Aku menyerahkan kertas ujianku kepada pengawas dan keluar kelas. Pekan ujian berakhir juga. Dan ancaman bahwa aku tidak boleh ikut ujian ternyata tidak terbukti. Entah karena lobi Pak Eko berhasil, atau memang hanya gertak sambal.
“Bagaimana?” tanya Faldo. Ia sudah menantiku di luar gedung.
“Kecil.” Aku mengeluarkan rokok dan menggigitnya, tetapi tidak kunyalakan. Di kampus ini siapa pun dilarang merokok. Jadi, jika ingin merokok, mahasiswa harus keluar pagar dulu.
“Sombong.” Faldo mengejek, lalu tertawa.
“Malam ini mau ke mana?” tanya Faldo. Ia mengeluarkan rokoknya juga. Pagar pembatas kampus tinggal beberapa langkah lagi.
Aku mengangkat bahuku.
“Gue diajakin jalan lagi sama Feta.” Faldo . “Mau ikut?” tawarnya.
Aku mengangguk.
“Ntar malam gue jemput lo, ya? Pakai mobil gue aja,” ujar Faldo.
“Atur aja, Do,” jawabku.
Malam ini party diadakan di Puncak. Kami menggunakan vila yang telah disulap menjadi venue. Tentu saja kami akhirnya sekalian menginap di sana. Tidak masalah. Toh, setelah ujian perkuliahan libur.
…
Dari seluruh teman-temanku, aku paling dekat dengan Faldo. Kedekatan kami memang dimulai sejak OSPEK. Pasti masih ingat, kan, ketika aku disetrap bersamanya pada hari pertama OSPEK? Bahkan, kami diteriaki pacaran. Gara-gara kejadian itu, kami sering diejek berpacaran. Memang belakangan kami sering bersama. Namun, hubungan kami sebatas sahabat.