Steps

Emilia Nur maghfiroh
Chapter #2

Tawaran Riana

Seorang laki-laki terlihat sedang duduk di sebuah pinggiran halte bis. Lelaki itu menggunakan setelan kemeja lengan panjang berwarna biru navy dan celana bahan dengan rambut belah pinggir yang licin sekali. Ini sama persis dengan apa yang dikatakan Riana kemarin, sebab ternyata setelah diberitahu, ada perempuan yang ingin berkenalan dengan dirinya, lelaki itu langsung bersedia dan di sinilah mereka berdua berjanji untuk bertemu. Di sebuah halte di dekat tempat mengajar Mita.

“Sudah lama menunggunya, Mas?”

Riana menyapa Tomi yang sedari tadi sudah celingak celinguk menunggu kedatangan Riana dan Mita. Sebab, semenjak ia duduk di kursi halte ini, belum juga laki-laki itu menemukan tanda-tanda kedatangan mereka berdua.

“Tidak terlalu lama juga. Bagaimana kabarmu, Riana? Lama sekali, kita tidak bertemu. Lagipula, kamu semakin cantik juga.”

Tomi menggoda Riana, perempuan yang menjadi kembang kampus saat mereka berdua masih berkuliah. Hal ini, Tomi lakukan tepat di depan Mita juga. Namun, lelaki itu seperti tidak ada beban mengatakan hal demikian di depan Mita.

“Ah, Mas Tomi bisa saja. Oh iya, kenalkan ini temanku, Mita namanya. Nah, Bu Mita, kenalkan ini teman kuliah yang saya ceritakan kemarin, Pak Tomi.”

Ada sedikit rasa kurang nyaman dalam hati Riana ketika Tomi menggodanya di depan Mita. Namun, Riana kembali teringat tujuannya mengajak Romi di sini, yaitu untuk saling memperkenalkan kedua temannya. Sehingga, Riana segera memperkenalkan keduanya.

“Saya Mita.”

Mita tersenyum manis, tangannya ditangkupkan, kemudian diletakkan di depan dada sebagai tanda bersalaman. Melihat sikap Tomi dari awal, membuat Mita kembali ragu, apakah ia benar-benar ingin melanjutkan tahap perkenalan atau tidak.

“Tomi.”

Sedang Tomi sendiri, ia merasa sedikit malu karena telanjur mengulurkan tangannya. Dari hal sekecil ini saja, lelaki itu tahu bahwa perempuan yang didekati olehnya saat ini, adalah perempuan yang begitu menjaga dirinya dengan baik, tidak seperti perempuan-perempuan di luar sana yang begitu mudah bergaul dengan laki-laki.

“Dia ini, sudah ditinggal mati suaminya karena kecelakaan lima bulan yang lalu, Mas. Anaknya satu. Karena beliau ini begitu cantik, ada seorang teman mengajar kami, yang sering menggoda beliau. Saya khawatir, dari hal itu timbul fitnah nantinya.”

Sedikit demi sedikit, Riana mulai menceritakan Mita pada Tomi, dengan harapan Tomi bisa memahami apa yang dikatakan Riana dan kemudian, semakin kuat keinginan laki-laki itu untuk menikah dengan Mita.

“Oh, jadi begitu. Nah, mungkin untuk cerita saya sendiri, Ibu Mita sudah tahu dari Riana. Saya tidak berasal dari orang tua yang mampu. Hanya mengandalkan ladang milik orang tua yang saya olah sendiri. Kemudian, jika sudah masa panen hasil dari ladang itu kami jual, dan uang yang didapat kami kelola untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Intinya, saya hanya laki-laki sederhana, Bu.”

Tomi menceritakan bagaimana kehidupannya sehari-hari kepada perempuan yang saat ini berada di hadapannya. Namun, meski begitu ia juga tak dapat menutupi kekagumannya terhadap Riana. Sejak terpisah beberapa tahun lalu, keduanya hanya berkomunikasi via telepon dan berkirim surat saja.

“Saya pun seperti itu, saya berstatus janda dengan satu anak dari almarhum suami saya. Setelah perkenalan ini, saya harap masa perkenalan kita tidak lama-lama ya, Mas. Tiga bulan saja, lebih cepat lebih baik. Sebab saya juga terlalu takut jika timbul fitnah.”

Statusnya yang seorang janda, membuat Mita begitu berhati-hati dalam bertindak. Ini semua demi menjaga harga dirinya dan martabat keluarga yang ia bawa. Sebisa mungkin, ia Batasi pergaulannya dengan lawan jenis jika memang tidak ada urusan syar’i.

“Semoga, saja.”

Tomi tersenyum manis kepada Mita, tanda ia menyetujui permintaan Mita. Padahal, jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam, lelaki itu masih menyimpan rasa yang luar biasa kepada Riana. Perihal perasaan, Tomi sendiri pernah mengatakannya pada Riana. Namun, Riana menolak waktu itu karena memang, tujuan gadis itu merantau di luar kota hanya untuk belajar. Bukan yang lain.

Saat ini, Mita benar-benar tidak bisa menggambarkan perasaannya sendiri. Bukan hanya senang, tapi juga rasa khawatir dan takut, jika pertemuannya hari ini tidak memberikan hasil seperti yang dia harapkan. Ia tahu, apa pun yang terjadi kepadanya memang sudah ditentukan oleh Allah. Namun, jika sampai rencana perjodohan ini gagal, bagaimana dengan Suryo? Pasti lelaki itu akan semakin keras mengejarnya, usaha untuk mendapatkan Mita akan semakin kencang ia usahakan.

Mita buru-buru menghapus pikirannya sendiri, ia kemudian memasrahkan segala halnya kepada Allah. Ia tahu, Allah penulis scenario terbaik untuk hamba-Nya, tak mungkin Allah hadirkan ujian, tanpa sedikit kebahagiaan di ujungnya, Semoga, kelak dengan hadirnya Tomi dapat menggantikan posisi Ridwan yang sudah lebih dulu meninggalkan Mita sendirian merawat anak lelakinya di dunia.

Lihat selengkapnya