Suasana rumahku di Pondok Kelapa pagi ini lebih ramai dari biasanya. Pernikahanku berjalan lancar. Mengingat kesehatan Mama yang kian menurun, kami—keluargaku dan Abby—bersepakat agar aku dan Abby melangsungkan pernikahan secara agama dulu. Baru setelah ini kami akan mengurus administrasinya secara resmi.
Itu sebabnya kami tidak mengundang banyak orang. Paling hanya keluarga dekat dan sahabat. Gal dan Olivia termasuk yang aku undang. Aku sebenarnya ingin mengundang Veby juga. Namun, ia masih berada di luar negeri. Tidak mungkin memintanya hadir mengingat acaraku juga mendadak.
“Stevie!” Gal menghampiriku. Ia langsung memelukku, lalu menggenggam erat tanganku.
“Maaf, gue nggak sempat menengok elu.” Nada suaranya menyiratkan penyesalan.
“Nggak apa-apa,” ujarku. “Lagian kalau elu nengok gue, jangan-jangan elu malah ikut kena ciduk juga.” Aku tertawa.
“Pasti berat banget, ya?” Gal memandangku iba.
Aku tersenyum. “Karma does exist, right?”
Gal pun tersenyum.