STILL ALIVE

Firsa Lorena surbakti
Chapter #21

KETAKUTAN

Wajar saja

Bila ketakutan timbul tiba-tiba

Karena masalah tidak ada yang pernah bisa menerka

Kapan datangnya dan dari mana

08.00 WIB

Waktunya Vyno berangkat menuju rumah pak Guntur untuk melaksanakan pekerjaannya seperti biasa. Setelah bersiap-siap mengenakan pakaian yang cocok, Vyno berpamitan kepada Ryana dan adik kecilnya Allvaro.

Meski hati masih di rundung perasaan sedih dan masih mengenang segala ingatan tentang kedua orangtua mereka. Vyno tetap melanjutkan segala aktivitas yang sudah menjadi rutinitasnya di kehidupan baru yang sudah ia mulai bersama kedua saudara kandungnya di dalam hutan belantara ini setelah kepergian orangtuanya.

Meski terasa berat bagi ketiga anak kecil ini yang semestinya masih di bawah pengawasan orangtua dan harusnya mendapat kasih sayang dari seorang ayah dan ibu, Vyno dan kedua adiknya tetap melanjutkan hidup mereka yang ditakdirkan seperti ini. Didikan yang sangat baik menjadi pedoman bagi mereka dalam menjalani hari-hari yang penuh tantangan. Vyno dan Ryana berusaha tegar untuk menggantikan Mama dan Papa mereka untuk adik kecilnya Allvaro.

Saat ini Vyno sudah berada di sawah pak Guntur. Tanaman padi yang tumbuh sudah mulai berisi dan merunduk. Burung-burung nakal mulai beterbangan mendekati tanaman padi tersebut. Dengan suara teriakan yang bergema dan terikan yang Vyno lakukan untuk menggerakkan orang-orangan itu mampu menakut-nakuti burung-burung tersebut. Namun, ketika Vyno berhenti berteriak dan memainkan orang-orangan itu. Kembali lagi para burung berdatangan dan mulai melakukan aksinya.

Vyno sangat bersemangat mengusir burung-burung tersebut. Sambil bernyanyi dengan suara yang tinggi, Vyno menikmati kegiatannya di atas pondok kecil untuk menghalau burung-burung yang mencoba memakan biji padi milik pak Guntur. Sementara bebek-bebek tampak bahagia berjalan kesana-kemari dengan suara khasnya di dalam lumpur yang khusus di buat oleh pak Guntur untuk bebeknya.

Tepat pukul 12.00 WIB mereka kembali pulang menuju rumah pak Guntur. Puluhan bebek berjalan beriringan yang di pandu oleh Vyno agar berada di jalan yang benar dan tidak terpisah dari bebek lainnya. Setelah sampai di kandangnya, Vyno dengan cermat menghitung satu persatu bebek-bebek tersebut. Namun, jumlah bebek yang masuk tidak sama dengan banyaknya bebek yang tadi pagi di hitung oleh Vyno.

Perasaan Vyno semakin tidak karuan. Jantungnya berdegup kencang, ia takut jikalau pak Guntur akan memarahinya atau bisa jadi akan memberhentikannya untuk bekerja. Dengan langkah kaki yang cepat, ia berderap masuk ke dalam rumah milik pak Guntur.

“Pak, jumlah bebek yang masuk kurang satu ekor,” teriak Vyno dengan suara yang bergetar akibat detakan jantung yang berirama cepat.

“Waduh! Kenapa bisa kurang Vyno?” tanya Guntur seraya mendekati Vyno.

“Saya sudah hitung dengan benar pak, tapi bebek yang masuk ke kandang kurang satu ekor” jelas Vyno lagi.

“Sewaktu kita pulang, bapak tidak melihat ada bebek yang kabur dari barisannya,” ujarnya sambil mengingat-ngingat kembali.

“Bapak benar, tidak ada bebek yang kabur saat kita kembali pulang. Mungkin bebek itu kabur dari sawah pak,” kata Vyno.

“Bisa jadi nak, mungkin karena kamu sibuk menghalau burung dan bapak sibuk juga, saat itulah bebek itu pergi dari kumpulan bebek lainnya,” balas Guntur membenarkan pikiran Vyno.

“Kalau begitu saya balik ke sawah aja ya pak. Vyno akan menemukan bebek itu” ujar Vyno seraya berlari pergi untuk mencari bebek yang hilang.

***

Tepat satu siang, Ryana bersiap-siap untuk pergi menuju rumah tante Vina. Ia sudah mengenyangkan perut Allvaro dengan bubur nasi buatan Vyno dan juga susu sapi pemberian dari pak Guntur. Ryana juga sudah menidurkan adik kecilnya yang saat ini tengah tertidur pulas di atas sebuah alas berupa selimut tipis.

Dengan perlahan Ryana mengecup kening Allvaro dengan penuh kelembutan.

“Adikku yang ganteng, kak Ryana berangkat kerja dulu ya sayang. Kamu jangan menangis, sebentar lagi kak Vyno akan pulang dan menjaga kamu,” bisik Ryana dengan suara yang sangat kecil agar tidak mengganggu tidur Allvaro.

Tas kecil yang setiap hari dibawa oleh Ryana, tak lupa ia gantunggkan di lengan kanannya. Dengan langkah kaki yang pelan ia menginggalkan rumah mereka dan mulai menyusuri hutan belantara menuju rumah tante Vina.

“Selamat siang tante! Ryana sudah datang,” ujar Ryana dengan nada suara yang tinggi ditambah senyum manis yang melintang di pipinya.

Lihat selengkapnya