Stigma

Nita Simamora
Chapter #14

CITA-CITA

Kenangan field trip masih membekas di ingatan murid-murid. Meskipun beberapa anak sudah sering pergi ke sana, tapi pengalaman pergi bersama teman-teman adalah sesuatu yang berbeda. Selama seminggu mereka terus membicarakannya. Saat waktu luang bahkan di sela-sela aktivitas belajar. Seperti di hari itu. 

“Miss, aku mau kaya Pak Satomi,” ucap Elroi sambil terus melakukan aktivitas menggunting.

“Bagus. Elroi pasti bisa!” respon Cello, sambil menyisipkan semangat. 

“Siapa Pak Satomi?” Arkan bertanya-tanya. Bocah itu penasaran pada sosok yang sedang menjadi pembicaraan.

“Arkan nggak tahu Pak Satomi?” Di ujung lain, Gilang menanggapi. Arkan pun menggeleng.

“Akan nggak dengew Kak Way, ya?” Kali ini Kentaro melibatkan diri dalam pembicaraan.

Cello mengernyit, heran. Bagaimana mungkin Arkan tidak tahu nama itu? Bukankah saat pemandu berkisah, hampir semua murid TK Bintang berdecak kagum? Tiba-tiba wanita itu tersadar. 

“Arkan nggak ada waktu Kak Ray cerita tentang Pak Satomi.”

“Oh, waktu Arkan hilang, ya, Miss?”

“Tersesat, Gilang! Bukan hilang,” protes Elroi yang ditanggapi dengan cibiran Gilang. Bocah itu tidak suka jika ada yang mengoreksinya.

“Arkan, kamu kenapa bisa sertesat?”

“Arkan bukan tersesat.” Cello meluruskan. “Arkan lagi nemenin gurita yang sendirian.” Wanita itu lalu melirik pada muridnya. Ia sedikit khawatir kisah sang gurita kembali membawa kenangan sedih bagi Arkan.

“Pak Satomi adalah pemandu penyelam untuk mencari spesies laut yang baru. Sebagai penghargaan, namanya dipakai untuk nama kuda laut terkecil di dunia. Hipocampus satomiae.” Cello mengulang penjelasan pemandu Sea World.

“Terus, Pak Satomi jadi terkenal kan, Miss?” Elroi memastikan.

“Iya. Orang-orang di dunia jadi kenal dengan nama Satomi.” Cello mengiyakan. “Tapi, bukan cuma Pak Satomi. Ada juga penemu-penemu lain yang namanya dipakai. Seperti, Mister Arnold yang namanya dipakai untuk bunga Rafflesia arnoldii. Ada juga penemu yang namanya dipakai untuk penyakit Alzheimer.” Cello kembali mengingat-ingat beberapa nama penemu.

Mendengar penjelasan itu, Arkan terpana. Dia bahkan tidak berkedip dan menatap penuh ketakjuban. Semua kisah yang disampaikan oleh sang guru membuatnya terpesona.

“Aku juga mau kayak mereka!” seru Elroi.

“Aku juga!”

“Aku juga!”

Murid-murid saling berebut menyampaikan harapan mereka.

“Bisa. Semua murid di kelas ini bisa menjadi penemu seperti mereka. Jadi, belajar yang rajin, ya.” Cello menyelipkan sebuah nasihat. Ia sangat senang pada semangat murid-murid. 

“Miss, astronot bisa jadi penemu juga?” tanya Arkan ragu-ragu. 

Cello pun teringat, bocah dihadapannya bercita-cita menjadi astronot. “Bisa. Kalau Pak Astronot Arkan menemukan bintang atau planet baru, bisa dikasih nama Planet Arkan. Atau Bintang Bunda Rere.” 

Cello teringat peristiwa mawar kuning. Ia tahu bahwa sang murid begitu mencintai bundanya. Wanita itu berharap agar rasa cinta itu terus terjaga. Meskipun di masa lalu, sang bunda sering menghujaninya dengan kekerasan fisik maupun verbal. 

“Boleh pake nama bunda, Miss?” tanya Arkan ragu-ragu.

Lihat selengkapnya