Berita tentang kondisi Rere sudah tersebar ke seluruh penghuni sekolah. Hal itu membuatnya menjadi bahan gunjingan wali murid di kelas lain. Teror ketakutan pun menghantui para orang tua.
Jika di hari pertama fenomena absen melanda Kelas Vega, maka di hari kedua hal itu menular ke kelas lain. Setiap harinya, semakin banyak murid TK Bintang yang ikut-ikutan absen. Hingga di hari kelima, murid yang hadir tidak lebih dari 20 persen. Itu pun dengan catatan ketat dari para orang tua. Mereka meminta wali kelas untuk menjaga anak-anak dari kontak fisik dengan Arkan.
“Kita nggak bisa mendiamkan hal ini, Miss Dara.” Wali Kelas Cannopus memulai wacana. “Murid-murid TK besar harus mempersiapkan diri sebelum masuk SD. Selama Arkan belum dikeluarkan dari sekolah, mereka mengancam untuk terus absen.”
Siang itu, seluruh guru mengadakan rapat bersama kepala sekolah. Mereka harus menindaklanjuti fenomena absennya murid-murid TK Bintang. Pihak sekolah tidak bisa membiarkan hal itu terus berlarut-larut.
“Kenapa murid-murid itu absen?” tanya Dara.
Meskipun telah menduga jawabannya, sang kepala sekolah tetap harus bertanya. Dia ingin memastikan bahwa tebakannya tidak keliru. Selain itu, dia juga harus memastikan kesamaan pandangan seluruh peserta rapat.
“Orang tua khawatir anak-anaknya tertular.” Kali ini, Wali Kelas Rigel yang menjawab. Dia mengatakannya dengan penuh keraguan. Wanita itu tidak ingin menyinggung perasaan rekannya.
“Tertular apa, Miss? Arkan kan nggak positif,” tanya Cello. Ia mengetahui maksud kalimat Wali Kelas Rigel.
“Tapi, nggak ada bukti bahwa Arkan negatif, kan? Kita nggak boleh egois, Miss. Jangan korbankan satu sekolah hanya karena satu murid,” sergah Wali Kelas Cannopus.
Kalimat tersebut terasa menusuk jantung Cello. Wanita itu tahu, seharusnya ia melarang Arkan untuk ke sekolah. Harusnya ia mengikuti keinginan para orang tua untuk mengeluarkan Arkan.
Akan tetapi, ia tak sanggup melakukannya. Arkan sedang dalam fase semangat untuk belajar. Semua tugas di kelas, coba diselesaikannya dengan baik. Bocah itu benar-benar bertekad belajar, demi meraih cita-cita. Hal yang tidak pernah terjadi di bulan-bulan sebelumnya.
“Miss Cello sudah menghubungi bundanya Arkan?” tanya Dara. Wanita itut mencoba menetralisir ketegangan yang terjadi.
“Sudah, Miss. Besok pagi, bundanya ke sini.” Cello menunduk dalam. Dalam hati, wanita itu mulai merasa bersalah pada murid-murid TK Bintang.
“Ya sudah. Kita lihat besok.” Dara menutup rapat kali itu.
***