Pain
Banyuwangi, Last March 2011
Padahal aku sudah sangat bertekad untuk tidak lagi kembali ke sini. Namun keadaan justru berkata lain. Sebenarnya aku yang tidak cukup bijak untuk menyikapi situasi. Ya, mau bagaimana lagi. Aku tidak mengerti harus bersikap seperti apa.
Sekeras apapun aku menolak, pada akhirnya harus tetap berada di sini. Sudah tahu mengidap asam lambung, malah pakai acara mogok makan segala.
Sebenarnya, keberadaan ku di sini juga atas sikap sewenang-wenang seseorang.
Lihat pemuda yang tengah tertidur pulas di sana! Iya, dia pelakunya. Di saat aku sedang terbaring di tempat tidur. Keesokan harinya aku terbangun dan sudah berada di tempat berbeda. Bisa-bisanya aku tidak merasakan apapun.
Ya, memang dia mendapatkan izin dari orang tua ku. Tapi aku sebagai pemilik jiwa dan raga jelas sangat tidak mengizinkan.
Tapi aku tidak bisa marah lagi padanya. Meskipun rasa kecewa itu masih ada. Sekarang aku juga merasa bersalah. Melihat wajahnya yang letih. Ya, dia tidak pernah meninggalkan ku selama tiga hari aku berada di sini. Tidak sedetikpun dia beranjak. Dia juga melarang siapapun menggantikan posisinya untuk menjagaku.
Mengapa dia seolah mempersulit keadaan? Maksud ku, sudah jelas kan, tidak akan lagi ada kita dalam hubungan ini. Tidak lama lagi semuanya harus berakhir. Membayangkannya saja aku sudah sesak sendiri.
***
Lewat tengah hari pemuda itu baru membuka mata. Dan selama itu juga aku tidak mengalihkan perhatian darinya.
"Ya Tuhan... jam berapa sekarang?" pemuda itu terperanjat.
"Setengah dua."
Pemuda itu tampak sedang memijit pelipisnya sendiri.
"Kakak pasti lelah. Istirahat aja, atau..."
"Sudah ku bilang, aku tidak akan meninggalkan mu di sini," serunya yakin.