Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #22

Anak Lelaki yang Tersesat

Minggu-minggu berlalu dan murid SMA Alibasyah mulai sibuk karena waktu ujian kenaikan kelas sudah didepan mata. Hari itu jum'at. Namun, Zinnia masih belum melihat kehadiran Alvaro di sekolah. Dia bahkan secara terang-terangan bertanya pada Diana.

"Enggak tahu, sakit mungkin? Terakhir aku lihat dia dipanggil Pak Bambang ke kantor guru."

Zinnia mengangguk-angguk.

"Jadi, gimana? Mau kan ikut pentas teater bulan bahasa nanti?"

Zinnia menghela napas. Diana rupanya masih belum menyerah. Beberapa minggu ini dia sibuk dengan misi merekrut Zinnia untuk kembali bergabung dalam klub teater. Bersama Aldo, Diana keteteran karena kepala sekolah merombak jadwal festival bulan bahasa yang seharusnya dilaksanakan Oktober, menjadi bulan Agustus. Katanya, buat menghemat dana, sekalian jalan perayaan 17 Agustus, ulang tahun sekolah, sekalian saja festival bulan bahasa.

"Aku udah nggak paham lagi maunya Pak Taruna tuh apa. Udah naskah kita banyak dirombak habis, jadwal festival malah dimajuin bulan depan. Udah tau anak kelas sepuluh pada bego hapal naskah!" Diana kembali melontarkan omelan yang sama. Kemarin malah lebih parah, Diana sampai menyelipkan beberapa nama binatang saking kesalnya.

"Ya kan bagus, artinya kamu lebih intens ketemuan sama Aldo." tanggap Zinnia.

"Bagus kepalamu, Zin! Anak-anak teater teriak semua, jobdesk-nya pada melampaui batas. Makanya, Zin." Diana kembali pasang muka memelas. "Sekali aja, kamu dapat peran utama loh, jadi putri Jasmine, kan aku rekrut kamu bukan tanpa alasan, dulu kelas sepuluh kamu pernah ikut teater. Please, kurangin beban anak-anak teater aku. Mau, ya?"

Zinnia bukannya tidak mau membantu. "Males, disana ada Airin."

"Airin tuh nggak gigit! Kamu cuekin aja sih, lagian job dia di tim musik, bukan tim drama. Mau sampe kapan sih musuhan sama dia?"

Zinnia sih sebetulnya tidak peduli. Dia justru tidak ingin membuat Airin jadi tidak nyaman karena kehadirannya. Zinnia mengetukkan jari ke rak buku, tanda bahwa dia sedang berpikir keras. Dia dan Diana saat itu sedang berusaha mencari bahan tugas di perpustakaan, sebelum akhirnya terlibat percakapan di depan salah satu rak buku.

"Emang kamu nggak mau pentas ditonton Alvaro, wiih pasti keren banget, bakal klepek-klepek deh anak itu!"

Mata Zinnia sontak melotot seolah akan keluar dari tempatnya.

Telunjuk Diana teracung ke hidungnya. "JANGAN KIRA KITA ENGGAK TAU YA!"

Terdengar ketukan nyaring dari meja depan. Mereka spontan membekap mulut.

"Tau apa?" cicit Zinnia.

"Kita nggak bego, Zin. Rianti juga cerita kamu pernah nanya soal Alvaro sama dia. Terus bola mata kamu itu engga berenti celingukan ke kelas aku buat liatin dia. Kamu beneran naksir Alvaro kan? Ngaku, deh!"

Zinnia menggigit bibirnya. "Nggak, lah! Ngaco banget kamu!" 

"Bayangin kamu bisa pamer sama Alvaro kalau kamu nggak sekedar pintar doang, tapi juga jago akting." Tidak cukup dengan wajah berbinar, jari-jemari Diana ikut menari di depan wajah Zinnia. "Nanti kamu didandanin cantik, pake gaun di atas panggung, jadi pemeran utama. Waah!"

Seolah Zinnia ingin showing off pada Alvaro saja. Istilah yang dia pelajari sebagai keinginan untuk membuat orang lain kagum lewat aksi. Dia bisa juara kelas, juara olimpiade, bersosialisasi dengan baik, dan sekarang dia juga bisa menjelma jadi cewek yang jago akting. Zinnia buru-buru menggeleng seraya menepuk jidat.

Lihat selengkapnya