Sad Anniversary
Banyuwangi, April 2011
Cocktail dress berwarna terakota cerah membalut ku dengan rapi dan presisi. Jemari tangan Bunda memang luar biasa. Kali ini aku tidak membuat hair bund style andalan. Melainkan curly hair. Tidak lupa sapuan make up natural di wajah.
Aku sengaja meminta tolong pada Saras dan Neha. Karena urusan berdandan, jelas aku sangat payah. Awalnya mereka menolak. Katanya tidak ingin menjadi bagian dari tindakan konyol ku.
Ya, mereka tahu itu tentu saja. Tapi yang mereka sebut konyol adalah cara paling baik untuk memberikan sentuhan akhir yang mengesankan.
Setelah ku bujuk sedemikian rupa, akhirnya mereka bersedia.
Meskipun sepanjang prosesnya, aku harus melihat wajah-wajah duka. Ayolah, aku sudah merasa cukup dengan mode sedih-sedih beberapa waktu lalu. Yang sampai mengantar ku menjadi penghuni bangsal rumah sakit. Aku banyak belajar dari itu.
"Lo nggak harus pura-pura kuat Zoy."
"Iya, lo nggak harus ngelakuin ini."
Aku menatap keduanya dengan senyuman paling manis yang ku punya. Tulus dari hati terdalam. "Aku baik-baik saja, oke. Makasih ya untuk bantuannya."
Lalu aku mendengar suara klakson mobil.
"Itu pasti Kak Zafran. Mau ikut turun?" Aku berdiri dari dudukku.
Mereka kompak menggelengkan kepala. "Lo emang cewek paling nggak waras Zoy," ujar Neha kemudian. Dia meninggalkan ku menuju balkon, dengan raut kesal. Aku melambaikan tangan pada Saras, dia hanya menyunggingkan senyum sedih. Aku sangat memahami mereka.
Mereka bukan satu-satunya yang merasa kecewa. Tapi sebagai sahabat,tentu mereka yang paling tidak bisa menerima kenyataan.
Aku bergegas turun. Meskipun setiap langkah terasa berat. Tapi aku juga yakin untuk mengambil keputusan ini.
***
Bisa-bisa aku membeku jika seperti ini terus. Ayolah, udara di luar sudah sangat dingin, di dalam mobil aku harus merasakan sensasi sejuk dari AC. Dan aura mencekam dari pemuda di balik kemudi.
Sebenarnya aku sedikit kesal dengannya. Selain datang terlambat, nomornya juga di luar jangkauan. Apa dia menjelajah hutan terlebih dahulu sebelum menjemput ku? Yang benar saja.
Mobilnya berhenti, tepat di area parkir yang luas. Milik sebuah rumah makan bernama Sewu Roso. Iya, yang waktu itu. Katanya sangat indah saat senja hingga malam tiba. Maka aku memutuskan untuk merencanakan ini semua.
"Jadi ini hukuman buatku?" serunya datar. Tidak adakah kalimat lain yang lebih ramah di telinga?
"Itu sangat keterlaluan. Tapi jika menurut mu begitu. Terserah saja." Memang awalnya iya sih. Tapi setelah itu aku berubah pikiran. Aku tidak perlu menghukum siapapun. Sudah ku bilang, aku tidak ingin meninggalkan kesan buruk. Hubungan ini dimulai dengan cara yang baik kan.
"Ayolah! Jangan merusak suasana." Meskipun memang sudah hancur sejak aku mendengar kenyataan pahit darinya.
"Kamu yakin dengan ini?"
Menurutmu? Apa aku terlihat sedang bercanda? Jika aku ragu, aku tidak akan sampai ke sini kan. "Jangan banyak tanya. Ayo turun!" aku sudah membuka pintu. Tapi sepertinya yang di sebelah tidak menunjukkan pergerakan apapun. Bahkan seat belt nya masih terpasang.
Baiklah, aku harus melakukan sesuatu. Ku lepaskan benda itu darinya. Lalu ku dekatkan bibirku di telinganya. "Come on dear! "
Dari mana aku mendapatkan keberanian sebesar ini? Tapi ya, itu memang berhasil. Ah, dasar nyebelin!!!
Aku membawanya ke lantai teratas. Sunset nya tampak sangat cantik dari sini. Aku juga sudah memesan menu khusus sebelumnya. Tapi sepertinya ada satu yang menarik perhatiannya. Lihat saja bagaimana dia menatapnya.
"Black forest?"