Still Waiting for A Reason

Roormniax
Chapter #1

#1 - Starlight

Vena menyisir rambutnya sambil mematut diri di depan cermin. Tak pernah seperti ini senyumnya karena seseorang yang bahkan baru kemarin dia temui. Dia baru saja menemukan seorang teman. Namanya Rachel. Dia gadis yang baik dan ceria. Mengungat Rachel raut wajahnya terlihat bahagia lalu tiba-tiba dia berhenti menyisir saat pandangannya tertuju pada sebuah foto yang menempel di dinding.

"Ibu, aku rindu,"

Setelah itu, dia mengambil tasnya dan turun menuju ruang makan. Ayahnya sudah sejak pagi menyiapkan sarapan. Vena lalu menarik kursi dan menunggu hidangan buatan Ayahnya selesai dimasak.

"Morning sayang, hari ini nasi goreng lagi nggak apa-apa, kan? Ayah nggak bisa masak selain ini. Nanti, Ayah akan belajar lagi," ujar Ayah Vena sambil mengecup puncak kepalanya.

"Nggak apa-apa, Yah, ini sudah cukup. Lagipula, Vena selalu suka dengan apapun yang Ayah masak," jawab Vena.

Ayah Vena mengangguk lalu meneluk Vena sebentar.

"Maaf nggak bisa menjaga Ibumu lebih baik," lirih Ayah.

Air mata Vena merebak. Dia tahu Ayahnya akan seperti ini lagi. Kecelakaan dua tahun lalu masih tidak bisa menghilangkan rasa bersalah dalam diri Ayah.

"Yah, sudah ya, bukan salah Ayah," ujar Vena menenangkan. Padahal, ada beribu air mata yang siap meluncur dari netranya.

Ayah melerai pelukannya.

"Maaf, Ayah seperti ini lagi," Ayah mencoba tersenyum lalu beranjak pergi ke kamarnya.

Setelah itu, tangis Vena semakin menjadi. Dia juga sama sedihnya dengan Ayah. Ditambah, Ayah yang tak bisa merelakan Ibunya pergi membuat dadanya semakin sesak. Kenangan Ibunya dirumah ini pasti cukup menyiksa Ayahnya dan dirinya. 

Suara denting jam menyadarkan Vena. Dengan cepat, dia mengusap wajahnya kasar dan berjalan menuju kamar mandi. Membasuh wajah, mengoleskan sedikit BB krim dan menguncir rambutnya ke atas. Setelah selesai, dia keluar.

"Ayah, aku berangkat,"

Tidak ada sahutan. Vena tahu itu dan segera pergi ke sekolah.

---

"Nanti kita jadi ke konser indie itu kan, Ven?" tanya Rachel---teman sebangku Vena--- saat Vena sedang menulis ulang catatannya yang tempo hari basah karena terkena hujan.

"Iya, tapi gue ada urusan OSIS sebentar jadi kalau telat lo pergi duluan saja ke sana," jawab Vena.

"Yaaaah, nggak seru dong Ven. Eh Ven, nanti disana juga ada Kara loh! Lo tahu kan dia ganteng banget anjir, ayo lah temenin gue buat lihat diaaa! Dijamin bikin mood naik nih!"

Vena menghentikan aktivitasnya lalu membenarkan ikat rambutnya yang agak longgar.

"Beneran bikin mood naik ya, Chel, awas kalau nggak," ujar Vena.

"Yesss! Oke gue tunggu lo sepulangnya deh dari OSIS, habis itu kita pergi bareng. Eh, gue mau ke kantin, lo ikut?"

"Nggak Chel nanti saja. Lo duluan," pinta Vena.

Rachel mengangguk lalu meninggalkan sahabatnya itu.

Sepeninggal Rachel, Vena membuka tasnya dan mengeluarkan buku hariannya. Saat tangannya akan membuka buku itu, tiba-tiba dari arah pintu, muncul seorang laki-laki yang sepertinya habis berlari.

Keringatnya bercucuran. Bajunya basah dan rambutnya terlihat acak-acakan. Setelah menetralkan nafasnya, laki-laki itu berniat keluar dari kelas Vena sampai matanya beradu dengan mata Vena.

"Eh, sorry dek kalau nganggu lo belajar. Temen-temen pada rese pakai acara kejar-kejaran segala,"

Lelaki itu menerangkan apa yang terjadi pada dirinya kepada Vena. Vena hanya menatapnya sebentar lalu kembali fokus pada buku hariannya.

Kesal karena tidak digubris, lelaki itu malah berjalan ke bangku Vena dan duduk di meja Vena.

"Nama lo siapa?"

Vena menatapnya jengah. Muncul satu lagi makhluk yang akan mengganggu istirahat sakralnya untuk menulis puisi.

Lihat selengkapnya