Berharap adalah satu kata yang memiliki makna menunggu sesuatu yang tak mungkin didapatkan. Sama seperti hatimu yang tidak akan pernah aku dapatkan. Jangankan mendapatkan hatimu, aku bahkan tak bisa membuatmu untuk memandangku.
Memandang adalah satu kata yang bermakna mengarahkan pandangan ke satu titik tertentu. Hanya itu yang aku inginkan, melihat kamu memandang barang sebentar. Aku sama sekali tak berharap lebih, hanya keinginan sederhana : memandangku sesaat.
"Sampai kapan kamu akan berharap dia akan menoleh ke belakang hanya untuk menatapmu? Itu adalah keinginan yang paling mustahil,"
Aku menarik napas pelan, "Uhm...aku juga merasa begitu. Hatinya itu dibatasi dinding kokoh yang sangat sulit ditembus oleh siapapun. Tapi, apa aku harus menyerah pada perasaan ini?"tanyaku seraya menengadahkan kepala ke atas, mencegah air mata yang sebentar lagi akan menderas.
"Kamu begitu mencintainya, tapi dia sama sekali tak melihatmu."
Aku tersenyum masam, "Itu jauh lebih baik, daripada harus melepaskan harapan begitu saja. Hati itu layaknya batu... yang akan terkikis apabila dikenai air terus menerus, sama seperti hatinya yang suatu saat akan mencair pada waktunya nanti,"ujarku sambil terus menguatkan hati.
"Kamu ini__. Dia itu spesialis langka, walaupun ditetesi perhatian sekalipun, ia tidak akan menoleh barang sedetik."
Aku tak membantah, karena pada kenyataannya dia memang begitu. Jika saja aku memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaan padanya, maka sudah sejak lama kulakukan. Bodohnya, aku takut ditolak lebih dulu, karena bagiku... lebih baik memendam perasaan daripada harus ditolak.
Cinta itu memang buta, nyatanya karena cinta... aku menunggunya hingga sekarang, menunggu sampai ia membalikkan tubuhnya ke arahku sejenak. Bodoh, mana mungkin aku berharap ia melihatku, memangnya siapa aku?
12 Januari 2019
Tak ada yang lebih membahagiakan ketika melihat dia membalikan tubuh dan menatapku. Tapi.... bodohnya aku, bukan aku lah yang ia lihat, justru ia melambaikan tangan ke arah belakang tubuhku. Dia tersenyum kepada seorang wanita.
Dengan langkah lambat, kutinggalkan pemandangan yang membahagiakan, tapi juga begiru terasa melukai. Tidak, tidak seharusnya aku cemburu. Aku bukanlah orang yang diijinkan untuk merasa cemburu ketika melihat dia bersama orang lain. Aku siapa, dia siapa? Kita berbeda, sangat berbeda.
Bahkan, aku tak menyadari bila waktu berputar begitu cepat. Rasanya, baru beberapa hari aku menyimpan rasa untuknya, tapi pada kenyatannya...ini sudah dua tahun, dan sama sekali tidak ada kemajuan sama sekali.
Lelah. Satu kata yang menggambarkan bagaimana perasaanku ketika menunggunya menoleh ke arahku. Sayangnya, hingga saat ini aku belum mendapatkan itu. Mungkin... di matanya, aku hanyalah sebutir debu yang seharusnya dibersihkan dan tidak untuk diajak berteman. Atau mungkin, aku tak terlihat di matanya, baginya mungkin....aku hanyalah orang tak kasar mata.
"Kamu kenapa? Wajah kamu pucat..."
"Aku baik-baik saja. Terimakasih."
Berhenti. Satu keputusan yang baik untuk semua orang, dia dan aku. Baik untuk dia, karena sudah tidak ada lagi orang yang memendam perasaan untuknya. Baik untukku, karena aku ingin mengobati luka di hati ini. Semua akan kembali seperti semula, waktu dimana kami belum dipertemukan.
12 Februari 2019