Sebuah Jawaban
Banyuwangi, April 2010
Euforia kebahagiaan masih menggema di seluruh penjuru MERAH PUTIH. Meskipun kabar baiknya sudah berlalu sejak tiga hari.
Dan aku sudah sangat merindukan untuk kembali menginjakkan kaki di gedung ini. Untuk merayakan dua kebahagiaan sekaligus. Pertama, sekolah kami sedang memperingati hari jadi. Kedua, acara lepas pisah para senior. Bisa dibayangkan bagaimana ramainya kan ya.
Setelah sebelumnya mereka sudah merayakan kelulusannya dengan tradisi yang masih dijalani. Yup, corat-coret. Tapi sekolah kami melarang keras untuk berkonvoi. Atau bisa fatal akibatnya.
Ngomong-ngomong, aku sudah sangat tidak tahan berlama-lama di sini. Pantatku sudah hampir mati rasa. Gila aja, duduk bermenit-menit di dalam aula benar-benar membosankan. Aku butuh udara segar.
Sayangnya kedua sahabat ku sangat tidak setia kawan. Aku sudah bangkit dari dudukku. Mengajak mereka untuk keluar. Eh, dengan santainya pada kompakan mengatakan, "lo duluan aja Zoy."
Masalahnya sudah kepalang tanggung, dan aku harus berjalan sendirian. Mana duduknya sangat tidak strategis. Butuh effort untuk bisa keluar dari sana.
Tapi tidak mengapa, aku sangat lega begitu keluar dari bangunan itu. Sebenarnya aku juga tidak tahu akan ke mana. Karena rencana awal bubar jalan.
Ah, dipikir sambil gerak saja.
Aku menyusuri koridor yang lengang, sampai aku mendengar suara gedabrukan dari lantai dua. Agak merinding juga. Seingat ku semua orang ada di aula.
Aku mematung di tempat. Penasaran tapi juga enggan.
Lalu aku mendengar suara yang cukup ku kenali. Tapi tidak yakin juga. Jadi ku putuskan untuk memeriksanya.
***
"Ya ampun, ini gue Zoy. Nggak percaya amat sih," seru seorang gadis berkebaya, yang terlihat begitu anggun dengan jilbabnya.
Ya, darinya lah suara itu berasal. Orang yang ku temui di tengah-tengah anak tangga. Tapi aku cukup terkejut melihatnya. Benar-benar berbeda dari biasanya.
"Orang-orang pada kenapa deh. Seolah-olah gue ini makhluk langka," serunya, sambil memajukan bibir. Persis anak-anak yang sedang merajuk.
Aku tertawa mendengar pernyataan itu. "Manglingi Mbak. Aku aja sampai nggak kenal. Kecuali suaranya. Mbak ngapain di sini?"
Rautnya seketika berubah. Sebuah senyuman lebar terukir di sana. Jelas itu bukan jawaban yang ku harapkan.Terlihat agak aneh. "Mbak kenapa?"
"Nothing. Ya Tuhan... bisa pas gini yak. Oke, gue duluan Zoy. Gue nggak sabar masa."
Gadis itu melangkah turun. Sambil melompat kecil, kontras dengan penampilannya. Bahkan pertanyaan ku tak diindahkan.