Still Breathing

Penulis N
Chapter #13

13

Pagi itu, Aurra tiba di sebuah kafe kecil yang menjadi tempat rahasia mereka bertemu. Reyhan sudah menunggu, wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya. Mira juga hadir, duduk di sudut meja dengan laptop terbuka, siap mencatat segala rencana yang akan mereka buat.

"Aurra, kita nggak bisa terus diam. Para koruptor itu mulai panik setelah berita sedikit bocor," Reyhan membuka pembicaraan dengan nada tegas.

Aurra mengangguk pelan. "Aku tahu. Aku sudah merasakan tekanan dari beberapa pihak yang mencoba menghubungiku. Mereka memperingatkan aku untuk berhenti, atau aku dan Rafi akan mendapat konsekuensi serius."

Mira mengangkat alisnya, "Itu sudah pasti. Mereka tahu ancaman data ini bisa meruntuhkan mereka. Tapi kita punya keuntungan, data itu lengkap dan kredibel."

Reyhan menekan beberapa tombol di laptopnya. "Kita sudah siapkan saluran distribusi data ke media yang bisa dipercaya, tapi kita harus memastikan keamanan tim dulu. Kita juga perlu dukungan hukum, supaya ini bukan hanya masalah politik, tapi juga hukum."

Aurra melirik Mira, "Apa kamu sudah hubungi pengacara yang bisa dipercaya?"

Mira mengangguk. "Sudah, mereka siap membantu, tapi mereka juga minta perlindungan dan jaminan keamanan. Kita harus pastikan semua jalur komunikasi aman."

Reyhan menghela napas. "Ini bukan cuma soal membuka tabir korupsi. Ini soal mempertaruhkan nyawa dan masa depan kita. Tapi aku percaya, kalau kita mundur sekarang, kita hanya akan memberi kesempatan mereka untuk terus berkuasa dalam kegelapan."

Aurra terdiam sejenak, memikirkan semua risiko yang mereka hadapi. Namun, keyakinan dalam dirinya tetap menguat. Ia tahu, jika mereka mundur, maka keadilan akan tetap menjadi mimpi yang jauh.

"Kita harus bertindak cepat, tapi cerdas," kata Aurra akhirnya. "Kita mulai dari sini, dengan menyebarkan informasi ke jaringan yang sudah kita percaya, sambil membangun dukungan dari masyarakat."

Reyhan menatapnya serius. "Aku sudah mulai menghubungi beberapa tokoh masyarakat yang bisa dipercaya. Mereka siap menjadi suara yang akan menguatkan kita."

Mira menambahkan, "Kita juga harus mulai persiapkan langkah antisipasi jika ada serangan balik, baik fisik maupun digital."

Mereka bertiga lalu menyusun rencana dengan cermat. Setiap detail diperhitungkan dengan seksama agar tak ada celah bagi pihak lawan untuk menyerang balik.

Setelah beberapa jam berdiskusi, mereka sepakat untuk memulai kampanye terbuka dalam waktu dekat, dengan mengandalkan kekuatan media sosial dan jaringan aktivis anti-korupsi.

Sesampainya di rumah sakit, Aurra langsung menuju kamar Rafi. Wajahnya yang dulu lemah kini mulai menunjukkan sedikit perubahan. Rafi tampak lebih kuat, meski tubuhnya masih dalam proses penyembuhan.

"Aurra, aku dengar kalian sudah mulai bertindak," suara Rafi terdengar lirih tapi penuh semangat.

Aurra tersenyum, "Iya, Rafi. Kita nggak bisa diam. Ini saatnya kita lawan bersama."

Rafi mengangguk pelan, "Aku ingin cepat pulih, supaya bisa ikut berjuang di depan."

Aurra menggenggam tangan Rafi, "Aku yakin kamu akan kuat. Aku percaya sama kamu."

Hari-hari berikutnya, Aurra dan timnya semakin sibuk. Mereka terus mengatur strategi, menghubungi berbagai pihak, dan memastikan data rahasia itu tersebar secara aman.

Suatu malam, Aurra mendapat telepon dari seorang aktivis yang menjadi salah satu kontaknya. "Aurra, kamu harus hati-hati. Ada yang mulai mengawasi gerak-gerik kalian. Mereka sudah tahu apa yang kalian lakukan."

Aurra menelan ludah. "Terima kasih sudah mengingatkan. Aku akan lebih waspada."

Waktu terus berjalan, dan berita tentang skandal korupsi mulai bermunculan di media. Banyak masyarakat yang tergerak, menunjukkan dukungan dan keinginan untuk perubahan.

Namun, di balik itu semua, tekanan dan ancaman semakin nyata. Aurra menerima pesan anonim berisi peringatan keras. Tapi tekadnya justru semakin membara.

Suatu sore, Aurra duduk di teras rumah sambil merenung. Meski perjuangan masih panjang dan berbahaya, ia merasa hidupnya mulai menemukan arah baru.

"Aku masih bernapas," pikirnya. "Dan selama aku bernapas, aku akan terus berjuang."

Setelah malam itu, Aurra merasa beban di pundaknya semakin berat. Telepon dari aktivis yang mengingatkannya tentang pengawasan ketat yang dilakukan pihak lawan membuat jantungnya berdebar setiap kali ada suara dering masuk.

Meski begitu, ia tak membiarkan ketakutan menguasai dirinya. Justru hal itu menjadi pemacu agar lebih waspada dan berhati-hati. Aurra sadar, langkah yang mereka ambil bukan hanya berisiko bagi dirinya, tapi juga untuk seluruh tim dan orang-orang terdekatnya, termasuk Rafi.

Pagi hari itu, Aurra datang ke kantor kecil yang digunakan sebagai markas rahasia mereka. Ruangan itu sederhana, tapi dipenuhi berbagai alat komunikasi, laptop, dan tumpukan dokumen penting yang mereka kumpulkan selama ini.

Reyhan sudah menunggu dengan wajah serius. "Ada kabar terbaru dari kontak kita," katanya segera begitu Aurra masuk. "Mereka melihat ada kendaraan mencurigakan yang sering mondar-mandir di sekitar rumah Rafi."

Aurra menelan ludah, "Apa kita harus pindahkan dia ke tempat yang lebih aman?"

Mira, yang baru saja bergabung, menyela, "Iya, itu ide bagus. Kita tidak bisa membiarkan Rafi terus berada dalam bahaya. Tapi kita juga harus pastikan tempat baru itu benar-benar rahasia dan terlindungi."

Reyhan mengangguk setuju. "Aku sudah menyiapkan beberapa opsi tempat aman. Kita harus segera bergerak sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."

Aurra merasa panik, tapi harus tetap tenang. Ia segera menghubungi Rafi melalui telepon. "Rafi, ada hal penting yang harus kita bicarakan. Aku rasa kamu harus pindah untuk sementara."

Rafi di seberang telepon terdengar berat, "Aku mengerti, Aurra. Aku juga sudah merasakan ada yang aneh. Tapi aku belum siap meninggalkan rumah ini."

"Aku tahu ini sulit, tapi demi keselamatanmu, ini harus dilakukan. Kita akan jaga dan lindungi kamu sebaik mungkin," ujar Aurra lembut.

Mereka bertiga, Aurra, Reyhan, dan Mira, langsung menyiapkan semua persiapan untuk pemindahan Rafi. Tempat aman yang dipilih adalah sebuah vila kecil di pinggir kota, milik teman Reyhan yang setuju membantu mereka tanpa banyak tanya.

Lihat selengkapnya