Story Between Us

nurriyah zahed
Chapter #27

Sebuah Pengakuan

Sebuah Pengakuan

Banyuwangi, Desember 2010

Aku sedang menunggu jemputan. Sejak kecelakaan, aku belum berani berkendara lagi. Ingatan itu masih selalu muncul tiba-tiba. Bahkan hanya menyentuh motor saja aku sudah gemetar.

Lalu tugas antar jemput sekolah diserahkan pada saudara ku. Yang hobi ngaretnya keterlaluan. Aku sudah menunggu setengah jam. Dan dia masih belum terlihat. Ku telepon berkali-kali tapi tidak ada respon.

Kalau aku maksa naik bus, urusannya bisa panjang. Jalan kaki apalagi. Dijamin, akan mendapatkan tausiyah selama satu pekan.

Mengapa ini terasa merepotkan Ya Tuhan??

Baiklah, aku akan coba lagi. Ku hubungi nomornya. Dan aku bisa bernapas lega. Karena direspon dengan segera.

"Halo, Abang di mana?"

" ... "

"Astaga... ya udah dari tadi."

" ... "

"Abang gimana sih! Harusnya bilang dong!"

" ... "

"Teman yang mana? Udah pulang semua ih!"

" ... "

"Tap..."

Aku belum selesai bicara dan dengan seenaknya dia menutup telponnya.

Hhh! Tahu begini aku tidak akan menolak tawaran Neha tadi. Bisa-bisanya dia lupa. Lupa, katanya. Menyebalkan.

Baiklah, tidak ada pilihan. Aku akan naik bis. Semoga masih ada.

Aku hampir melewati gerbang. Ketika deru mesin motor yang khas mendekat. Sebuah Vespa berhenti di sebelah ku.

"Pulang bareng gue Zoy," seru si pengendara. Dia adalah Reno. Dengan senyuman dan raut ramah.

"Makasih Ren, aku naik bis aja." Sejujurnya, dalam hati aku menerima tawaran itu.

"Ck, jangan keras kepala. Dan ini perintah."

Aku terkejut mendengar cara bicaranya. Belum pernah dia seperti ini padaku.

"Enggak! Aku bisa..." ucapan ku terhenti. Karena tanpa permisi pemuda itu memasangkan helm di kepala ku. Astaga, apa-apaan ini.

Dia juga menarik ku dan meminta ku naik.

"Buruan! Gue nggak bawa jas hujan."

Aku malah mendongak. Sejak kapan langitnya jadi gelap? Perasaan tadi cerah-cerah saja.

Lihat selengkapnya