STILL ALIVE

Firsa Lorena surbakti
Chapter #16

AIR PANCURAN

Mari menjadi seperti air

Hadirnya selalu dinantikan dan

Hilangnya menciptakan kehampaan bagi semua mahluk

Mentari pagi terbit di sebelah timur. Suara kicauan burung menjadi alarm alami untuk ketiga makhluk kecil yang masih menggeliat di dalam bangkai pesawat itu. Tangisan Allvaro membangunkan mereka yang masih ingin menikmati tidur mereka yang lebih nyenyak di rumah baru mereka dari pada di tenda usang kemarin.

Ryana membuatkan Allvaro susu formula dan menggendong adiknya yang menangis. Vyno ingin memasak tetapi persediaan air yang tidak ada mengurungkan niatnya dan mereka menyantap makanan sisa yang dia buatkan tadi malam untuk mengganjal perut yang lapar.            Vyno bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Botol minum dan senter ia masukkan ke dalam kantongan plastik berharap pak Guntur akan memberikannya air bersih nanti.

“Ryana aku pergi kerja dulu ya, kamu jaga Allvaro dengan baik” ujar Vyno seraya memakai lalu mengikat tali sepatunya.

“Kak Vyno, apa kakak tau jalan menuju ke rumah pak Guntur? Kita kan sudah tidak berada di tenda usang?” tanya Ryana takut jika kakaknya kesasar di hutan belantara ini.

“Kamu tenang aja ya, aku kan bisa pakai tali untuk mencari jalan” balas Vyno sambil mengusap kepala Ryana.

Vyno mencari sisa tali di dalam tas mereka tetapi tidak ada. “Ryana apa kamu tau tali yang kemarin ada dimana?” tanya Vyno

“Sejak semalam aku tidak melihat ada tali di dalam tas kita” kata Ryana

Vyno mengingat bahwa tali itu tertinggal di tempat saat Vyno mengompres kening Ryana. Vyno meletakkannya di atas rumput dan lupa membawanya. Ia jadi bingung dan berdiam diri sambil berpikir. Aku tidak akan bisa menemukan jalan pulang ke tempat ini jika tidak ada tali pikir Vyno dalam hati.

Kemudian dia berlari keluar dan mengubrak-abrik rerumputan yang semalam mereka tumpuk di dekat bangkai pesawat itu. Tangannya menarik tali putri dan memotongnya menjadi beberapa bagian. Vyno mendapat sebuah ide, tali putri bisa menggantikan tali yang saat ini sangat di butuhkan olehnya. Kemudian ia menyimpannya di dalam kantong plastik.

“Ryana sekarang aku bisa berangkat menggunakan ini” ucap Vyno tersenyum dan menunjukkan tumbuhan tali putri kepada Ryana.

“Kakak hati-hati ya. Kami menunggu di rumah baru kita” ujar Ryana

“Kamu jaga adik kita dengan baik. Ingat jangan pergi kemana-mana” tegas Vyno dengan suara lantang.

“Siap laksanakan Kak Vyno!” balas Ryana sambil tersenyum.

Sebelum Vyno beranjak pergi mereka melaksanakan ritual seperti biasa. “From me” ujar Ryana sambil menempelkan telapak tangan di dada kirinya.

“To you” balas Vyno menjulurkan telunjuknya ke dada Ryana dan mereka bersama-sama menyatukan kedua tangan mereka membentuk sebuah hati di udara dan mengucapkan “With Love” dengan serentak.

Vyno melambaikan tangannya dan beranjak pergi. Sepanjang perjalanan Vyno mengikatkan tali putri yang ia bawa ke pepohonan. Setelah menempuh perjalanan selama hampir tigapuluh menit Vyno melihat sebuah jalan setapak dan mengikuti jalan tersebut. Tidak berselang lama ia bertemu dengan jalan tempat dimana ia bertemu dengan pak Guntur kemarin.

Vyno tertawa dan sangat bahagia akhirnya ia bisa menemukan jalan pintas untuk memasuki perkampungan. Kakinya dengan semangat berjalan menuju rumah pak Guntur.

“Selamat pagi Pak, Buk” sapa Vyno ketika sampai di rumah pak Guntur’

“Eeh nak Vyno sudah datang, silahkan masuk. Pak Guntur sedang mandi” kata perempuan paruh baya yang merupakan istri dari pemilik rumah ini.

“Terimakasih Buk” sahut Vyno seraya mendaratkan tubuhnya di atas sebuah kursi yang terbuat dari bambu.

“Kamu makan ini dulu ya” kata perempuan itu menyodorkan sepiring kue getuk kepada Vyno.

“Tidak usah repot-repot Buk” kata Vyno dan hanya menatap makanan itu. Vyno tidak memakannya sedikit pun.

Tak berselang lama Guntur keluar dengan handuk yang menggelantung di lehernya. Dan duduk di samping Vyno.

“Kenapa makanannya tidak kamu makan? Kamu tidak suka ya?” tanya Guntur kepada Vyno yang hanya berdiam diri.

“Bukan gitu pak, tetapi kata Ibu saya kita boleh makan setelah hidangan itu dimakan oleh pemilik rumah yang kita kunjungi” jelas Vyno kepada Guntur

“Kalau begitu saya akan mencicipinya supaya kamu juga makan makanan ini” balas Guntur seraya mengambil sepotong kue itu dan memakannya. Kemudian Vyno tersenyum dan memakan makanan itu.

Orangtua mereka selalu mengajarkan mereka untuk menunggu pemilik rumah tersebut memakan makanan yang mereka hidangkan. Tidak boleh menjadi anak yang rakus, karena setelah hidangan itu di makan kita akan tau apakah makanan itu beracun atau tidak. Harus tetap hati-hati. Begitulah ajaran yang mereka dapatkan semasa kedua orangtuanya masih hidup.

“Kue ini enak sekali” kata Vyno setelah habis menyantap sepotong kue dari istri pak Guntur.

“Terimakasih nak Vyno” ujarnya seraya melanjutkan anyaman yang ada di tangan.

“Kalau begitu kamu makan lagi aja ini masih tersisa beberapa potong lagi” kata Guntur menyodorkan piring itu ke Vyno.

“Saya boleh meminta dua potong” tanya Vyno mengacungkan dua jarinya kepada Guntur.

“Tentu saja boleh” kata Guntur tertawa melihat kepolosan anak kecil itu.

“Aku akan membawa pulang dan memberikannya kepada kedua saudaraku” balas Vyno tersenyum bahagia.

“Nanti sebelum pulang kamu ingat ya mengambilnya” kata Guntur berdiri dan pergi mengambil perlengkapannya untuk pergi ke sawah.

Sembari menunggu pak Guntur Vyno mendekati perempuan paruh baya itu dan mengeluarkan senternya.

“Buk apa saya boleh meminta sesuatu” tanya Vyno dengan suara yang pelan.

“Kamu mau minta apa?” tanyanya sambil menolehkan kepala ke arah Vyno.

“Senter saya sudah mati buk, apa saya boleh mengisinya di sana? Tanya Vyno sambil menunjukkan colokan listrik yang menempel di sebuah sudut rumah itu.

“Boleh nak, saya pikir kamu mau minta apa” kata istri Guntur tersenyum.

“Terimakasih buk” sahut Vyno seraya berderap mencolokkan lampu senter tersebut. Hatinya sangat senang karena nanti malam dia tidak akan ketakutan.

“Ayo nak Vyno kita berangkat” kata Guntur membawa cangkul di tangannya

“Vyno ke kandang sapi dulu ya pak” ujar Vyno seraya berlari menuju kandang sapi. Kedua tangannya mengisi tempat makan sapi tersebut dengan rumput-rumput kering yang ada di dalam sebuah karung.

Guntur membuka kandang bebek dan memanggil Vyno untuk membantunya mengumpulkan telur-telur bebek yang berserakan di dalam kandang tersebut. Vyno dengan gesit berlari kesana kemari mengumpulkan telur-telur itu. Guntur tertawa melihat semangat anak tersebut.

“Apakah telur-telur ini bapak jual?” tanya Vyno

“Sebagian di jual sebagian akan di makan” kata Guntur seraya mengangkat semua telur yang sudah di kumpulkan

“Di jual kemana pak?” ujar Vyno sambil menutup kembali kandang tersebut.

“Setiap sore akan datang pembelinya kerumah” balas Guntur

“Apa rasanya lebih enak dari telur ayam?” tanya Vyno lagi

“Tentu rasanya lebih enak dan kandungan proteinnya lebih tinggi dari telur ayam” jelas Guntur kepada Vyno. “Nanti kamu juga boleh bawa pulang”.

“Haa! Beneran pak? Terimakasih banyak ya pak” kata Vyno tersenyum bahagia.

Kemudian mereka berangkat menuju sawah milik pak Guntur. Vyno dengan cermat menuntun bebek-bebek itu agar tidak ada yang kabur dan lepas dari bebek yang lain. Guntur membopong cangkul di bahunya, tangan kanannya menenteng botol yang berisi air minum.

Sesampainya di sawah bebek-bebek itu langsung menyeburkan tubuhnya dan berenang kesana-kemari dengan suara yang tidak henti-hentinya saling sahut-sahutan. Lalu, Vyno beranjang menuju pondok. Ia mendaratkan tubuhnya dan mulai menarik-narik tali yang terpasang untuk menghalau burung-burung nakal. Pak Guntur tampak asyik dengan cangkulnya membersihkan sawah itu.

Seraya menggerakkan orang-orangan yang ada di setiap sudut sawah itu, Vyno mulai bernyanyi lagi dengan suara yang kuat. Burung-burung yang hendak mampir balik kanan dan takut melihat orang-oarang yang bergerak serta suara Vyno yang berkumandang.

Lihat selengkapnya