Alvaro itu ... lelaki beraroma lemon yang memiliki senyum secerah matahari pagi.
Alvaro itu ... mengaku seganteng Tom Cruise, tapi bagiku dia lebih seperti Pinochio. Bukan karena suka bohong, tapi dia adalah pengembara kecil yang mencari jati diri, berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya.
Alvaro itu ... kadang juga menjelma menjadi Doraemon. Dia punya kantong ajaib penuh makanan dan berbagai hal tidak terduga untuk mencerahkan hari-hariku yang suntuk.
Alvaro itu ... ternyata langitnya tidak selalu ceria. Ada awan mendung bersarang di sana, yang kapanpun siap menyalakkan petir dan mengguyur dunianya dengan hujan. Aku takut dia kebingungan mencari tempat untuk berteduh.
Alvaro itu ... sekarang adalah temanku. Teman yang berharga. Seseorang yang berhak bahagia.
...
Di lantai kamarnya berserakan beraneka warna bintang origami. Alvaro bersandar pada dinding, membaca semua kertas kecil yang ditulis oleh Zinnia. Senyumnya tersungging tipis, sesekali tawa kecil lolos dari bibirnya. Alvaro setengah tidak percaya bahwa semua hal di dalam dunia kecil berwarna-warni itu adalah tentang dirinya. Zinnia bahkan menyimpan salah satu plester luka yang pernah diberikan olehnya.
Aku ingin senyum Alvaro selalu seperti emoji ini, tulis Zinnia. Jika senyumnya hanya kepalsuan, akan kubuat dia punya alasan untuk menjadikannya nyata.
Setiap lipatan kertas kecil, setiap bintang kertas berwarna-warni, semuanya seperti jejak langkahnya yang selama ini dia kira tak berarti. Tapi bagi Zinnia, semuanya memiliki makna.
Alvaro itu ... seperti setetes natrium yang dijatuhkan ke permukaan air dingin; dia menjadi katalis yang memicu ledakan dalam masa SMA-ku yang menjemukan. Karena Alvaro, hari ini aku memutuskan untuk menjalin pertemanan lagi. Soalnya, dia bilang aku bisa pelan-pelan berdamai dengan keadaan dan menjadi lebih dewasa. Aku harap Alvaro melakukan hal yang sama.
Alvaro pulang ke rumah pukul delapan malam setelah perjalanan melelahkan tanpa arah. Punggungnya masih terasa sakit akibat tamparan bola voli dari Zinnia. Pun, suara gadis itu masih menggaung di dalam pikirannya. Bahwa dia adalah seorang teman yang berharga. Cewek itu siapa, sih? Berani-beraninya menghancurkan tembok keputusasaannya.
Alvaro beranjak, mengenyakkan diri ke atas kasur. Retinanya mengawang pada langit-langit kamarnya yang redup. Untuk pertama kali dalam waktu yang lama, dadanya terasa hangat oleh perasaan yang tidak dapat dijelaskan. Seolah ada pijar kecil yang mulai menyala, mencarikan dinding yang selama ini membeku di dalam dirinya. Alvaro menggenggam stoples itu erat, sebelum akhirnya tertidur dengan tenang.
Aku tidak bisa memberikannya cinta seluas samudra; terlalu mustahil untuk remaja sepertiku. Oleh karena itu aku menawarkan setoples kecil saja. Sedikit, namun cukup untuk disimpan di meja kamarnya dan dipandangi setiap malam.
Setiap memandang stoples ini, aku ingin Alvaro menjadi lebih berani ... Berani untuk merasa bahwa dirinya berharga, layak dicintai, dan boleh bermimpi setinggi-tingginya.
***
Pintu toilet tertutup. Suara kunci diputar. Setetes air mata luruh dari bola mata kurang tidur milik wanita berbalut jubah dokter itu. Dia membawa langkahnya ke hadapan cermin di wastafel, menghidupkan keran dengan kencang, lalu membiarkan air matanya jatuh makin deras.
Dia telah melanggar janjinya kepada diri sendiri. Janji untuk tidak lagi menangis. Hidupnya sudah cukup keras. Cukup sakit. Apakah dengan menangis, dia kembali menjadi wanita lemah?
Sial sekali, pikirnya.
Memandangi pantulan wajahnya di kaca, dia mencoba menenangkan diri. Tidak, dia tidak pernah menjadi wanita lemah. Usianya hampir mendekati lima puluh, tapi wajah yang menangis itu masih terlihat cantik. Dia adalah wanita cerdas, tangguh, dan berpendidikan. Dia telah melalui banyak luka dan banyak malam tanpa tidur untuk berdiri setegak hari ini.
Jadi bagaimana mungkin seseorang seperti Pambudi bisa menghancurkannya?
Bagaimana mungkin ia terus bertahan di sisi lelaki yang hanya membawa kerusakan?
Lelaki itu bahkan tidak layak disebut pisau yang menorehkan luka dalam hidupnya. Nyatanya, Pambudi tidak lebih dari benalu. Parasit dengan duri kecil yang berani bermain dengannya.
Dan hari ini, dia memutuskan bahwa semuanya sudah cukup.