Rumah adalah sebuah tempat berlindung
Tempat melepas lelah dan menciptakan cinta dan rindu
Tempat bercerita dan tertawa dan menangis
Pun sebagai tempat merajut mimpi-mimpi baru
Saat fajar mulai berubah menjadi terang, sinar matahari mulai menerobos lewat sela-sela kanopi hutan. Udara pagi masih terasa sangat dingin saat Ryana berjalan keluar. Perut yang keroncongan membangunkannya dari tidurnya yang pulas. Dia berjalan pelan meninggalkan kedua saudara laki-lakinya yang terlihat masih tidur nyenyak.
Ryana langsung bergegas keluar, merenggangkan tangannya dan menghirup udara segar di pagi hari. Tubuhnya terasa ringan. Demamnya sudah tidak ada. Kini suhu tubuhnya kembali normal seperti biasa. Seketika matanya terbelalak melihat tempat yang mereka tempati untuk beristirahat semalam. Mulutnya menganga dan mulai berteriak sangat kencang.
KAKK VYNOOOOOOO
Suara teriakan itu membangunkan tidur Vyno dan Allvaro. Vyno bangkit dari tidurnya, dia melihat Allvaro di sampingnya yang menangis. Suara teriakan Ryana yang terus berkumandang membuat Vyno bergegas menarik tubuh adiknya itu dan berlari keluar.
“Ryana! Ada apa? Kamu kenapa?” tanya Vyno dengan nada yang tinggi. Dia khawatir terjadi sesuatu dengan adik perempuannya.
“Kak Vyno cepat keluar! Sini coba lihat” teriak Ryana menarik Vyno keluar dari tempat itu dan menunjukkan apa yang di lihatnya.
“Ada apa Ryana?” tanya Vyno penasaran.
“Lihat kak kita menemukan pesawat, semalam kita tidur di pesawat ini” kata Ryana seraya mengelilingi pesawat itu.
Sebuah bangkai kepala pesawat terbang yang sudah di penuhi rumput-rumput liar yang menjalar dan menutupi Bangkai pesawat itu.
“Haa?!.. Kamu benar Ryana ini adalah pesawat terbang,” teriak Vyno membelalakkan matanya.
“Kita tidak akan kehujanan kalau nanti malam hujan deras turun lagi,” kata Ryana sambil bertepuk tangan kegirangan.
“Allvaro.. kita punya tempat tinggal baru. Rumah terbaik yang ada di seluruh dunia. Kita akan tinggal di dalam pesawat mulai hari ini,” ucap Vyno kepada adik yang berada di pelukannya.
“Mana ada orang yang tinggal di pesawat. Kita hebat kan Allvaro, rumah kita adalah pesawat terbang. Waaaahhh kita hebat kak Vyno” ujar Ryana sambil melompat-lompat kemudian berputar-putar dan tertawa. Vyno mengikuti tingkah adiknya dan mereka berdua tertawa bahagia.
“Kak Vyno ini sudah jam 08.00 pagi, Apa kakak tidak pergi bekerja?” Ryana berhenti tertawa dan mengingat kalau kakaknya harus berangkat kerja hari ini.
“Tidak hari ini saya tidak akan bekerja.” sahut Vyno.
“Kenapa tidak? Pak Guntur marah ya karena semalam kakak datang terlambat ke rumahnya? Apa kakak di berhentikan? Ada apa kak Vyno?” tanya Ryana menodong saudara laki-lakinya dengan berbagai macam pertanyaan.
“Aduhhh Ryana.. pertanyaan kamu terlalu banyak. Kamu sedang memberi aku ujian ya? Pertanyaan kamu membuatku pusing menjawab pertanyaan yang mana dulu,” balas Vyno kemudian membalikkan tubuhnya.
Ryana berpikir kalau kakak perempuannya itu sedang sedih. Kak Vyno pasti sedih karena pak Guntur memarahinya dan berhenti bekerja pikir Ryana dalam hatinya. Kakinya berjalan mendekati Vyno dan menepuk-nepuk pundaknya pelan.
“Kak Vyno jangan sedih ya, nanti kakak pasti bisa dapat pekerjaan lagi. Ryana yakin kok. Nanti aku akan berdoa sama Tuhan, supaya kak Vyno bisa bertemu orang yang baik lagi dan kak Vyno bisa mendapat pekerjaan lagi” lirih Ryana mencoba menenangkan saudara laki-lakinya itu.
“Buat apa pekerjaan baru?” protes Vyno menolehkan kepalanya kepada Ryana.
“Kan kakak sudah berhenti bekerja dengan pak Guntur.” balas Ryana.
“Kamu itu sok tau ya Ryana!” teriak Vyno seraya mengibas-ngibaskan tangannya mengusir nyamuk nakal yang mencoba mendekati pipi Allvaro.
“Haa!? Maksud kak Vyno apa?” tanya Ryana kebingungan.
“Karena hari ini adalah hari minggu jadi pak Guntur bilang tidak perlu datang untuk bekerja Ryana..” jawab Vyno dengan lantang.
“Ooww begitu ya. Hahahaha...” Ryana menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia merasa malu karena isi pikirannya ternyata salah.
“Yaudah kalau gitu kita bersihkan saja rumah baru kita,” ajak Vyno semangat kepada Ryana yang masih menggaruk-garuk kepalanya.
“Hmmm ide yang bagus sekali, kata Mama kita harus rajin bersih-bersih supaya kuman pergi jauh-jauh.” ujar Ryana semangat.
“Kita mulai dari mana Ryana?” Tanya Vyno bingung harus memulai dari mana.
“Dari mana ya kak?” bukannya menjawab pertanyaan saudara sulungnya malah balik bertanya.
Mereka berdua berdiri dan tampak sedang berpikir harus dimulai dari mana. Mata mereka menatap kepala pesawat yang sangat besar itu.
“Kita mulai dari luar saja dulu” Kata Vyno lalu melihat Allvaro.
“Bagaimana dengan Allvaro?” tanya Ryana melihat Allvaro yang sedang tertidur pulas di dalam dekapan Vyno.
“Kamu tidurkan saja Allvaro di dalam” jawab Vyno seraya menyodorkan Allvaro ke dalam dekapan adik perempuannya.
Ryana mendekap tubuh kecil Allvaro dan berjalan masuk ke dalam bangkai pesawat. Ryana dengan perlahan meletakkan tubuh Allvaro di atas selimut mereka yang sedikit lembab akibat hujan semalam yang menerpa tenda usang.
Tangannya yang kecil mengusap kepala Allvaro lalu menepuk-nepuk pahanya saat bergerak ketika Ryana melepaskannya dari pelukannya yang menghangatkan tubuh Allvaro. setelah merasa Allvaro sudah tenang dan terlelap. Ryana dengan perlahan-lahan melangkahkan kakinya dan meninggalkan Allvaro.
“Allvaro sudah tidur kak Vyno.” teriak Ryana.
“Sutttt.. jangan teriak! Ngomongnya yang pelan Ryana. Nanti Allvaro bangun” sahut Vyno dengan suara yang sedikit di kecilkan.
Ryana menutup mulutnya kemudian mengangguk-anggukkan kepala sebagai tanda persetujuaan atas perintah saudara laki-lakinya.
“Sini bantu aku menarik tumbuhan ini.” kata Vyno
“Apa kita bisa kak? Ini sangat banyak?” sahut Ryana
“Makanya kita coba aja dulu, ayo cepat Ryana,” ajak Vyno sambil menarik-narik tumbuhan menjalar ‘tali putri’ yang sudah menutupi bangkai pesawat itu. Vyno dan Allvaro menarik-narik dengan kekuatan yang mereka miliki.
“Hahhhhhh.. banyak sekali Ryana! Aku capek..” kata Vyno tersungkur duduk ke atas rumput liar yang ada di sekitar tempat itu.
“Aku juga gak kuat kak Vyno... ini banyak sekali,” sahut Ryana dengan suara terengah-engah lalu merebahkan tubuhnya di dekat Vyno.
Melihat adik perempuannya, Vyno mengikuti apa yang dilakukan Ryana. Dia mendaratkan tubuhnya di samping Ryana. Mata mereka menatap tajam daun pepohonan yang melambai-lambai di terpa angin. Mereka berdiam dan memikirkan sesuatu di pikiran mereka masing-masing.