STILL ALIVE

Firsa Lorena surbakti
Chapter #23

MENGEJAR IMPIAN

Setiap manusia terlahir dengan bakat masing-masing

Temukan itu dan asah dengan baik

Maka impian baik akan menjadi milikmu

10 TAHUN KEMUDIAN

Hari-hari mereka lalui bersama-sama. Bekerja, memasak makanan bahkan merawat Allvaro di tengah hutan belantara tanpa kedua orangtuanya. Meski kehidupan mereka berubah 180 derajat dari kehidupan sebelumnya, ketiga anak kecil tersebut mampu melalui takdir yang mengharuskan mereka mengalami dan menjalani hidup seperti ini.

Vyno dan Ryana sedang menelungkupkan tubuh mereka diatas rumput liar yang berada tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Tangan Vyno memegang sebuah ketapel yang siap di tembakkan dengan mata sebelah tertutup untuk memidik seekor burung yang tengah bertengger di sebuah dahan pohon.

“Kak Vyno yakin, bisa menembak burung itu?” bisik Ryana ke telinga Vyno yang bersiap-siap melesatkan peluru kerikil di tangan kanannya.

“Sutttt.. diam!” suruh Vyno dengan volume suara yang di kecilin.

“Kenapa lama banget sih kak Vyno?” komentar Ryana sambil melipat kedua tangan dan menjadikannya sebagai bantal untuk dagu bersender.

“Jangan banyak nanya Ryana, sabar dulu dong” ujar Vyno kesal melihat Ryana yang terus bertanya.

“Kakak serius gak sih bisa nembak burung itu?” tanya Ryana lagi menganggu konsentrasi Vyno untuk membidik.

“Diam!” bisik Vyno dengan mata terbelalak dan kedua rahang dikatup dengan sangat kencang. Kali ini Vyno tidak sanggup lagi menahan kekesalannya kepada Ryana yang terus saja mengepungnya dengan bermacam jenis pertanyaan.

Ryana memalingkan kepala dari Vyno seraya mendongakkan kepala dengan mata tertuju ke sebuah dahan yang dihinggapi seekor burung.

PLAAKKK

Burung tersebut terjatuh ke atas tanah, bidikan Vyno mengenai bulu ekor burung itu. Dengan cepat, Vyno dan diikuti Ryana berlari ke arah burung tersebut dan menangkapnya dengan cepat.

“Lihat! Aku bisa kan!” pamer Vyno sambil tersenyum dengan raut wajah yang bangga.

“Kak Vyno hebat!” teriak Ryana mengacungkan jempolnya kepada saudara sulungnya itu sambil bertepuk tangan.

“Yuk kita tunjukkan ke Allvaro” ajak Vyno setengah berlari memasuki bangkai pesawat yang sudah menjadi rumah mereka selama sepuluh tahun terakhir ini.

“Allvaro! coba lihat kakak bawa apa,” teriak Vyno menghampiri saudara laki-lakinya.

Allvaro tengah bermain dengan berbagai macam tombol-tombol yang ada di kepala pesawat itu. Ia sedang berimajinasi menerbangkan pesawat itu seperti sebuah gambar yang di tunjukkan Ryana lewat buku-buku yang sudah menjadi miliknya dari tante Vina.

“Wahh, ada burung! Kak Vyno bisa ya menangkap burung itu?” tanya Allvaro membalikkan tubuhnya, berlari dan mengelus kepala burung yang ada di genggaman Vyno.

“Bisa dong, kak Vyno gitu!,” pamer Vyno dengan mengangkat alisnya dengan bangga.

“Hahaha.. hebat, kak Vyno hebat” ujar Allvaro seraya bertepuk tangan.

Vyno mengajak Allvaro untuk memasukkan burung tersebut ke dalam sebuah sangkar burung yang ia buat sendiri dengan bambu.

Kini, Allaro mempunyai teman baru. Sejak Vyno menangkap burung itu, Allvaro tidak bergeser sedikit pun dari sangkar burung bambu tersebut. Ia seakan lupa dengan mainan lamanya yaitu bermain pesawat-pesawatan. Ia lebih tertarik melihat burung itu karena bisa terbang dengan nyata di dalam sangkar.

Kala itu bayi Allvaro berumur satu tahun saat di tinggal kedua orangtuanya, dan kini ia tumbuh dan sudah berumur 10 tahun. kehidupan di dalam hutan mengajarkan mereka banyak hal. Terutama melanjutkan hidup yang baru dengan menjalani setiap hal yang tak pernah mereka ketahui akan seperti apa nantinya. Hanya menanti hari itu tiba kemudian menjalani semua dengan berlapang dada.

***

Pagi ini Vyno berangkat menuju rumah pak Guntur untuk melaksanakan pekerjaannya. Setelah memberi makan sapi-sapi yang berada tidak jauh dari tempat tinggal pak Guntur. Vyno menuju sawah dengan puluhan bebek-bebek yang berjalan beriringan.

Hari ini Vyno berangkat lebih pagi menuju sawah. Padi yang mulai menguning mengharuskan Vyno untuk pergi lebih awal. Supaya burung-burung nakal tidak berpesta dan melahap semua padi yang sudah mulai menguning dan akan siap di panen. Vyno bergegas menuju pondok, tangannya mulai menggerak orang-orangan yang berdiri tegak di setiap sudut sawah tersebut.

Vyno bernyanyi sesuka hatinya seraya menghalau pergi burung-burung yang mencoba mendekati padi-padi tersebut. Entah sudah berapa banyak lagu yang ia nyanyikan sambil menghalau burung di atas pondok milik pak Guntur. Sesekali kepalanya ia tolehkan untuk mengawasi bebek-bebek yang tengah berenang kesana-kemari di air lumpur.

Seorang pria dewasa yang tengah berjalan-jalan di sekitar sawah itu mendengar suara nyanyian Vyno. Ia berhenti di tempat seraya mendengar suara nyanyian itu dengan cermat. Kemudian, ia mengikuti arah suara tersebut dan membawanya sampai ke pondok tempat dimana Vyno sedang bernyanyi dan menghalau burung-burung.

Pria itu berhenti tepat di dekat pondok Vyno. Ia melipat kedua tangan seraya tersenyum sumringah menikmati nyanyian Vyno hingga anak laki-laki itu berhenti bernyanyi dan sadar bahwasanya sedari tadi seseorang sedang memperhatikannya.

POK POK POK

Pria tersebut menepuk-nepuk kedua tangannya dan tertawa seraya mendekati Vyno. Mata Vyno terbelalak dan sedikit terkejut melihat kehadiran pria yang tak dikenal memberinya sebuah pujian.

Lihat selengkapnya