Suara petir menggelegar setelah kilatannya menghiasi langit malam. Sudah pukul dua belas lewat sebelas menit dan hujan masih saja mengguyur Kota Khatulistiwa. Beberapa hari ini hujan memang selalu turun saat malam hari. Sesuai dengan perkiraan cuaca yang selalu tertera di lockscreen ponsel Agatha.
Lampu kamar tidak satu pun menyala. Kamar berukuran 5 x 4 meter itu sesekali diterangi oleh kilatan dari jendela dengan tirai terbuka. Agatha sengaja terbaring dalam gelap dan memilih menikmati cahaya yang bagi sebagian orang sangat menakutkan.
Pikirannya berkelana ke kejadian beberapa jam yang lalu. Setelah empat tahun menikah, baru kali ini dia merasa pernikahannya diterpa angin yang sebelumnya berdiri kokoh tanpa ada sesuatu yang mengganggu. Memang begitulah pernikahan. Akan ada saatnya hubungan sehidup semati itu terombang-ambing.
Terdapat mobil yang memasuki pekarangan rumah. Dari lantai dua, Agatha melihat mobil sang suami telah masuk ke garasi. Jantungnya berdegup kencang setelah tidak mendengar suara mesin mobil yang menyala. Menit demi menit berlalu begitu lama baginya. Langkah Marco menaiki tangga pun seakan-akan terdengar nyaring.
Suara pintu terbuka berhasil membuat tubuh Agatha semakin mendingin. Dirinya berdiri di depan kaca yang menghadap balkon. Tidak berani untuk melihat rupa sang suami yang beberapa jam lalu telah dilihatnya. Agatha sebenarnya tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Marah? Pura-pura tidak tahu? Atau menangis dan merengek?
"Sayang, kenapa belum tidur?" Suara rendah dan serak yang menjadi ciri khas Marco pun terdengar.
"Aku belum mengantuk."
Terdengar Marco yang menghela napas. Tak lama gemercik air terdengar dari kamar mandi. Agatha masih berdiam diri dan menunggu Marco selesai mandi. Rasa penasarannya kembali muncul tentang wanita tadi. Apakah Marco akan menceritakan semua hal kepadanya tanpa ditanya terlebih dahulu?
Tiba-tiba sepasang tangan sudah melingkar di pinggang Agatha. Harum kayu manis dan cokelat menguar dari tubuh sang suami. Aroma yang dirindukan Agatha semenjak seminggu yang lalu.
"Aku merindukanmu," bisik Marco tepat di samping telinga Agatha.
Agatha tampak acuh saat rambutnya dibawa ke samping dan ciuman datang bertubi-tubi di tengkuknya. Marco selalu memperlakukannya dengan lembut dan berhasil membuatnya terbuai. Namun, apakah hanya dia sendiri yang diperlakukan seperti itu? Sedih rasanya membayangkan hal yang tidak-tidak tentang Marco dan wanita lain.
Sibuk dengan pikiran sendiri, Agatha baru tersadar saat tangan Marco mengelus perutnya. Kancing piyama pun entah sejak kapan sudah terbuka pada bagian atas.
"Aku menginginkanmu," ucap Marco dengan suara yang semakin serak.