Alhamdulillah. Sebelumnya, saya ingin mengatakan bahwa hal yang dibicarakan Sidi Muhammad Syarif1 sangat penting dan tidak bisa diremehkan. Sebab, yang kita hadapi sekarang sebagai umat, yang tidak pernah dihadapi siapa pun di masa lain dalam sejarah kita, adalah ancaman pembubaran jiwa manusia itu sendiri.
Baru-baru ini saya sangat beruntung bertemu dengan seseorang yang saya anggap salah satu orang terhebat di zaman kita, Syaikh Abdul Karim Zaidan. Saya bertemu dengannya di Makkah. Kami makan sahur bersama. Dia adalah seorang syaikh berkebangsaan Irak yang usianya sudah lebih dari 90 tahun. Dia telah menulis sebuah karya ensiklopedis tentang fiqih perempuan. Hukum-hukum ihwal perempuan. Namun, di antara banyak buku yang ditulisnya, dia menulis buku tentang sunnatullah, yakni cara Allah Swt. bekerja dalam penciptaan-Nya. Ini salah satu hal luar biasa dalam ajaran kita.
Sunnatullah menyediakan cetak biru cara kerja keberadaan (wujud) kita. Dan, kita merupakan unsur sadar di tengah alam semesta yang mampu memahami penciptaan dengan cara yang tidak bisa dilakukan makhluk lain. Kita bisa mencegah keburukan dari diri kita, atau justru menjatuhkan diri kita pada kehancuran, berdasarkan pengetahuan yang telah diberikan kepada kita. Pengetahuan keramat yang paling mendalam ini telah dilimpahkan Allah Swt. kepada kita sebagai amanah.
Al-Quran menyebutkan, amanah ini sangat berat hingga para malaikat, bumi, dan gunung menolak menanggungnya, sedangkan manusia bersedia menanggung beban amanah tersebut. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh (QS Al-Ahzab [33]: 72).
Salah satu yang membuat saya kagum adalah tatkala Syaikh Abdul Karim Zaidan memasuki ruangan dengan langkah yang berat, lalu dia duduk dan diam, lantas seseorang bertanya kepadanya, karena ada syaikh lain di ruangan itu yang baru saja bicara. Orang itu bertanya kepada Syaikh, tiba-tiba dari orang sepuh ini muncul gairah yang benar-benar membuat saya kagum, memberi kesan seolah-olah dia anak muda yang berbicara dengan ketulusan yang dalam dan penuh gairah. Dia pun memengaruhi semua orang di ruangan itu.
Inti yang dikatakannya adalah kita sebagai umat secara kolektif menghadapi suatu krisis yang tiada taranya dalam sejarah Islam. Tidak ada satu periode pun dalam sejarah kita yang setara dengan periode yang sedang kita jalani sekarang. Alasan utamanya adalah komunikasi massa. Alasan kenapa kita terancam sekarang, berbeda dari segala masa yang lalu, adalah kekuatan yang berada di tangan non-Muslim guna menyerang Muslim di jantung rumah mereka.
Ke mana pun kita pergi di dunia ini, Anda melihat di seantero dunia Muslim parabola memenuhi rumah Muslim. Di rumah termiskin pun Anda akan melihat parabola di luar rumah itu. Yang diserap oleh parabola adalah kotoran yang mencemari pikiran dan hati generasi muda, paruh baya, dan orang tua kita. Setiap hari, malam dan siang. Ramadhan sekarang telah menjadi waktu orang menonton TV, karena acara “terbaik” sekarang disajikan selama Ramadhan di dunia Arab. Orang menonton TV di bulan Ramadhan. Ini adalah bencana.
Kita harus benar-benar menyadari apa yang sedang terjadi pada umat ini. Dampak yang begitu masif. Kekuatan yang sangat besar. Ada kekuatan yang memiliki kemampuan memengaruhi pikiran orang. Kita telah membiarkan setan memasuki ruang depan kita, tempat tidur kita. Kita membukanya dan mempersilakan setan membesarkan anak kita, mengajari istri kita, dan merusak hati mereka. Ini sungguh luar biasa.
Sekarang, di Semenanjung Arabia ada beberapa pemuda yang berpenampilan seperti bandit tahun 50-an. Mirip James Dean dan Marlon Brando di tepi laut, dengan jaket kulit dan topi baseball-nya yang dibalik. Mereka mengitari Ka`bah, lalu keluar. Mereka bahkan tidak shalat. Orangtua mereka shalat, sedangkan mereka berada di luar seperti bandit di jalanan, di trotoar, mengobrol dan menyia-nyiakan hidup mereka, lalu keluyuran ke Burger King atau Kentucky Fried Chicken yang berada tepat di depan pintu Raja Abdul Aziz, salah satu gerbang Ka`bah, untuk memakan junk food (harfiah: makanan sampah) yang memberi gizi pikiran sampah mereka, yang merupakan hasil dari acara TV sampah mereka. Inilah yang sedang kita ciptakan. Masyarakat orang-orang sampah. Saya kira, sebutan ini tidak berlebihan.
Tawa Anda pun merupakan pertanda betapa seriusnya krisis ini, seperti pepatah Arab, “Hal terburuk membuat orang tertawa”. Kita sedang berada dalam krisis, dan kita semua sedang tidur lelap. Kita harus bertanya kepada diri kita, apa akibatnya? Berapa banyak lagi kita harus kehilangan kemanusiaan kita sebelum kita bangun? Kira-kira apa akibatnya? Berapa banyak anak harus dikorbankan di altar prime time TV sebelum kita bangun untuk menyadari apa yang sedang terjadi pada masyarakat kita, keluarga kita, anak-anak kita, masjid kita, serta masyarakat kita. Berapa banyak lagi? Sebanyak apa yang Anda bisa tahan? Sebanyak apa yang bisa mengisi hati Anda? Berapa banyak pencemaran? Jika dulu Imam Asy-Syafi’i mengeluhkan hilangnya sebagian hafalannya lantaran melihat sesuatu yang haram meskipun hanya sesaat ia terus menatap, betapa jauh lebih besarnya hal haram yang kita masukkan ke hati kita setiap hari.
Kita semua sedang mengalami krisis. Kita harus bangun melihat krisis ini dan menyadari beban yang dipikul umat ini. Kita punya beban yang sangat besar di hadapan kita, karena kita tidak seperti orang lain. Kita juga tidak ingin seperti kaum Yahudi yang diberi kebenaran tetapi berpaling darinya. Karena itulah, mereka dimurkai dan ditimpakan azab oleh Allah Swt. Kita tidak ingin seperti mereka. Orang yang bahagia adalah orang yang belajar dari cobaan orang lain, bukan belajar dari cobaan yang menimpa dirinya sendiri. Dengan melihat cobaan orang lain, dia bangun melihat kenyataan bahwa satu-satunya cara untuk mencegah cobaan itu adalah berhenti dan kembali kepada Allah Swt. Inilah yang diinginkan dan diharapkan Allah Swt. Yakni, kembali kepada-Nya secara kolektif sebagai umat. Kita harus kembali kepada-Nya.
Orang yang bahagia adalah orang yang belajar dari cobaan orang lain, bukan belajar dari cobaan yang menimpa dirinya sendiri. Dengan melihat cobaan orang lain, dia bangun melihat kenyataan bahwa satu-satunya cara untuk mencegah cobaan itu adalah berhenti dan kembali kepada Allah Swt.
Kita harus menghentikan kepicikan kita. Kita juga harus mengesampingkan perbedaan kita. Kita harus bangun melihat kebenaran agama ini dan menunjukkannya kepada orang lain, karena orang sedang sekarat. Planet ini pun sedang sekarat. Sungai kita sedang diracun. Makanan kita sedang diracun. Pikiran kita sedang diracun. Kita sedang bunuh diri. Allah Swt. berfirman, Wahai manusia! Sesungguhnya kezalimanmu bahayanya akan menimpa dirimu sendiri (QS Yûnus [10]: 23). Penindasan olehmu hanya menyakiti dirimu sendiri.
Demi anak-anak kita dan masa depan mereka, kita harus berubah. Berapa lama lagi egoisme ini bisa berlanjut? Saya ingin anak saya tumbuh dengan baik di dunia yang mempermudah kemanusiaan mereka, bukan malah menghancurkan dan merenggutnya dari mereka, serta menyingkirkan mereka dari kemanusiaan mereka. Menjadi manusia sejati adalah hak mereka sejak lahir, bukan manusia sampah yang menghabiskan hidup mereka di mal yang penuh cobaan, membeli barang sampah, dan memenuhi kehidupan sampah mereka.
Berapa banyak lagi? Kapankah kita bangun secara kolektif sebagai umat dan menanggapi seruan Allah Swt. dan Rasul-Nya, Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu (QS Al-Anfâl [8]: 24). Kapankah kita menjawab panggilan itu? Kapankah kita menanggapi seruan Allah Swt. dan Rasul-Nya kepada sesuatu yang akan menghidupkan kita? Implikasi ayat ini adalah selama kita tidak menanggapinya, berarti kita orang mati.
Hati kita menjadi mati. Kehidupan kita mati. Masyarakat kita adalah masyarakat yang mati, yang merayakan kematian spiritualitas dengan memberikan kehidupannya untuk mengejar hal-hal rendah dalam masyarakat. Ini merupakan kematian jiwa, karena jiwa hanya bisa dihidupkan dengan mengakui alasan ia diciptakan, untuk apa ia diciptakan, lalu berjuang meraih tujuan itu. Mengakui bahwa kita memiliki kekurangan dan bisa berbuat salah sebagai bagian dari kemanusiaan kita. Dan Allah Swt. mengetahui kesalahan itu, karena Dia menciptakan kita. Semua itu agar kita bisa kembali kepada-Nya dan Dia bisa menerima kita kembali serta mengampuni kita. Inilah alasan kita diciptakan.
Kita diciptakan untuk menanggapi ‘ubudiyah (penghambaan) kepada Allah Swt. Satu-satunya cara hamba sahaya memenuhi ‘ubudiyah kepada-Nya justru karena tabiat hinanya, ketundukan kepada-Nya, terkutuk akibat perbuatan salahnya, sehingga dia berharap dosanya ditebus dan ingin dihubungkan kembali kepada tabiat sejatinya. Inilah sebabnya kita dikaruniai wudhu yang sangat hebat ini. Dengan wudhu, kita memurnikan diri. Kita juga dikaruniai shalat yang sangat hebat, wujud berdoa dan bermunajat kepada Allah Swt.
Dalam satu artikel di sebuah majalah disebutkan fakta bahwa semakin banyak orang dewasa Amerika memainkan permainan anak-anak, lebih banyak daripada di segala masa sebelumnya, mulai bungee jumping hingga terbang dengan mesin yang mereka ciptakan untuk melompati pegunungan, dan sebagainya. Itulah yang mereka lakukan dengan hidup mereka. Padahal, hidup itu sangat berharga dan hanya satu kali.Anda hanya punya satu peluang dalam kehidupan yang singkat untuk melakukan sesuatu yang hebat, untuk menjadi orang hebat.
Kenapa mereka melakukan semua hal itu? Jawab mereka, untuk merilekskan ketegangan hidup mereka. Hanya untuk merasakan sebentar pacuan adrenalin, untuk merasa hidup. Itulah yang mereka coba lakukan. Dengan melompat dari jembatan, dengan tali tambang karet, sambil melihat trotoar bersemen tepat di hadapan, tiba-tiba dia untuk sesaat merasa benar-benar hidup. Dia pun ingin mengulangi pengalaman itu, karena dia ingin merasa hidup. Namun, itu bukanlah kehidupan yang menjadi alasan diciptakannya manusia.
Kehidupan bukanlah melalui pacuan adrenalin, heroin yang memasuki otak Anda, kokain yang dihirup, terjun bebas dari pesawat terbang, atau resusitasi jantung di Unit Gawat Darurat. Semua itu tidak akan membuat Anda merasa hidup. Satu-satunya hal yang membuat Anda merasa hidup adalah menjadi hamba Sang Mahatinggi dan Mahahidup Yang tidak akan mati. Ini adalah tantangan bagi manusia. Inilah hal yang kita harus bangun untuk menyadarinya. Kita harus bangkit untuk sesuatu.
Saya ingin bertanya, berapa banyak orang yang punya pena dan kertas di sini? Ini adalah bagian dari krisis kita. Yang membawanya mesti mengacungkan tangan. Sebab, entah Anda datang kemari untuk mempelajari sesuatu, atau Anda datang kemari karena merasa penasaran, atau Anda datang kemari agar mendapat hiburan, Anda datang kemari karena seseorang menyeret Anda ke sini, atau Anda datang kemari, seperti kata Sidi Muhammad, guna membuat catatan untuk pemerintah Kanada atau AS. Saya tidak tahu.
Mungkin mereka punya pena dan kertas pula. Sebab, mereka tidak pergi tanpa membawanya. Mereka selalu membawa pena dan kertas, juga sebuah mesin perekam. Itulah sebabnya mereka menguasai dunia. Karena, mereka berusaha keras. Kita seharusnya punya pena dan kertas. Saya mencatat, perempuan cenderung punya pena dan kertas. Sehingga bukan tanpa alasan, sekarang mereka mengambil alih posisi laki-laki di universitas dan di berbagai bidang penting. Karena kaum lelaki menonton bola. Ini sesuatu yang serius. Intinya adalah kita sebagai umat perlu mulai menghidupkan kembali tradisi intelektual kita. Mencatat, mengambil manfaat. Bukan hanya datang dan duduk saja.
Seseorang berkata tentang Fiasco dan Washington. Ini adalah contoh yang sangat bagus ihwal bagian dari krisis. Namun, Islam melihat Pakideo sebagai persoalan yang paling kecil. Kenyataannya, Partai Republik di Amerika Serikat benar-benar punya andil dalam kehancuran moral AS, karena mereka melayani kepentingan perusahaan secara tulus. Padahal, justru perusahaan itulah yang menghancurkan keluarga dan kelompok masyarakat lebih dari faktor apa pun di AS. Jadi, mereka munafik. Mereka pantas mendapat pelaku pornografi, siapa pun namanya, yang menyingkap sebanyak mungkin orang yang dia bisa. Sebab, mereka munafik. Namun, intinya adalah kita sebagai umat perlu mulai menghidupkan kembali tradisi intelektual kita. Mencatat, mengambil manfaat. Bukan hanya datang dan duduk.
Orang-orang itu bekerja keras. Itulah sebabnya mereka menguasai dunia. Padahal, kitalah seharusnya yang menguasai dunia sebagai Muslim. Jika Anda melihat di luar sana, kita terlihat sangat menyedihkan. Uniknya, mereka malah menganggap kita secara serius. Hal itu karena mereka tahu sejarah. Mereka mempelajari sejarah, dan mereka sangat mengkhawatirkan api besar kebangkitan Islam. Apa yang mereka baca benar-benar membuat mereka ketakutan. Mereka berkata, “Lihat abad ke-19 ini, sesuatu yang sangat misterius terjadi.”
Tiba-tiba mujahid ini muncul di Afrika Barat, lalu di saat yang sama, bahkan tidak bisa ditemukan hubungan materialnya, mungkin saja mereka dibuat di Makkah, siapa tahu? Tiba-tiba juga ada mujahid muncul di provinsi Hunan, Cina, dan mereka mengatakan hal yang sama. Orang-orang itu pun menanggapi. Tiba-tiba pula seseorang di Sudan melakukan hal yang sama, juga di Aljazair, di Libya, dan di Turki. Semuanya tiba-tiba terjadi di seluruh dunia. Bagaimana ini bisa terjadi? Mereka ingin memahaminya. Mereka pun menelitinya. Mereka lantas membayar orang, memberi mereka beasiswa guna meraih gelar Ph.D. Akhirnya, mereka duduk di Langley dan Virginia serta berbagai tempat misterius lainnya. Kita tidak diperbolehkan menyelidiki apa yang sedang mereka bicarakan di tengah masyarakat demokratis yang terbuka ini. Masyarakat yang membangga-banggakan keterbukaan ini pada faktanya memiliki organisasi serta lembaga yang paling tertutup dan rahasia dalam sejarah manusia.
Mereka mempelajari, menyelidiki, membedah, dan menganalisis kita. Mereka memprofil kejiwaan orang seperti saya dan Muhammad Syarif serta orang lain yang kerap kali berbicara di depan umum. Mereka melihat buku yang kita baca, yang kita beli dengan kartu kredit atau kita pinjam dari perpustakaan. Saya tidak mengada-ada. Inilah yang sedang mereka lakukan. Mereka punya 30 miliar dolar dari kongres untuk melakukan hal semacam ini. Sekarang, bahkan kita tidak tahu apa yang mereka lakukan di sisi lain dengan jual beli kokain. Jadi, mereka punya banyak uang untuk dihabiskan. Mereka sangat serius, karena mereka memandang Islam sebagai ancaman.
Mereka memandang Islam sebagai ancaman terhadap cara hidup mereka. Kepala keamanan kepresidenan AS yang pensiun, menjadi kepala keamanan tim football profesional di AS. Dari melindungi presiden AS menjadi melindungi Troy Aikman (pemain football―peny.) atau semacamnya. Lihatlah alasan dibalik alih profesi yang dramatis ini, dia berkata, “Tidak ada yang bertentangan dalam hal ini. Saya telah bersumpah untuk melindungi cara hidup orang Amerika. Dan, Football adalah cara hidup orang Amerika.”
Inilah yang ingin mereka berikan kepada dunia: permainan ala Romawi, Colosseum kuno. Menempatkan orang di depan untuk menonton orang-orang dimakan hidup-hidup. Orang Kristen dimakan hidup-hidup oleh singa. Sekarang mereka menonton Muslim dibom. Bom pintar terhadap Muslim bodoh. Itulah yang kita saksikan di CNN. Inilah forum modern. Menonton Muslim dimakan hidup-hidup oleh pelaku operasi Dessert Storm (Badai Gurun), kemudian Dessert Fox (Rubah Gurun). Luar biasanya, tidak ada orang yang berkomentar, padahal Dessert Fox adalah jenderal Nazi yang bernama Rommel. Kenapa mereka menyebutnya operasi Dessert Fox?
Rommel adalah seorang jenderal Nazi fasis yang arena utamanya, panggung teaternya—mereka menyebutnya operasi teater, karena bagi mereka itu adalah permainan, sinema—operasi teaternya adalah Afrika Utara. Dessert Fox, Rommel, demikianlah mereka menyebut operasi itu. Jadi, itulah yang mereka lakukan. Mereka akan menghibur Anda hingga Anda mati kaku. Itu adalah janji. Sekarang, mereka mati juga, tetapi tidak masalah karena ada penggantinya. Mereka akan mati. Semua aktor, aktris, produser, sutradara, mereka semua akan mati, seperti halnya orang lain.
Sekarang, saya akan memberi Anda program. Jika Anda memandangnya serius seperti halnya saya. Saya harus memandangnya lebih serius daripada orang lain. Pasalnya, jika saya mengajarkan sesuatu yang tidak saya anggap serius maka itu menjadi hal yang paling berbahaya bagi saya. Namun, jika Anda mengikuti program ini, saya harap Anda mencatatnya. Sebab, kita ingin mengikuti jejak Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Kata innama menurut bahasa Arab, disebut adatul hashri, artinya satu-satunya alasan aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Bagaimana kita melakukannya?
Ada dua hal yang amat diperhatikan dalam Islam. Pertama dan utama adalah hati, yang disebut al-qalb. Ia juga disebut al-‘aql, al-fu’ad, al-sirr, dan al-ruh. Ia punya banyak nama dalam Al-Quran. Namun, yang utama ia disebut qalb. Dasar dan arti penting qalb terdapat dalam ayat Al-Quran dan Hadis sahih. Al-Quran mengatakan, “(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS Al-Syu’arâ’ [26]: 88-89). Pada hari itu (Hari Kiamat), tidak ada yang bermanfaat bagi manusia, kecuali orang yang berhati baik.
Dengan kata lain, satu-satunya hal yang bermanfaat bagi Anda bukanlah kekayaan Anda, bukan pula anak Anda, yang merupakan konsep jahiliah tentang apa yang bermanfaat bagi Anda di dunia. Di akhirat, tiba-tiba kriteria berubah, tidak lagi kriteria duniawi, tetapi kriteria ukhrawi, yaitu hati yang baik. Jika Anda tidak punya hati yang baik, sebaiknya Anda mendapatkannya. Jika Anda tidak punya hati yang baik, Anda tidak akan selamat. Jika kita menggunjing orang, berarti kita tidak punya hati yang baik. Jika kita berbuat curang, berarti kita tidak punya hati yang baik. Jika kita tidak memenuhi kewajiban yang telah Allah Swt. perintahkan agar dipenuhi, berarti kita tidak punya hati yang baik.
Segala hal yang menjauhkan kita dari-Nya merupakan tanda bahwa hati kita perlu dibenahi. Inilah perhatian pertama dan utama manusia, hatinya sendiri. Allah Swt. berfirman, Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (QS Al-Isrâ’ [17]: 36). Allah Swt. memulai dari pendengaran, karena ia adalah yang paling sulit dijaga.
Saya tiba di Kota New York, dan saya beri tahu Anda sesuatu, pergi dari Makkah ke Jeddah tak ubahnya pergi dari surga ke gerbang surga, pergi dari Jeddah ke Maroko tak ubahnya pergi ke suatu tempat saya bisa melihat surga di kejauhan, tetapi saya tidak berada di dalamnya, lantas tiba di New York tak ubahnya turun ke kerak neraka. Tidak ada yang berlebihan tentang hal ini. Sebab, tiba-tiba saja semua orang di sekitar saya menggunakan bahasa kotor. Tidak bisa dipercaya, satu-satunya saat mereka tidak menggunakan bahasa kotor adalah ketika mereka sedang menghidangkan sesuatu kepada Anda.
Segala hal yang menjauhkan kita dari-Nya merupakan tanda bahwa hati kita perlu dibenahi.
Saya sedang berdiri menunggu bus, dan saya mendengar dua orang berbincang, saya pun ingin menutup telinga. Itulah yang biasa dahulu Imam Al-Auza’i lakukan ketika dia melihat orang melakukan bid‘ah. Kata-kata dan bahasa mereka begitu kotor. Sementara orang Mukmin tidak menggunakan bahasa kotor, juga tidak mendengarnya. Anda harus melindungi telinga Anda, karena sekarang kata-kata itu berdering di dalam hati. Kata-kata itu memiliki getaran. Sebab, Anda mendengar kotoran dan tercemari olehnya. Jadi, Anda harus melindungi telinga Anda. Masalahnya, bahaya telinga berhubungan dengan pendengaran; ia melingkar, tidak lurus. Kalau mata, Anda bisa mengalihkan pandangan. Jika Anda melihat sesuatu yang haram, bisa berpaling.
Allah Swt. telah memberi Anda kemampuan dengan telinga. Inilah sebabnya dalam Al-Quran Allah Swt. selalu menyebut telinga terlebih dahulu, karena ia lebih sulit. Telinga lebih cepat, dan lebih langsung menuju hati daripada mata itu sendiri. Selanjutnya, Anda harus melindungi mata, karena mata adalah cermin, jendela ke dalam hati. Namun, yang pertama dan utama adalah hati itu sendiri. Ia lebih penting daripada apa pun yang dikaruniakan kepada manusia. Maka, kita harus memurnikan hati. Menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Al-‘Arabi (Ibnul ‘Arabi), cara Nabi Saw. tidak sulit atau rumit.
Hal kedua yang paling penting adalah anggota tubuh. Jadi, hati dan anggota tubuh. Inilah yang kita perhatikan sebagai manusia. Anda harus melindungi anggota tubuh Anda. Bagaimana caranya? Berdasarkan hadis, setiap pagi semua anggota tubuh gemetar di hadapan lidah. Mereka berkata, “Wahai lidah, takutlah kepada Allah mengenai kami; jika engkau lurus maka kami semua lurus, jika engkau bengkok maka kami semua juga bengkok.” Pasalnya, lidah disebut sebagai “penerjemah hati”. Lidah adalah organ tubuh yang paling berbahaya, yang bisa menghancurkan manusia. Inilah sebabnya Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang akan diseret dalam posisi muka atau hidung mereka di tanah, dalam neraka, tidak lain sebagai akibat lidah mereka.”
Pada hadis lain, beliau bersabda, “Jika engkau dapat menjamin bagiku apa yang ada di antara dua paha (kelamin) dan dua rahangmu (mulut), aku akan menjamin bagimu surga.” Itu adalah ‘iffah (sikap menjaga diri dari hal buruk) berkaitan dengan ihwal tabiat buas Anda sebagai manusia. Dengan kata lain, tabiat buas murni kita untuk menjelajahi seksualitas kita di wilayah yang diperbolehkan Allah Swt. bagi kita serta menghindari wilayah yang tidak diperbolehkan.
Kemudian, menghormati tabiat gaya bahasa kita, yaitu kemampuan berbicara, yang meningkatkan derajat kita di atas hewan. Sebab, menurut ulama Arab, manusia disebut sebagai binatang yang pandai berbicara. Ini merupakan karunia. Allah Swt. berfirman, (Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara (QS Al-Rahmân [55]: 1-4). Allah Maha Pengasih. Dia mengajarkan Al-Quran, menciptakan manusia, lalu memberi mereka bayan (kemampuan untuk berbicara dan mengerti), yang merupakan dasar untuk memahami dan menafsirkan Al-Quran.
Ihwal hati, hanya dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kepercayaan (i’tiqad), apa yang kita percayai. Sebab, hati merupakan sumber kepercayaan kita, dari mana kita percaya. Ketika saya mengatakan, “My heart’s not in it” (hati saya tidak ada di dalamnya), artinya saya tidak percaya itu. Saya tidak merasa pasti untuk menyerahkan hidup saya demi itu. Kepercayaan terletak di dalam hati. Inilah sebabnya Rasulullah Saw. bersabda, “Takwa itu di sini.” Beliau mengatakannya tiga kali sambil menunjuk ke dadanya (hatinya). Takwa yang merupakan kesadaran akan Allah Swt., berada di dalam hatinya.
Kepercayaan adalah soal mudah. Maksudnya, kesadaran akan itu tidaklah sulit. Mereka bisa memahaminya. Anda bisa mempelajari akidah dalam waktu singkat. Anda bisa mempelajarinya pada akhir pekan. Ini tidak berlebihan. Sebab, tradisi kita tidaklah sulit. Tradisi bahwa Rasulullah Saw. bisa mengajari orang yang datang berkunjung. Mereka dahulu biasa membuat delegasi. Mereka datang menemui beliau, dan mereka hanya menghabiskan waktu yang singkat bersama beliau. Beliau mengajari mereka tauhid (teologi), lalu beliau mengirim mereka.