Still Breathing

Penulis N
Chapter #24

24

Seiring fajar mulai menyelinap di balik gedung-gedung tinggi kota, suasana di markas sementara masih dipenuhi ketegangan. Kebakaran semalam bukan hanya menghancurkan bangunan tua di gang sempit itu, tapi juga menimbulkan kecemasan yang membayangi langkah Dira dan timnya. Mereka tahu, jaringan Virex tidak akan berhenti sampai di situ.

Dira berdiri di depan layar besar yang menampilkan peta kota dengan berbagai tanda dan data intelijen yang terus diperbarui. Wajahnya tampak lelah, namun matanya tetap fokus. Beberapa anggota tim terlihat sibuk mengolah informasi, sementara yang lain bersiap untuk tugas berikutnya.

"Semua informasi dari penyusupan kemarin sudah masuk," ujar Reyhan sambil menunjuk ke layar. "Kami menemukan adanya pola komunikasi terenkripsi antara Virex dan pihak luar yang sampai sekarang belum bisa kami pecahkan."

Yusuf mengernyit, "Pihak luar? Maksudmu ada keterlibatan di luar kota ini?"

"Benar," Reyhan mengangguk. "Kemungkinan besar, mereka memiliki jaringan internasional. Ini bukan lagi masalah lokal."

Dira menghela napas panjang. "Kalau begitu, misi kita harus lebih besar dari yang kita bayangkan. Kita tidak hanya berhadapan dengan geng kriminal, tapi mungkin sebuah organisasi kriminal transnasional."

Setelah briefing singkat, Dira memutuskan untuk menemui seseorang yang bisa memberikan perspektif berbeda—seorang jurnalis investigasi yang selama ini sering mengungkap kasus korupsi dan kriminalitas di kota ini. Namanya Arman.

"Arman," sapa Dira saat mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota. "Kami butuh bantuanmu untuk menggali lebih dalam tentang jaringan Virex."

Arman menatap Dira dengan serius. "Jaringan itu sudah lama jadi bayangan di balik layar. Banyak yang mencoba mengekspos mereka, tapi selalu berakhir dengan ancaman atau lebih buruk."

"Kalau kita tidak bergerak cepat, mereka akan mengambil alih segalanya," ujar Dira. "Kami sudah mengalami kebakaran jebakan kemarin. Mereka tahu kita mulai menggali terlalu dalam."

Arman mengangguk, "Baiklah, aku akan menghubungkanmu dengan beberapa sumber yang mungkin bisa membantu. Tapi hati-hati, Dira. Mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan."

Sore harinya, di markas sementara, Dira dan tim menerima paket kecil berisi dokumen dan ponsel dengan beberapa rekaman rahasia. Arman berhasil mendapatkan informasi dari seorang informan yang selama ini menjadi mata dan telinga di dalam Virex.

Reyhan segera memeriksa rekaman tersebut. Suara-suara dalam rekaman itu membicarakan rencana pengambilalihan beberapa infrastruktur penting kota. Bahkan, ada rencana pembunuhan terhadap beberapa pejabat yang dianggap penghalang.

"Ini lebih parah dari yang kita duga," kata Yusuf. "Mereka tidak hanya ingin kuasa finansial, tapi juga kuasa politik."

Dira menatap layar dengan mata membara. "Kita harus bertindak sekarang. Jika rencana ini berhasil, semua yang kita perjuangkan akan sia-sia."

Malam itu, Dira memimpin tim untuk melakukan pengintaian di salah satu lokasi yang disebut dalam rekaman sebagai tempat pertemuan para pemimpin Virex. Sebuah gedung perkantoran tua yang tampak tidak aktif di tengah kota.

Mereka menyelinap melalui lorong-lorong gelap, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun. Dira merasakan ketegangan yang sama seperti saat mereka melakukan penyusupan sebelumnya. Namun kali ini, mereka lebih waspada.

Ketika sampai di ruang pertemuan, mereka mengintip lewat celah pintu. Di dalam, beberapa pria dan wanita mengenakan pakaian resmi sedang membahas rencana penguasaan kota. Pembicaraan mereka dipenuhi ancaman dan strategi kekerasan.

"Saya tidak mau ada yang menghalangi langkah kita," ujar salah satu pria berkemeja hitam. "Kita harus memastikan semua pejabat yang menentang kita hilang dari peta."

Dira meremas tangan yang menggenggam pistol kecil. "Ini sudah bukan tentang geng atau uang lagi," bisiknya dalam hati. "Ini soal hidup dan mati kota ini."

Ketika pertemuan hampir selesai, Dira memberi isyarat kepada timnya untuk mundur. Namun tiba-tiba, sebuah suara keras terdengar.

"Siapa di sana?"

Semua terkejut. Pintu terbuka dengan cepat dan beberapa penjaga bersenjata muncul. Tim Dira segera melancarkan serangan, perkelahian sengit pun tak terhindarkan. Suara tembakan dan benturan memenuhi ruangan gelap itu.

Dira berhasil menghindar dan menarik timnya keluar dari gedung. Namun dalam kekacauan itu, Reyhan terluka terkena tembakan di bahu.

"Kita harus segera keluar dari sini!" teriak Dira.

Di luar gedung, mereka berlari secepat mungkin melewati gang-gang sempit dan lorong gelap. Nafas mereka terengah-engah, namun semangat mereka tidak padam.

"Reyhan, tahan sebentar lagi," kata Dira sambil membalut luka temannya.

"Ini belum selesai," Reyhan terbatuk. "Kita harus mengungkap semua ini ke publik."

Dira menatapnya penuh semangat. "Kita akan lakukan. Bersama-sama."

Malam itu, di tengah kota yang gelap dan penuh rahasia, Dira dan timnya bertekad untuk melawan bayang-bayang yang mencoba menelan kebenaran.

Malam itu, suasana di markas sementara begitu sunyi, hanya terdengar suara gemerisik kertas dan detak jam dinding yang perlahan menghitung waktu. Dira duduk di kursinya, matanya terpaku pada layar komputer yang menampilkan data-data hasil pengintaian terbaru. Reyhan duduk di sampingnya, dengan bahu yang masih dibalut perban, tetapi semangatnya tak luntur sedikit pun.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka bergerak bebas," ujar Reyhan pelan, suaranya masih sedikit serak akibat luka tembakan. "Rencana mereka sangat matang. Ini bukan sekadar geng biasa, ini sudah seperti perang tersembunyi."

Dira mengangguk, mengambil segelas air dan menyerahkannya kepada Reyhan. "Kita harus segera mempublikasikan semua bukti ini. Kalau tidak, mereka akan terus menggerogoti kota dari dalam."

Yusuf yang duduk di pojok ruangan, memecah keheningan. "Aku sudah menghubungi Arman. Dia bersiap untuk mengirimkan artikel investigasi besar-besaran yang akan mengungkap siapa sebenarnya Virex dan jaringan internasionalnya. Tapi kita butuh lebih banyak bukti yang tidak bisa mereka bantah."

"Dan itu artinya kita harus kembali ke lapangan," Reyhan menatap Dira penuh harap. "Lebih hati-hati, lebih terorganisir."

Dira mengangguk tegas. "Kita akan lakukan operasi pengumpulan data secara simultan di beberapa titik. Tapi kali ini, kita akan masuk lebih dalam dan berusaha mendapatkan bukti langsung yang bisa mengaitkan mereka dengan pejabat-pejabat kota."

Tim segera mempersiapkan alat-alat canggih: kamera tersembunyi, alat perekam suara, serta perangkat komunikasi yang terenkripsi. Mereka tahu risiko yang dihadapi sangat tinggi, tapi tidak ada pilihan lain. Kota ini butuh mereka.

Beberapa hari kemudian, Dira dan dua anggota terbaiknya, Lila dan Raka, menyusup ke sebuah pesta mewah yang diadakan oleh salah satu tokoh politik yang diduga kuat bersekongkol dengan Virex. Pesta itu berlangsung di sebuah gedung pencakar langit dengan pemandangan kota yang megah. Para tamu hadir dengan pakaian glamor, tertawa dan berbicara dengan nada penuh rahasia.

Lihat selengkapnya