Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #11

Untuk Hari yang Pahit

"Woi kaget!"

Satu seruan terdengar dari jendela di atas kepala Zinnia sesaat setelah terbuka, diiringi dengan bunyi lompatan berat setelahnya. Mata Zinnia seketika membulat, namun cewek itu tak punya keberanian untuk mengangkat wajah, meski ia merasa posisi duduknya pastilah sangat aneh dan mengundang keprihatian siapa saja yang melihatnya.

"Teman-teman, kalian lewat depan aja, ada Bu Dian lagi patroli di sini, nanti aku nyusul! Buruan pergi!" teriak suara tersebut.

Perlahan, suara-suara ramai di atas jendela lenyap. Zinnia sedikit merasa lega. Namun, ketika ia berpikir murid yang melompati jendela itu juga akan segera menyusul pergi, satu jari terasa mencuil bahunya.

Zinnia bergeming. Cuilan itu kemudian berubah menjadi goncangan pelan. Zinnia merutuk dalam hati, namun tetap mempertahankan posisinya. Dia tidak sudi harus memperlihatkan air matanya pada siapapun!

Sialan, kenapa sih dia tidak langsung pergi, katanya ada Bu Dian sedang patroli?

"Aku nggak mau ganggu acara nangis kamu, tapi, itu ada ulat di bahu kamu."

Maka tangan Zinnia secara serampangan menyapu bahunya. Dia tidak takut pada ulat.

"Bahu kanan."

Anehnya, ia menuruti instruksi itu begitu saja. Suara tawa kemudian memenuhi udara pengap di belakang lab. Tawa lembut yang terasa familiar.

"Bercanda doang, nggak ada ulat, kok."

Zinnia berusaha menahan kesal, masih dengan posisi wajah tenggelam di antara lutut. Cewek itu susah payah menahan air matanya agar berhenti keluar ketika ia merasa siswa itu bergerak ke sampingnya. Aroma lemon segar sontak menguar ke hidung Zinnia, menyihir kepalanya untuk terangkat tanpa sadar demi memastikan pemilik aroma tersebut.

"Oh, sang penulis artikel di mading sekolah yang bikin heboh!" Alvaro, dengan setelan batik berantakan dan ikat pinggang dikalungkan di leher, mengacungkan jari telunjuk ke wajah Zinnia. 

Air mata masih mengalir di wajah Zinnia ketika sorot matanya bertabrakan dengan manik hitam legam milik Alvaro. Mengetahui mereka harus bertatapan saat wajahnya berantakan dan dia sedang terlibat masalah begini, malah membuat air mata rembes makin deras. Zinnia buru-buru mengalihkan pandangan, mencoba mengatur napas, takut ingusnya akan segera jatuh karena ia tak bisa berhenti menangis.

Sial, bahkan semesta sepertinya juga ikut membullynya hari ini.

"Kenapa jadi aku yang dihakimi?!" Kalimat itu lebih mirip teriakan tercekat daripada pertanyaan. "Kenapa sorot mata mereka kelihatan sebenci itu sama aku?"

Lebih dari itu, kenapa Alvaro harus melihat versi terjelek dari dirinya setelah peristiwa memalukan yang disebabkan Kusuma. Zinnia tidak ingin terlihat sebagai cewek lemah. Dia ingin muncul dengan rapi dan dapat dikenal sebagai siswa pintar dan disegani di sekolah.

Alvaro yang berdiri di sampingnya memonyongkan bibir, seolah sedang memikirkan sesuatu. Cowok itu kemudian ikut menyenderkan badan ke dinding lab, namun dalam posisi berdiri. Tangan kananya meraba sesuatu dari saku celana, lalu disodorkannya bungkusan cokelat batangan ke depan hidung Zinnia. "Nih coklat almond."

Lihat selengkapnya