menjawab apa. "Itu... gue gak ngecek hp pas bangun tadi. Baru sempet ngecek pas di mobil dan itupun gue udah telat ke sekolah."