Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #25

Kembali Asing

Alvaro baru muncul kembali di hari keempat ujian kenaikan kelas. Sama seperti sebelumnya, Alvaro tampil dengan senyum secerah matahari pagi. Tapi, dari gerak-geriknya, Zinnia menduga Alvaro mencoba menghindarinya.

Hal itu terkonfirmasi di hari pertama classemeting. Mereka bertemu di lab komputer bersama beberapa orang siswa lain untuk mengerjakan ujian susulan. Hari itu Alvaro tidak sekalipun menoleh pada Zinnia yang duduk di sebelahnya. 

Zinnia tidak bisa berhenti berdecak sebal saat keluar dari lab komputer. Dia beberapa kali mencoba menendang kursi Alvaro, tapi cowok itu tidak bergeming seolah dia menggantikan posisi Zinnia sebagai manekin kelas. Guru pengawas sampai menegur Zinnia karena aksinya dianggap mengganggu kenyamanan orang lain.

Zinnia merasa sangat marah sekali. Tapi, dia tidak tahu harus melakukan apa. Mungkin dalam keadaan begini, memberi Alvaro waktu adalah pilihan terbaik. 

"Awas!" Suara teriakan dari lapangan.

Zinnia menoleh, mendapati bola voli terbang ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Belum sempat badannya melakukan refleks, sebuah tangan menepis bola itu dengan keras.

Itu tangan Alvaro. Zinnia langsung menoleh. Mata mereka beradu pandang. Melihat mata sayu Alvaro membuat Zinnia kembali teringat adegan berdarah di taman kota. Cewek itu tiba-tiba mengalihkan pandangan.

Ternyata, masalahnya bukan pada Alvaro. Lebih dari itu, Zinnia rupanya belum siap kembali menghadapi Alvaro. Cowok itu, untuk beberapa hal, telah memberinya semacam trauma. 

Alvaro juga tidak menjawab sapaanya. Cowok itu hanya berjalan ke lapangan voli.

Waktu classmeting akhirnya dihabiskan Zinnia untuk ikut latihan teater dan belajar di perpustakaan. Zinnia ingin mempersiapkan diri di kelas dua belas lebih awal. Sementara iut, di waktu yang sama Alvaro sibuk mengikuti jadwal ulangan kenaikan kelas yang tertunda. Beruntung tragedi Alvaro tidak terjadi di lingkungan sekolah, sehingga Pak Bambang dengan gampang menutupi fakta dengan cerita-cerita karangan. Kecelakaan, kata wali kelasnya. Zinnia juga tidak banyak cerita pada Diana.

Zinnia dan Alvaro benar-benar tidak saling menyapa hingga tiba waktu pembagian rapor. Mereka bersikap seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal.

Hari itu pukul sepuluh tepat, seluruh murid Alibasyah berkumpul rapi di lapangan utama untuk pengumuman penting setiap akhir semester. Zinnia harus menelan kecewa setelah namanya keluar sebagai juara pararel dua. Mada menempati posisi satu dengan nilai terpaut dua poin lebih tinggi dibanding Zinnia. Hanya dua poin, tapi jelas Zinnia kecewa.

Mada banyak tersenyum, sementara Zinnia mati-matian memberitahu dirinya bahwa tak apa dia kalah, semester depan dia akan lebih giat lagi. Jam-jam panjang yang dia habiskan di perpustakaan lepas ujian kenaikan kelas adalah caranya mempersiapkan diri. Meski artinya SPP semester depan hanya gratis empat bulan. Tidak apa, dia punya uang hasil olimpiade untuk membayar sisanya. Sebaliknya, Zinnia lebih khawatir menghadapi amukan Mama di rumah nanti begitu tahu dia turun peringkat.

"Apa aku bilang, Mada tuh lebih pintar sebenarnya," celetuk salah satu siswa di barisan.

"Sok pintar sih, turun kan peringkatnya."

Lihat selengkapnya