Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #26

Kembar

"Kamu yang paling mengecewakan, Dania!"

Hal pertama yang mengagetkan Zinnia begitu menaruh sepatu di rak adalah teriakan menggelegar Mama yang menyebut nama Dania. Zinnia menelan ludah dengan gugup. Dia berjinjit menuju pintu kamar. Saat sampai, Zinnia tidak menyentakkan gagang pintu, melainkan memasukkan kunci dan memutarnya supaya pintu terbuka tanpa suara. Naas, telinga mama rupanya terlalu canggih untuk tertipu dengan trik murahan itu.

"Duduk sana!" ketus wanita itu yang entah kapan berdiri di samping Zinnia.

Menghela napas, dengan pasrah Zinnia menurut. Dia berjalan ke dapur dan mendapati Dania tertunduk lesu di salah satu kursi di meja makan. Ia mengerutkan dahi begitu Dania meliriknya. Pastinya, kesalahan Dania lebih berat dibandingkan dirinya.

"Yang satu turun peringkat, yang satu sama sekali nggak masuk tiga besar."

Jelas bukan Zinnia yang tidak masuk tiga besar.

"Sebelum kesabaran mama habis. Jelaskan ini," Mama mengetukkan jemarinya dengan geram pada lembar catatan di rapor Dania. Zinnia bisa melihat kembarannya menggigit bibir.

"Kenapa tertulis kamu empat kali membolos?"

Dania masih bergeming.

"Dania, sekolah kamu yang paling mahal. Mama mati-matian mencari uang untuk kebutuhan kita, dan kamu seenaknya membolos?" Mama menggebrak meja. Membuat kedua remaja di hadapannya terlonjak kaget. "Membolos Dania? Kamu pikir sekolah itu ajang pamer? Kamu yang ngeyel buat masuk sekolah mahal itu, tapi begini hasilnya? Mama nggak butuh anak-anak nakal dan pembangkang. Kalau seperti ini, gimana cara kamu bayar uang sekolah?"

"Aku bakal kerja." Ucap Dania.

"Kerja itu nggak mudah, Dania!" Mama naik pitam. "Kamu pikir bisa kerja apa sebagai anak bau kencur? Ngemis di jalan?"

Zinnia menelan ludah meskipun belum gilirannya untuk diinterogasi.

"Aku capek!" Dania menghela napas. Dia kini sudah menegakkan kepalanya. "Aku capek harus belajar dan memenuhi ekspektasi mama."

"Ekspektasi Mama semua demi kebaikan kalian! Demi masa depan kalian!" Nada suara Mama tidak turun barang sedikitpun.

"Kebaikan yang gimana? Mama bahkan nggak mau repot-repot tanya apa yang aku alami di sekolah!" Dania terengah-engah, suaranya mengecil. "Mama nggak tau apa yang aku alami di sekolah. Aku berantem sama guru karena ada yang lecehin aku tapi nggak dikeluarkan dari sekolah!"

Mata Zinnia membulat.

"Kenapa bisa, Dania? Kenapa kamu nggak melawan? Kenapa harus terjadi ke kamu?"

Mata Dania benar-benar melotot mendengar kalimat yang keluar dari mulut Mama. Cewek itu ingin ikut berteriak, namun suaranya tercekat. Ia menarik napas berkali-kali sebelum berujar kembali. "Mama, anak Mama dilecehin di sekolah!"

Dania tampak tidak sanggup memperpanjang masalah. Mengambil tas dari kursi, ia melengos masuk ke dalam kamar. Zinnia buru-buru memegang tangan Mama sebelum satu kata keluar lagi dari mulut wanita paruh baya itu.


***

Lihat selengkapnya