Stevia baru saja merebahkan diri di tempat tidurnya setelah selesai membaca pelajaran untuk besok. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Bahkan jika ada PR beberapa hari ke depan, ia sengaja menyelesaikannya secepat mungkin agar pekerjaannya tidak menumpuk.
Saat ia hendak mengambil alat-alat perawatan wajah dan kulit yang selalu ia pakai setiap hari, handphonenya berbunyi. Ada sebuah panggilan masuk. Nama kontak yang tertera adalah Leonard.
"Halo!"
"Halo Via!"
Berbeda dengan kebanyakan orang yang memanggilnya Stev atau Stevi, pemuda itu punya sebutan khusus. Stevia curiga jangan-jangan namanya di kontak Leonard adalah Via Vallen. Tapi sepertinya tidak mungkin.
"Kamu lagi ngapain?"
Sejak zaman VOC masih ada di Indonesia sepertinya pertanyaan itu yang selalu diajukan seseorang untuk memulai percakapan. Seperti yang baru saja Leonard tanyakan. Stevia jarang menemukan seorang cowok yang punya kata pengantar yang menarik saat memulai pembicaraan.
"Lagi santai aja. Kamu?"
"Sama nih. Pasti bentar lagi mau pakai skincare ya?"
Stevia tersenyum walaupun ia tahu lawan bicaranya tidak bisa melihat ekspresinya.
"Ya betul. Sudah jadi kebiasaan, jadinya kamu bisa hafal. Omong-omong ada apa nih?"
"Nggak apa-apa. Cuma pengin dengar suara kamu aja."
Stevia langsung mencibir. Jelas aja dia nggak dengar suara Stevia. Leonard hampir tidak pernah mau berbicara dengannya saat bertemu langsung. Pemuda itu tidak punya kelainan bicara karena ia lancar berbicara di telepon dan di sekolah dengan yang lain. Stevia tidak pernah menanyakan hal itu. Karena menurutnya kalau Leonard benar-benar suka padanya, seharusnya pemuda itu akan memberitahukan alasannya.
"Oh aku pikir kenapa. Jadi itu aja? Udah dengar kan? Biar teleponnya kumatikan, udah malam nih."
"Jangan dong. Eh hmmm ... Kamu tadi nyapa Nacita di kantin ya tapi dicuekin?"
Stevia langsung ingat kejadian tadi siang saat pulang sekolah.
"Hai, Nacita! Kamu nitip donat ke ibu kantin ya?"
Ia berusaha ramah dan kata-katanya terdengar tulus. Namun yang disapa malah pergi setelah terlebih dahulu menatap wajah Stevia. Itu berarti ia bukannya tidak mendengar pertanyaan Stevia tapi memang sengaja mengabaikannya.
Semenit berlalu, Jovian lewat di hadapan Stevia yang sedang meneguk jus jeruk.
"Hai Jo. Tumben nggak bareng Nacita?"
"Ya. Dia udah pulang duluan."
Jawaban Jovian terdengar tidak ramah. Belum sempat Stevia mengajukan pertanyaan selanjutnya, pemuda itu sudah pergi meninggalkan dia tanpa bilang apa-apa. Kemarin mereka berdua kelihatan ramah, hari ini mereka berbeda 180 derajat. Ia kadang sebal karena bertemu dengan orang-orang yang aneh.
"Ya kok kamu tahu?" tanya Stevia pada Leonard yang mungkin sudah bosan menunggu jawabannya karena sibuk mengulang kejadian di sekolah dalam pikirannya.
"Aku tadi liat langsung. Menurutku kamu nggak usah repot-repot bersikap ramah sama dia. Aku perhatikan kamu kecewa karena dicuekin. Toh masih banyak yang bisa kamu ajak bicara. Teman-temanmu kan banyak."
"Kan kita harus ramah sama semua orang."