Kegelapan menyelimuti mereka saat Aurra dan Gio ditarik ke dalam ruangan sempit yang bau lembap dan penuh debu. Hanya sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela yang retak, menciptakan bayangan yang menari di dinding.
Aurra berusaha melepaskan tangan yang menutupi mulutnya, tetapi pria itu terlalu kuat. Dalam hati, ia berdoa agar Gio juga aman. Namun, suara yang biasanya menenangkan itu kini tak terdengar di dekatnya.
"Apa kalian sudah siap untuk berbicara?" suara dingin dan berwibawa itu terdengar dari sudut ruangan.
Mata Aurra dan Gio perlahan menyesuaikan diri dengan kegelapan. Dari bayang-bayang, sosok pria berdiri tegap, mengenakan jas gelap dan ekspresi dingin yang sulit dibaca.
"Siapa kamu? Apa maumu?" tanya Gio dengan suara yang masih bergetar, tapi berusaha terdengar tegas.
Pria itu tersenyum tipis, "Aku hanya orang yang ingin melihat keadilan ditegakkan. Tapi ingat, keadilan kadang membutuhkan harga yang mahal."
Aurra dan Gio saling bertukar pandang, mencoba menebak maksud tersembunyi dari kata-kata itu.
"Kenapa kalian menganiaya kami? Apa hubungan kalian dengan masa lalu keluarga Renanta?" tanya Aurra, suara penuh keberanian meski dadanya berdegup kencang.
Pria itu melangkah mendekat, tatapannya menusuk. "Masa lalu itu belum selesai, Aurra. Ada banyak rahasia yang masih tersembunyi, dan kalian berdua sudah terlalu jauh masuk ke dalamnya."
"Jadi ini tentang yayasan? Tentang kasus korupsi?" tanya Gio.
Pria itu mengangguk pelan. "Lebih dari itu. Ada kekuatan besar yang ingin memastikan semuanya tetap tertutup rapat. Dan siapa pun yang mencoba membuka pintu itu, harus siap menghadapi konsekuensi."
Aurra merasakan ketegangan semakin meningkat. "Kami tidak akan mundur. Kami akan terus mencari kebenaran, apapun risikonya."
Pria itu tertawa kecil. "Kalian berani, tapi jangan lupa, dalam kegelapan ini, banyak hal yang bisa hilang. Bahkan jiwa kalian sendiri."
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan paksa, dan beberapa pria bertopeng masuk, mengelilingi Aurra dan Gio.
"Waktunya habis," kata pria bertopeng yang memimpin. "Kita bawa mereka keluar."
Gio dan Aurra berusaha melawan, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Mereka diborgol dan ditarik keluar, menuju tempat yang tidak mereka ketahui.
Di luar, udara dingin malam menerpa wajah mereka, tapi ketakutan jauh lebih menusuk hati.
Dalam perjalanan, Aurra mencoba menenangkan diri. "Gio, kita harus tetap kuat. Ini bukan akhir cerita kita."
Gio mengangguk, meski wajahnya terlihat letih dan penuh luka. "Aku janji, kita akan keluar dari ini. Bersama."
Mereka dibawa ke sebuah gudang tua di pinggir kota. Di sana, cahaya redup dari lampu gantung yang berayun pelan memberikan suasana suram dan menakutkan.
Pria berjas gelap yang tadi memperkenalkan dirinya melangkah ke depan lagi.
"Kalian akan diam di sini sampai kita memutuskan langkah selanjutnya," katanya.
Aurra dan Gio duduk berdampingan, saling menggenggam tangan sebagai sumber kekuatan.
Malam itu, meski berada dalam cengkeraman gelap dan ancaman yang nyata, harapan mereka tidak pernah padam.
Mereka tahu, selama mereka masih bernapas, ada kesempatan untuk mengubah nasib dan membalikkan keadaan.
Dan mereka bersumpah, akan berjuang hingga napas terakhir untuk menemukan kebenaran dan keadilan yang sejati.
Aurra membuka matanya perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya temaram yang menyelinap dari celah-celah papan kayu di gudang tua itu. Kepala dan tubuhnya terasa sakit, bekas benturan yang ia terima sebelum tiba di sini masih membuatnya nyeri. Di sebelahnya, Gio juga terjaga, menatapnya dengan mata yang sama-sama penuh luka dan lelah.
"Aurra... kau sudah bangun," ucap Gio dengan suara serak namun penuh kelegaan.
Aurra mengangguk pelan, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menjalar. "Bagaimana kita bisa keluar dari sini, Gio? Mereka pasti akan kembali kapan saja."
Gio menghela napas. "Aku belum tahu, tapi kita harus tetap tenang dan mencari celah. Aku yakin masih ada jalan."
Suasana di dalam gudang sunyi, hanya suara desau angin yang berhasil menembus celah-celah kayu. Mereka tahu waktu tidak berpihak pada mereka. Setiap detik bisa membawa bahaya baru.