The Journey
Wijayakusuma 115, 10.00 a.m
Setelah serangkaian kegiatan seperti persiapan dan doa bersama, kami bertolak dari stasiun. Menuju ke suatu tempat yang sangat jauh. Ya, mungkin sekitar 11 jam atau lebih. Aku tidak tahu tepatnya. Yang jelas akan memakan waktu lama.
Sayangnya Saras tidak satu gerbong dengan kami. Karena dia beda jurusan. Namun keberadaan Neha juga tidak terlalu membantu. Ayolah, ini bahkan belum terlalu jauh. Tapi gadis ini sudah sampai tempat tujuan. Melalui jalur mimpi tentunya.
Tenang saja, dia tidak sendiri. Si kembar Mikha Mitha juga turut serta. Bagus, aku dikelilingi para pengejar mimpi. Yang benar saja.
Mungkin membaca buku akan terasa lebih baik. Kemarin aku meminjam salah satu novel milik Saras. Sejujurnya,aku tidak ingin mempermalukan diri sendiri. Saat membaca novel fiksi favoritku, biasanya aku bisa seperti orang gila.
Tapi baru saja aku membuka resleting ransel, tiba-tiba ada yang menginterupsi.
"Iya Drey, ada apa?" Itu Audrey. Yang terlihat seperti ada yang penting.
"Ikut gue yuk! Udah di tunggu yang lain tuh," dia menunjuk ke arah belakang. Yang berjarak sekitar tujuh kursi dari tempat ku.
Sepertinya itu menarik. Lagipula aku juga tidak terlalu niat membaca. Jadi ku putuskan untuk ikut. Yang disambut dengan antusias olehnya.
"Nah... ! Guest star kita udah datang," seru Audrey, dengan cukup lantang.
Eh, siapa yang di maksud? Aku menengok ke berbagai arah. Tapi kemudian menyadari bahwa semua yang di hadapan menatap ku.
"Aku?" seruku, ragu. Sambil menunjuk diri sendiri.
"Ya iyalah, memang siapa lagi," sahut Gita.
Waduh! Kok jadi begini? Memang apa yang harus ku lakukan? Dan sebenarnya mereka mau apa?
Lalu sebuah gitar berwarna hitam di sodorkan padaku.
"Kita kangen lo mainin gitar, Zoy. Lo bersedia kan?"
Sejujurnya aku ragu. Memang aku sangat jarang bermain gitar di depan teman-teman sekolah. Kecuali saat pensi.
"Iya Zoy, udah lama banget tau nggak."