“Amerika?” Gio refleks berdiri. Dia begitu terkejut mendengar penuturan mantan istrinya.
Rere mengangguk lemah. Kepalanya tertunduk dalam. Air mata yang telah lama ditahan, perlahan menetes. “Arkan akan hidup normal di sana.”
Gio membungkuk. Pria itu menatap lekat wajah wanita yang dicintai. “Apa kamu pikir di negara ini Arkan nggak bisa hidup normal?”
Rere menggeleng mantap. Pengalaman sudah mengajarkannya banyak hal. Meskipun berat, ia berharap keputusannya kali ini adalah yang terbaik.
Malam itu, suasana restoran cukup lenggang. Hal itu menguntungkan bagi mereka. Keduanya bisa berbicara bebas tanpa khawatir mengganggu pengunjung lain.
Sementara di lantai 23, Arkan sedang beristirahat bersama Jule. Wanita itu lalu mengundang mantan suaminya untuk berbincang pribadi di lantai dasar. Sebelum berangkat ke Amerika, Rere ingin ayah dan anak itu tinggal bersama di apartemennya. Sementara ia akan menginap di kantor.
“Apa kamu yakin, lingkungan di Amerika akan memberikan perlakuan yang berbeda?” Gio berjalan mondar-mandir, berusaha meredam keresahan di hati.
Rere kembali menggeleng. “Arkan tidak akan pernah hidup normal di negara manapun, selama aku ada di sisinya.”
“Maksud kamu?”
“Arkan akan tinggal bersama Rick dan Kim.” Rere memberi jeda. Ia butuh kekuatan untuk melanjutkan kalimat. “Mereka akan menjadi wali Arkan,” sambung Rere dengan suara bergetar.
“Kamu-”
“Arkan akan tinggal dengan uncle dan aunty-nya. Menjadi anak dari sebuah keluarga komplit yang bersih.” Rere memotong kalimat Gio.
“Kamu … Kamu mau kasih Arkan ke Rick?” tanya Gio penuh penekanan. Dia sungguh tidak percaya, wanita di hadapannya sanggup melakukan hal tersebut.
“Ketika lingkungan tahu bahwa Arkan tinggal bersama bundanya yang ODHA … Arkan akan kembali mendapat penolakan.”
Rere menyeka air mata di pipi. Ibu mana yang sanggup berpisah dengan anaknya? Meski diserahkan kepada kerabatnya sendiri. Namun, ia tak punya pilihan lain.
“Lalu, apa yang akan kamu lakukan?”
“Melanjutkan bisnis dan fokus pada LSM,” ucap Rere datar.
Gio menghela napas panjang. Dia tahu, Rere adalah wanita keras kepala. “Kamu nggak ingin mengubah keputusan?”
Rere menggeleng lemah.
“Apa kamu menyerah?”
“Aku tidak punya pilihan lain, Gio! Kamu pikir, aku tidak berat berpisah dengan Arkan? Kamu pikir aku tidak akan menderita?”
“Lalu kenapa kamu lakukan ini?”