Minggu-minggu perkuliahan semester 3 sebentar lagi akan datang. Di tengah libur semester yang berkecamuk hebat, di sinilah Farah dan Tante Kiara berada. Bau ruangan dokter yang khas bercampur dengan bau parfum yang juga menguar dari pasiennya. Di sana juga sudah duduk dua insan yang mempertanyakan hubungan di antara keduanya, seorang dokter dengan perlahan membuka hasil laporan yang dilipat rapi itu.
Sejenak dokter tersebut memandangi kedua orang yang sudah memasang wajah begitu cemas di depannya. Menoleh ke kiri lalu ke kanan, dokter tersebut menghela napas berat sembari menggeleng.
"Baiklah saya akan membacakan hasil laporan tes DNA yang sudah bapak dan anak bapak lakukan. Melihat dari kecocokan genetika, kromosom dan beberapa faktor lainnya. Anda berdua jelas memiliki hubungan biologis antara ayah dan anak kandung."
Jantung Farah berdebar kencang mendengar penuturan dokter tersebut. Om Sakta yang juga didampingi Fani di saat yang sama refleks berpelukan bahagia. Atmosfer kebahagiaan itu sangat kontras dengan gadis yang juga duduk di sebelahnya.
Farah malah membeku mendengar fakta yang dilayangkan dokter itu, ia seharusnya sudah tau hasilnya akan seperti ini. Namun entah kenapa sisi lain dalam diri Farah menolak mentah-mentah semua kebenaran yang sudah begitu jelas. Pikiran gadis itu kembali bercabang, setelah semua ini lantas bagaimana lagi?
Pertanyaan terbesar itu akhirnya terpatri juga di dalam pikirannya. Lelah selama ini menolak kenyataan pahit, sehingga ketika satu kenyataan yang begitu besar menghantam Farah langsung kebingungan tak tentu arah.
Tante Kiara berusaha menyadarkan Farah yang malah melamun. Mereka semua keluar dari ruangan itu setelah beberapa saat. Om Sakta dan Fani masih memberikan ruang untuk Farah agar bisa menerima. Berkali-kali mereka terlihat ingin mengajak Farah bicara namun diurungkan melihat Farah yang hanya diam semenjak hasilnya dibacakan.
"Fa? Hei, kamu kuat oke. Tante tau ini terasa berat, aneh dan mungkin membingungkan bagi kamu, tapi satu hal yang penting. Kamu harus mulai membuka hati kamu, jangan biarkan pintu itu tertutup terus ya?" Tante Kiara lalu memeluk tubuh Farah yang membuat gadis itu menangis setelahnya.
Fani, hanya melihat semua itu dengan senyuman yang pahit. Bagaimana pun kebahagiaan mereka tak akan lengkap jika Farah pun belum bisa menerima. Fani memberikan dukungan semangat kepada Om Sakta yang malah tertunduk karena tak mampu menyaksikan putrinya yang menangis kesekian kalinya. Kebahagiaan tadi langsung menguap begitu saja di wajah pria itu.
"Nggak apa-apa Om. Aku bakal ada di sini sampai tugas aku selesai. Aku akan buat Om sama Farah kembali menjadi sebuah keluarga, percaya aku."
Begitulah kalimat penenangan itu mengakhiri pertemuan di antara ayah dan anak yang sayangnya harus masih terpisah meski sudah jelas akan segalanya.
-----------
Jeda beberapa saat setelah Tante Kiara mengantarkan Farah masuk ke dalam mobil. Wanita itu berjalan kembali menemui Om Sakta dan Fani yang masih menunggu.
"Bahkan setelah semuanya menjadi pasti, Farah belum bisa menerima semua ini dengan mudah. Saya mohon, kalian memberi Farah waktu, saya tak akan melarang kalian jika ingin menemuinya."
"Hanya saja, sepertinya kalian juga sudah harus berusaha untuk meluluhkan hatinya bukan?" Pernyataan Tante Kiara membuat Om Sakta dan Fani kompak menoleh bingung.
Masih di depan ruang dokter, Om Sakta dan Fani menatap bingung maksud Tante Kiara yang tiba-tiba menghampiri.
"Apa yang harus kami lakukan Kiara?" Kata-kata itu terlontar juga dari mulut Om Sakta.
Diikuti Fani yang mengangguk menanyakan maksud Tantenya.
"Aku akan memberikan kontak Farah, kalian bisa menghubunginya. Kalian harus mulai berusaha lebih keras bukan? Dan aku harap kalian tak membuatnya kecewa seperti yang keluarga Adikku lakukan padanya. Aku hanya meminta hal itu, aku tak akan melarang kalian jika suatu saat hal ini malah membuat Farah pergi dariku. Aku hanya menginginkan dia bahagia, hanya itu dan aku harap bahagia Farah ada pada keluarga kandungnya."
Senyum Om Sakta terukir kala mendengar penuturan Tante Kiara. Kali ini mereka akhinya tak berakhir pada kubu yang saling bersebrangan. Fani juga mengangguk menyetujui perkataan Tante Kiara.
--------------