Setelah rekaman pertemuan rahasia itu tersebar luas, gelombang perlawanan masyarakat mulai membanjiri kota. Demonstrasi damai diadakan di berbagai sudut, dengan ribuan orang berteriak menuntut keadilan dan transparansi. Aurra, meskipun tahu risiko besar yang harus dihadapi, merasa semangat perjuangan mulai menyala kembali lebih kuat dari sebelumnya.
Di tengah riuhnya suara massa, Aurra dan tim terus bekerja keras. Mereka mengumpulkan bukti tambahan, mewawancarai saksi, dan menyiapkan laporan mendalam untuk media internasional. "Ini bukan hanya tentang kita lagi," kata Aurra pada suatu malam, "Ini sudah menjadi gerakan rakyat."
Namun, tekanan dari pihak berkuasa tidak berhenti. Telepon ancaman terus berdatangan, surat peringatan dari pengacara-pengacara berpengaruh, dan beberapa anggota tim mulai merasa takut. Mira bahkan pernah menemukan pintu rumahnya dicat dengan tanda peringatan yang menyeramkan.
"Apakah kita benar-benar siap menghadapi semua ini?" tanya Mira dengan suara bergetar suatu malam di ruang rapat.
Aurra menatap mereka semua dengan tatapan penuh keyakinan. "Kita tidak punya pilihan lain. Kalau bukan kita yang berdiri, siapa lagi?"
Di tengah situasi yang makin genting, Aurra juga harus menjaga hubungan dengan keluarganya. Rian yang masih trauma akibat ancaman sebelumnya, semakin sering menutup diri. Aurra berusaha keras menghibur dan membuatnya merasa aman.
Suatu sore, saat sedang bersama Rian di taman, Aurra berkata, "Kita sedang berjuang demi masa depan yang lebih baik. Aku ingin kamu tahu, aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu."
Rian menatap kakaknya dengan mata berlinang, "Aku percaya padamu, Kak. Aku tahu kamu kuat."
Malam harinya, Aurra menerima kabar dari Gio bahwa ada upaya penyusupan ke dalam sistem komunikasi mereka. "Mereka semakin nekat," ujar Gio dengan nada serius.
Aurra segera memerintahkan peningkatan keamanan digital dan koordinasi yang lebih ketat. Setiap langkah mereka harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati.
Di tengah ketegangan itu, sebuah berita mengejutkan datang dari media besar: salah satu pejabat tinggi yang selama ini diduga terlibat korupsi, secara tiba-tiba mengundurkan diri dan mengakui sebagian kesalahannya.
"Apa ini awal perubahan?" tanya Reyhan dengan harap.
Aurra hanya mengangguk. "Ini tanda bahwa perjuangan kita tidak sia-sia."
Namun Aurra tahu, masih banyak tantangan yang menanti. Pertarungan ini belum berakhir. Ia harus terus maju, melindungi tim, keluarganya, dan kepercayaan orang-orang yang sudah memberi harapan.
Dalam keheningan malam, Aurra menulis di jurnalnya, "Perjalanan ini berat dan penuh risiko. Tapi selama kita masih bernapas, keadilan akan terus diperjuangkan. Kita tidak akan pernah berhenti."
Aurra duduk di meja kerjanya, memandangi layar komputer yang menampilkan berita terbaru. Pengunduran diri pejabat tinggi itu menjadi headline utama. Tapi di balik kebahagiaan sesaat, hatinya masih diselimuti kekhawatiran. Perubahan yang terlihat belum tentu benar-benar tulus.
Pikiran Aurra melayang ke masa lalu, saat ayahnya masih hidup dan berjuang melawan ketidakadilan yang sama. Ingatan itu datang tanpa permisi, membawanya kembali ke hari-hari gelap yang penuh tekanan dan pengkhianatan.
Ia mengingat bagaimana ayahnya sering pulang terlambat dengan wajah lelah, namun matanya selalu menyimpan semangat yang tak pernah padam. "Keadilan bukan untuk mereka yang lemah," ayahnya pernah berkata. "Kita harus berani, Aurra. Berani melawan arus."
Tiba-tiba, ponsel Aurra bergetar. Sebuah pesan singkat muncul dari nomor yang tidak dikenal:
"Jangan terlalu percaya pada mereka. Ada yang lebih besar dari yang kamu kira."
Aurra menarik napas dalam-dalam. Pesan itu membuat darahnya berdesir. Apakah ini ancaman? Atau justru peringatan? Ia segera membalas dengan hati-hati, "Siapa kamu? Apa maksud pesan ini?"
Tak lama kemudian, ponselnya kembali berdering. Sebuah panggilan masuk tanpa nomor tertera. Dengan waspada, Aurra mengangkatnya.
"Saya punya informasi yang bisa mengubah segalanya," suara berat dan berbisik itu berkata. "Jika kamu ingin tahu kebenaran, bertemu denganku malam ini di taman kota, dekat air mancur."
Aurra terdiam sejenak, menimbang risiko. Akhirnya, dengan tekad bulat, ia mengiyakan. "Baik. Aku akan datang."
Malam itu, Aurra tiba di taman yang sepi dan remang-remang. Hanya suara gemericik air mancur yang terdengar. Dari balik bayangan pohon, sosok pria berjaket hitam muncul perlahan.
"Aku tidak punya banyak waktu," kata pria itu cepat. "Apa yang kamu lihat selama ini hanyalah puncak gunung es. Ada organisasi yang lebih kuat dan berpengaruh yang mengendalikan semuanya — bukan hanya korupsi biasa."
Aurra menatap pria itu dengan serius. "Siapa mereka? Kenapa mereka melakukan semua ini?"
Pria itu mengeluarkan sebuah flashdisk dan menyerahkannya ke tangan Aurra. "Ini bukti-bukti rahasia. Tapi hati-hati, mereka punya mata dan telinga di mana-mana."