Still Holding On

Elvira R
Chapter #2

1. Pengakuan

Aku keluar dan menyalakan motorku setelah berganti baju sebentar. Dengan kulot biru Navy juga baju panjang abuku, kuharap bisa menutupi perutku meski ia belum membuncit. Tentu saja setidaknya itu membuatku nyaman.

Aku sampai dipekarangan rumah Jun ketika kudapati kakaknya Jun, Dika, sedang mencuci motornya.

“Hai Dik!” Sapaku.

Dia lebih tua 6 tahun dariku dan Jun, tapi aku tak pernah memanggil dengan sebutan kakak atau mas atau abang. Wajahnya tampan walau tak setampan Jun, tapi jujur saja wajahnya tampak lebih muda dari Jun. Itu penyebab kesalah pahamanku saat pertama kali bertemu dengannya, kufikir Dika itu adik dari Jun.

“Oh hai Rin! Mau ketemu Jun ya?” Ia menyapa balik.

“Iya! Dia ada kan?”

“Ada di dalam!” balasnya. Selanjutnya ia tak bicara lagi dan sibuk dengan motornya yang sudah basah. Sedang aku langsung masuk menuju kamar Jun.

“Jun!” Panggilku. Ia tengah asik dengan ponselnya dan selimut yang masih membalut kaki hingga pinggangnya.

“Hai sayang! Sini! Mau bicarakan apa denganku?”

“Jun! Ayo kita menikah!” Ucapku tanpa basa-basi.

“Ha?” Dia meletakkan ponselnya dan menatapku heran.

“Ayo kita menikah” Ulangku,

“Apa kau sakit? Kenapa tiba-tiba!”

“Aku tidak sakit dan ini tidak tiba-tiba!”

“Kenapa sih?”

“Kita harus bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan Jun!”

“Ngomong apasih?” Ia mulai mendekat padaku, ingin memeluk meski aku mendorongnya. Aku tidak mau lagi sekarang. Aku sudah muak seperti ini.

Aku menutup rapat mataku, menarik nafasku panjang sebelum mengatakan apa yang ingin aku katakan.

“Aku hamil!” Kataku akhirnya.

Aku menunduk tapi aku tau ia memandangku. Terkejut dengan apa yang kukatakan.

Karena aku tak mendapat jawaban darinya, aku memutuskan untuk melihat wajahnya. Ia terlihat bingung.

“Jun?” Panggilku.

“Hamil?” Tanyanya lagi.

Dengan segera aku mengambil tespack di tasku dan memberikannya padanya. Ia nampak menerawang dengan bingung dan sejenak kemudian menatapku.

“Serius?”

“Kau fikir aku bercanda?”

“Wa…aa…aku…Kita masih sangat muda Rin! Hidup kita masih sangat panjang!”

“Apa maksudmu?”

“Kita baru saja lulus SMA. Aku tidak pernah berfikir untuk menikah!”

“Lalu kau akan meninggalkanku?”

Ia tak menjawab.

“Jun kau bilang kau mencintaiku. Apa kau membiarkanku menanggung ini sendirian?”

Ia masih tak menjawab.

Tok....tok....tok...

Ketukan pintu kamar Jun mengalihkan perhatian kami. Tak lama Dika masuk, membawa camilan dalam toples berwarna ungu dan dua botol minum.

“Oh! Apa aku mengganggu? Maaf! Ini aku bawakan camilan untukmu Rin!” Kata Dika.

Tak ada diantara kami berdua yang menjawabnya. Dika meninggalkan camilan itu dimeja dekat tempat tidur dan kembali keluar.

Blam!!

Pintu ditutup dan yang ada diantara kami sekarang hanya keheningan.

“Bagaimana sekarang?” Tanyaku.

“Pulanglah! Aku akan memikirkannya lagi!” Ucapnya.

“Memikirkan? Apa maksudmu memikirkan? Jika kau mengulur waktu, aku tidak bisa terus menutupinya Jun!”

“Lalu aku harus bagaimana?” Ia mulai meninggikan suaranya.

“Kau tanya aku? Lalu aku harus tanya siapa? Aku hamil! Apa kau tidak mengerti? Aku hamil Jun!!”

“Aku tidak tuli!” Jawabnya sembari membuang muka.

Aku menunduk, mulai menangis

“Aku tidak bisa berfikir jernih sekarang!” Ucapnya.

Aku menatapnya penuh harap.

“Pulang saja! Aku akan menghubungimu lagi!” Imbuhnya.

“Kau tak akan meninggalkanku kan Jun? Kau tak akan membiarkanku sendirian kan?”

Ia memandangku, tapi aku tau wajahnya masih sangat kesal.

“Pulang!!”

“Jun!!”

“Aku bilang pulanglah!!”

“Jun!” Aku menggenggam tangannya berharap ia tau bahwa aku tengah gundah sekarang. Berharap ia bisa mengerti, berharap ia bisa bersamaku, dan memelukku erat untuk selalu bersamaku.

“Apalagi? Kubilang aku akan menghubungimu lagikan?”

“Jangan membentakku! Kenapa kau selalu begitu?” Aku merendah.

“Lalu aku harus bagaimana? Kau datang dengan kabar yang seperti ini kau fikir responku bakal seperti apa? Kau ingin aku melompat kegirangan karena akan punya anak, begitu?” Tentu saja dengan watak Jun yang keras, nada bicaranya terus menyakitiku.

“Kau fikir aku mau seperti ini Jun? Aku juga tidak mau! Tapi kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu!”

“Pulanglah!” ia mulai mendorongku keluar kamarnya.

“Aku tak akan pergi sampai kau berjanji akan menikahiku!”

“Kubilang aku tidak bisa berfikir jernih!”

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Ayolah! Jangan membuatku semakin pusing! Pulanglah dan aku janji akan menghubungimu!” Tubuhku akhirnya sampai di depan pintu kamarnya.

“Jun!”

Ia menatapku tajam sebelum menutup pintu kamarnya.

Lihat selengkapnya