Stoples Cinta untuk Alvaro

anjel
Chapter #33

Seseorang yang tidak Diinginkan

"Ini Ibuk," kata Alvaro yang berjongkok di batu nisan biru. "Kalau nanti aku udah nggak di sini, tolong wakilin aku buat naruh kembang di sini. Cukup sesekali aja, supaya Ibuk tahu bahwa dia tidak pernah dilupakan. Begitupun dengan semua tindakan bodohnya dahulu. Tidak akan terlupakan."

Cowok itu tahu Zinnia masih mengekor di belakangnya sejak mereka bertemu di ruang tunggu poli kejiwaan. Zinnia berdiri tiga meter di belakangnya, melihat Alvaro yang menunduk untuk menaruh setangkai mawar merah hati ke batu nisan. Alvaro kembali melenggang pergi begitu saja. Zinnia meremas setangkai mawar yang sama di tangannya. Seperti Alvaro, dia membelinya di depot kecil di gerbang pemakaman. 

Kaki Zinnia seperti tertahan di tanah yang dipijaknya. Dia sama sekali tidak menyangka langkah Alvaro akhirnya membawa mereka ke area pemakaman umum tidak jauh dari RS Djuanda. Dibacanya berulang kali tulisan di batu nisan. Siapa sangka, wanita yang berteriak di rooftop rumah sakit delapan tahun lalu rupanya sudah meninggalkan dunia.

Hujan luruh di siang menuju sore hari itu, menguarkan aroma rumput pemakaman yang tumbuh subur. Zinnia tiba-tiba teringat, dahulu dia juga mengekori Alvaro disaat hujan begini. Nostalgia selalu menghadirkan perasaan aneh dalam hati.

"Kamu mungkin berjalan terlalu cepat, melihat semua hal satu langkah di depan orang-orang. Kenapa nggak coba mensejajarkan langkah? Mencoba melihat dari sudut pandang lain."

Zinnia mengingat ucapan Alvaro yang menamparnya tempo hari.

"Al," lirihnya dengan suara serak, lebih kepada dirinya sendiri. "Kamu seharusnya juga melakukan hal yang sama."

Zinnia membawa langkah kecilnya mendekati gundukan tanah. Berjongkok, ikut meletakkan bunga yang dibawanya pada batu nisan. Dia tidak begitu ingat wajah wanita pemilik nisan tersebut. Tapi, delapan tahun lalu suaranya penuh ketakutan dan keputusasaan.

"Anda mungkin membencinya, tapi bagiku Alvaro adalah seseorang yang berharga. Aku harap punya satu kesempatan. Sekali lagi, membuat senyum secerah matahari kembali terbit di wajahnya, seperti semula."

Zinnia membalik badan, berjalan gontai menuju gerbang makam. Alvaro rupanya masih di sana, Menunggunya dalam diam. Cowok itu tidak mengucapkan sepatah kata, hanya kembali berjalan begitu Zinnia mendekatinya. Mereka seperti dua orang asing yang kebetulan memiliki tujuan yang sama.

Mereka naik angkot, turun di pantai, lalu naik lagi dan terombang-ambing ke keramaian pasar. Zinnia mulai bertanya-tanya, apakah Alvaro memang punya tujuan, atau hanya berjalan tanpa arah, berusaha lari dari sesuatu yang tak mungkin ditinggalkan. Namun, dia tetap mengikutinya, setidaknya sampai Alvaro memutuskan untuk pulang. Tidak apa, dia akan menemani Alvaro melepas semua gelisahnya sehingga mereka siap memulai percakapan baru.


***

Lihat selengkapnya