Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #7

Bubble Gum dan Air Mineral

"Rumornya, Alvaro pindah ke sekolah kita karena di drop out dari sekolah lamanya!"

Ucapan Diana membuat kepala Zinnia terangkat cepat dari kopi susu yang disesapnya dengan khidmat. Hari itu, dia dan Diana punya agenda belajar bersama di salah satu coffee shop kecil di pusat kota. Tentu saja Diana mentraktirnya. Zinnia tidak akan mau mengeluarkan uang untuk membeli kopi.

"Alasan DO-nya, mau tau nggak?"

Zinnia menggeser buku-buku yang berserakan di atas meja, agar ada ruang untuk menopang kepalanya yang tercondong lebih dekat pada Diana. Entah sejak kapan dia peduli pada gosip murahan ini. Tapi, dia butuh sesuatu sebagai peluru untuk menembak balik kata-kata tajam Alvaro jika diperlukan.

"Karena Alvaro berantem sama guru Penjaskes. Kasusnya sampai diseret ke kantor polisi karena kepala gurunya pecah." Diana yang merasa baru kali itu mendapat perhatian Zinnia ketika bergosip, jadi bersemangat. "Tapi, akhirnya bisa diselesaikan secara damai, dan konsekuensinya dia harus angkat kaki dari Smandulas Siliwangi."

Diana yang terkenal sebagai pakar pergosipan sekolah hingga idol K-pop itu memutar bola mata. "Masuk akal dia di drop out. Soalnya, mana ada ujug-ujug siswa baru di tengah tahun ajaran kalau bukan karena bermasalah. Tapi, kenapa Alibasyah mau nerima murid bermasalah?"

Diana mengedikkan bahu. "Punya orang dalam, kali!"


***


Dipikir-pikir, alasan DO menurut gosip Diana dua minggu lalu ataupun pengakuan Alvaro kemarin, sama-sama tidak ada bagus-bagusnya. Berkelahi? Maling? Zinnia jadi makin yakit jenis berandalan seperti apa Alvaro itu. Jadi, kata-kata pedasnya waktu itu tidak salah, kan?

Sesampainya di kelas, dia sengaja melepas earphone dari telinga untuk mencuri dengar kehebohan cerita di bangku Tina. Kusuma, Edo, Laura, dan Marvin sampai menarik bangku masing-masing demi bisa mendengar cerita Tina secara tuntas.

"Duit aku balik, lah. Pak Bambang bilang, asal dia mau balikin, dia akan dikasih keringanan hukuman."

"Kok gitu?!"

Tina berdecak. "Penghargaan untuk sebuah kejujuran, katanya."

"Tapi, kamu yakin beneran dia yang maling?"

"Ya mana tau." Tina menggeleng. "Yang penting, sih, uang aku balik."

"Tapi, aku tetap yakin malingnya dia," ujar Laura dengan suara keras seraya mengayunkan kepalanya ke arah pojok ruangan, tempat Rianti duduk sendirian seperti biasa.

Cewek yang ditunjuk pura-pura memandang ke luar jendela. Meskipun, Zinnia tahu, cewek itu juga pasti sedang menyimak seperti dirinya.

Lihat selengkapnya